DIRJEN PAJAK JANGAN SEMBUNYIKAN DATA - Kasus Penggelapan Pajak Makin Gelap

Jakarta – Dugaan penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Bumi Resources Tbk (BUMI), perusahaan terbuka milik konglomerat Aburizal Bakrie, sudah dilaporkan ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak pada 2010 lalu. Tetapi hingga saat ini belum ada keterbukaan dari Ditjen Pajak atas laporan tersebut.

NERACA

"Pada tahun 2010, kami telah melaporkan adanya penggelapan pajak di BUMI sekitar US$ 1,060 miliar. Tapi hingga sekarang tidak ada kejelasannya dari laporan kami,” kata peneliti Indonesian Coruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas, saat dihubungi Neraca di Jakarta, akhir pekan lalu.

Ilyas mengakui bahwa data pajak adalah data yang dirahasiakan. Namun, kata dia, ketika ditemui adanya pelaporan penggelapan pajak maka masalah tersebut harus dituntaskan sehingga publik pun mengetahui. “Memang ada klausul kerahasian data pajak. Tetapi ketika sudah masuk dalam kerugian negara, maka Ditjen Pajak harus mensosialisasikan  kepada publik,” ujarnya.

Menurut Ilyas, temuan penggelapan pajak dari perusahaan BUMI berdasarkan atas laporan keuangan perusahaan tahun 2003-2008. Ini masih ditambah dugaan kerugian pajak yang harus dibebankan kepada pemerintah dalam periode lima tahun mencapai US$ 477 juta. Selain selisih yang mencapai US$ 1,060 miliar dan kerugian pajak yang seharusnya masuk kas negara sebesar US$ 477 juta, terdapat pula selisih royalti atas batu bara (BHPB) dengan jumlah mencapai US$ 143 juta. Hingga secara akumulasi, kerugian yang ditelan pemerintah sebesar US$ 1,680 miliar.

Dia mengaku yakin bahwa temuan ini diyakini cukup valid, karena bersumber dari data primer. Dari data laporan keuangan BUMI, seluruh laporan tahunan ditemukan selisih pajak yang lebih rendah. Hanya pada laporan keuangan tahun 2005, yang jumlahnya sama persis atau dikategorikan valid. "Seluruh data, termasuk dihitung dari data penjualan batu bara dan per masing-masing kategori, semua under state. Jika dari pidana pajak, dugaan ini cukup kuat,” terang Dia.

Atas kasus tersebut, imbuhnya, pengemplang pajak seharusnya bisa dijerat dengan delik korupsi. Pasalnya, ada kerugian negara yang timbul saat seorang wajib pajak tidak menyetor. “Dengan logika bahwa pajak merupakan sumber penerimaan negara, seharusnya manipulasi data Surat Pemberitahuan akan berakibat pada kerugian negara,” katanya.

Kurang Tegas

Di tempat terpisah, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Achsanul Qosasi mengungkap, sampai saat ini pemerintah kurang tegas menghadapi para pengemplang pajak. “Pemerintah harus tegas dalam menghadapi para penunggak pajak. Saya harap pengemplang pajak segera dibereskan. Kalau untuk yang nakal, tinggal menggunakan perangkat hukum yang ada,” tandas Achsanul kepada NERACA, pekan lalu.

Dia mengatakan, Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu semestinya tidak hanya berfokus menambah wajib pajak baru untuk mengoptimalkan penerimaan. Tetapi yang harus dilakukan adalah penagihan pada wajib pajak yang nakal.

Menurut Achsanul, selama ini hampir 70% dari Rp 800 triliun lebih penerimaan pajak berasal dari pembayaran wajib pajak secara normal atau pembayaran secara otomatis yang dipotong negara. Namun untuk penagihan sangat minim. Oleh sebab itu penagihan harus terus dilakukan menghindari penunggakan pajak yang berlarut- larut

Sementara itu, Humas Ditjen Pajak Chandra Budi mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan Bakrie yang mengemplang pajak sudah sejak lama masuk ke pengadilan pajak. “Itu sudah ditangani pihak sana. Sudah ada putusan. Tapi pihak Bakrie itu mengajukan kasasi,” kata dia kepada Neraca.

Chandra tidak mau menjawab, apakah perusahaan-perusahaan Bakrie tersebut masih melakukan pengemplangan pajak pada tahun-tahun berikutnya. “Kalau bicara tentang nama wajib pajaknya, kita tidak boleh. Kecuali sudah masuk pengadilan, bahwa perusahaan ini bersengketa dengan pajak. Tapi kalau kita sedang dalam proses pemeriksaan, tidak boleh sebut nama,” ujar dia.

Sengketa pajak seperti yang terjadi pada beberapa perusahaan Bakrie, imbuh Chandra, adalah kejadian yang lazim dan sering terjadi di korporasi. “Mereka langsung dimasukkan ke pengadilan pajak,” tegas Chandra.

Namun begitu, sambung Chandra, kejadian sengketa pajak trennya semakin berkurang. “Trennya semakin menurun. Artinya kita sudah membenahi sengketa kita. Sengketa pajak itu kan bermula dari hasil pemeriksaan. Hasil pemeriksaan sudah kita perbaiki kualitasnya, sehingga yang masuk ke pengadilan pajak semain kecil. Walaupun terjadi sampai dua ribu kasus, tetapi jumlah tersebut sudah menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya,” jelas Chandra.

Beberapa hal menjadi akar masalah dari sengketa pajak, kata Chandra. Pada intinya, perusahaan ingin mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan catatan pengeluarannya dan menurunkan penerimaannya.

Perbedaan pendapat tentang cara menghitung pajak, lanjut Chandra, juga sering menjadi penyebab sengketa pajak. “Adanya perbedaan seperti itu adalah biasa, karena perbedaan penafsiran Undang-Undang,” jelas dia.

Sementara Jaksa Agung Basrief Arief mengaku, pihaknya telah melakukan penanganan dan proses penuntutan terhadap semua kasus penggelapan pajak dengan sebaik-baiknya yang dilakukan oleh individu maupun perusahaan. Hal ini dilakukan karena penyelewengan dalam sektor pajak ini merupakan suatu kejahatan yang besar dan menimbulkan kerugian negara dalam kaitannya dengan penerimaan negara. “Oleh karena itu, kami selalu siap untuk mengusut dan menuntut setiap pelaku kejahatan penggelapan pajak ini,” katanya saat dihubungi Neraca, Jumat (22/02).

Menurut Basrief, untuk membongkar dan menjerat para pelaku kejahatan ini maka diperlukan suatu kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Pihaknya telah bekerjasama dengan pihak Direktorat Pajak untuk membantu membongkar segala kasus penggelapan pajak ini. “Kejahatan penggelapan pajak diharapkan bisa berkurang dan dapat ditangani dengan benar,” ungkapnya.

Dia menjelaskan bahwa dibutuhkan juga informasi dari masyarakat dalam proses pencarian barang bukti sehingga pelaku kejahatan penggelapan pajak ini dapat diseret ke meja pengadilan. Dengan banyaknya kasus pajak yang belum terungkap pada masa yang lalu, dia mengaku sudah berusaha keras dalam membongkar setiap kejahatan pajak dari masa yang lalu hingga sekarang. “Kita selalu menanggapi serius dalam pengungkapan kejahatan pajak ini sehingga mendapatkan suatu kebenaran yang bisa terungkap,” ujarnya.

Basrief mencontohkan dalam kasus penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri Grup. Pihaknya meminta supaya cepat terlaksana eksekusi vonis yang telah dijatuhkan kepada pihak yang bersangkutan. Dengan adanya keputusan vonis terhadap pelaku penggelapan pajak ini akan diharapkan akan menjadi efek jera bagi semua orang untuk tidak melakukan kejahatan ini. “Keputusan Mahkamah Agung (MA) harus segera di eksekusi sehingga pelaku penggelapan pajak ini mendapatkan ganjaran yang setimpal atas perbuatannya,” tambahnya. tim

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…