MORATORIUM PEMBERIAN IZIN PEMANFAATAN LAHAN HUTAN - Konsep Tak Jelas, Hanya Pesanan Asing

NERACA

Jakarta – Moratorium izin pemanfaatan hutan tidak perlu dilanjutkan karena ternyata dari Letter of Intent (LoI) antara pemerintah Indonesia dengan Norwegia tidak tepat. Apalagi, konsep moratorium tersebut sangat tidak jelas dan hanya berisi kepentingan asing.

“Moratorium itu hanya kepentingan asing agar aspek pembangunan Indonesia menjadi terhambat. Dari hasil FGD (Focus of Group Discussion, red) dengan para ahli himpunan tanah dan asosiasi yang menangani masalah gambut se-Indonesia tidak sesuai dengan yang disebutkan asing-asing itu,” jelas Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Firman Subagyo kepada Neraca di Jakarta, Rabu (20/2).

Menurut Firman, adanya moratorium karena pada saat itu pemerintah tergagap-gagap dengan adanya LoI dengan pihak Norwegia sehingga seperti dipaksakan.

Dia menegaskan, masuknya pihak asing seperti Norwegia karena Kementerian Kehutanan tidak didukung anggaran dan sumber daya manusia yang cukup memadai untuk mengelola hutan. Anggaran untuk Kementerian Kehutanan sebesar Rp6 triliun tergolong sangat kecil jika diukur dengan skala luas hutan yang dimiliki Indonesia. Apalagi anggaran tersebut juga untuk mendanai membiayai belanja pegawai.

Firman menilai, pemerintah tidak serius dalam menanggapi masalah kehutanan. Meski ini tidak dapat diselesaikan dalam jangka pendek, pemerintah perlu menciptakan konsep yang jelas dan memiliki komitmen untuk menjalankan program tersebut agar hutan Indonesia tidak menjadi lahan asing untuk mengeruk keuntungan.  “Perlu dipersiapkan perencanaan besar dengan kajian bersama, tidak semata atas dasar desakan asing,” tandasnya.

Sementara itu, Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengatakan, moratorium itu merupakan letter of intent dengan pemerintah Norwegia yang berlaku selama dua tahun. “Setelah masa dua tahun itu, maka ini harus berakhir dengan catatan sudah harus dihasilkan satu kebijakan atau aturan pengolahan SDA di kawasan hutan dan lahan gambut,” katanya.

Menurut Dia, setelah adanya kelembagaan aturan dan kebijakan, maka tinggal bagaimana melaksanakan peta kawasannya. “Karena sudah jelas mana yang dilindungi dan sudah ada pemerataan, maka harusnya (moratorium) itu sudah berakhir,” ujarnya.

Kalau misalnya pemerintah Norwegia minta diperpanjang, maka kita harus lihat ke subyek dari letter of intent itu. “Kalau kita sudah melakukan pekerjaan kita selama dua tahun untuk memenuhi perjanjian itu, maka bulan Mei nanti selesai saja semuanya sejalan dengan berakhirnya perjanjian itu,” tegasnya.

Di tempat terpisah, Ketua Tim Kerja Implementasi dan Pemrograman Satgas Reducing Emmisions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) Mubariq Ahmad menyatakan bahwa moratoriun hutan yang tertera dalam Instruksi Presiden (Inpres) No.10 tahun 2011 agar tetap dilanjutkan. Pasalnya cita-cita awal dari pemberlakuan moratorium hutan adalah untuk mengelola ulang perizinan yang dulu dan tidak mengeluarkan izin baru.

"Moratorium hutan itu artinya jeda perizinan baru untuk tidak keluar. Perizinan yang baru untuk tidak keluar agar yang sudah ada itu ditata terlebih dahulu. Untuk itu, cara pemberian izin yang akan datang itu diperbaiki lantaran banyak lembaga yang memberikan izin untuk lahan menggunakan peta sendiri. Makanya banyak konflik lahan dan konflik antar perusahaan karena lahan izin tumpang tindih. Ada konflik dengan masyarakat karena yang dikasih izinnya itu adalah lahan masyarakat," ungkap Mubariq ketika ditemui dalam Seminar Karpet Merah untuk Ekonomi Hijau di Jakarta, Rabu (20/2).

Harus Dibenahi

Kalau moratorium dicabut, lanjutnya, maka dampaknya adalah perizinan semakin amburadul. Oleh sebab itu, ada dua hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah sebelum moratorium hutan dicabut, yaitu pemerintah harus melakukan konsolidasi untuk menyamakan program satu peta kawasan hutan dan sistem pemberian izin harus dibenahi. “Jadi pekerjaan pemerintah itu sebenarnya banyak sekali. Makanya saya mendorong agar moratorium hutan jangan dicabut terlebih dahulu sebelum kedua program itu bisa selesai,” tegasnya.

Mubariq menjelaskan bahwa terkait dengan peta, saat ini masing-masing lembaga seperti Kementerian Pertanian, Kementerian ESDM, Badan Pertanahan dan Kementerian Kehutanan masing-masing lembaga tersebut memiliki peta yang berbeda sehingga dari perbedaan peta tersebut rawan adanya tumpang tindih lahan. "Mestinya peta itu disatukan dan dijadikan referensi untuk pemberian izin sehingga tidak ada lagi tumpang tindih lahan. Biasanya ada yang melakukan overlapping," tuturnya.

Dia mengatakan, dalam pembuatan peta adalah wewenang dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Hal itu lantaran terdapat dalam UU No 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial yang wajib menyediakan peta dasar yang harus menjadi rujukan para pemangku kepentingan. "Semua peta yang ada, mestinya mencerminkan peta buatan BIG tersebut. Masalahnya adalah masing-masing lembaga mempunyai peta masing-masing seperti Pertanian, Pertambangan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN)," ucapnya.

Dihubungi terpisah, Deputi V Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Tjokorda Nirarta Samadhi menjelaskan bahwa setiap 3 bulan sekali sejak aturan tersebut terbit, Kementerian Lembaga selalu melapor ke pihaknya. "Setiap 3 bulan sekali, para Kementerian Lembaga yang terdiri dari Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN), dan Badan Informasi Geosipal (BIG) selalu memberikan hasil monitoring terkait dengan pelaksanaan moratorium hutan tersebut," katanya kepada Neraca, kemarin.

Berdasarkan hasil laporan terakhir pada Desember tahun lalu, kata dia, semuanya berjalan sesuai dengan target. Misalnya terkait dengan database izin kawasan yang hampir sudah terkumpul. Padahal, lanjut dia, Indonesia tidak mempunyai database izin kawasan yang dikumpulkan jadi satu. "Kalaupun ada datanya, itu berbeda-beda antara BPN, Pemerintah Daerah dan Kementerian Kehutanan," ujarnya.

Dia menjelaskan dalam 2 tahun pelaksanaan moratorium, pihaknya memperbaiki tata kelola hutan saja yang belakangan ini masih amburadul. "Sekarang bisa dilihat databasenya cukup bagus, skema perizinannya dibikin lebih mudah dan lebih transparan karena bisa dilihat di website," ucapnya.

Namun demikian, Ia mengakui masih ada hal yang belum tercapai seperti pemanfaatan peta dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Pasalnya menurut dia, pembuatan peta cenderung lebih cepat bila dibandingkan dengan pembuatan RTRW. "Maka dari itu, agak sulit diterapkan karena proses pembuatan RTRW agak memakan waktu lama," ujarnya. Selain itu, ada beberapa daerah yang belum memberikan database izin kawasan sehingga pihaknya akan bekerjasama dengan Kemendagri agar database tersebut bisa secepatnya keluar.

Terkait dengan konflik lahan akibat moratorium lahan, dia mengakui hal tersebut. Hal itu terjadi lantaran ada oknum yang tidak suka databasenya dilaporkan. "Barangkali mereka tidak mau memberikan databasenya karena penggunaan lahannya yang salah kemudian takut diusut atau ada oknum yang tidak suka kalau pemerintah menghentikan izinnya sementara. Sehingga bisa menimbulkan konflik," katanya.

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…