WASPADA, KINERJA SAHAM TAMBANG DITOPANG GHOST SHOPPER - Minggu Lalu, Hanya 25% Emiten Bursa Berkinerja Bagus

Jakarta – Kenaikan indeks saham yang cukup signifikan pekan lalu, ternyata hanya berasal dari 146 emiten aktif bertransaksi atau sekitar 25% dari total 438 emiten yang listing di pasar bursa yang sahamnya tercatat likuid. Sisanya, sebanyak 118 emiten sahamnya melemah dan 174 emiten lainnya terlihat pergerakan sahamnya stagnan alias mandek.

NERACA

“Adanya saham-saham yang tidak likuid tersebut bukan semata-mata disebabkan masalah manajerial PT Bursa Efek Indonesia (BEI) atau kesalahan pasar, tapi lebih karena kinerja masing-masing emiten saja,” kata Pengamat pasar modal Agus S. Irfani kepada Neraca di Jakarta, akhir pekan lalu.

Agus bahkan mengaku heran dengan munculnya kecenderungan aneh di kalangan investor pasar modal. Mereka lebih suka memilih saham yang memiliki popularitas tinggi, walaupun sebenarnya kinerja emitennya sedang tidak begitu baik.

“Di Indonesia ini, baik di ranah politik ataupun pasar modal, masyarakatnya itu sama yakni mengidolakan sesuatu yang popular. Pada saat minggu lalu, IHSG mencapai 4600, yang menguat malah saham-saham dari perusahaan seperti Bumi Resources dan Energy Mega Persada. Jadi investor hanya melihat bahwa saham di pertambangan masih menjanjikan dan akan selalu naik (harganya). Padahal pada kenyataannya harga komoditas tambang juga belum membaik,” jelas Dia.

Dia menilai, pergerakan saham tersebut bukan hanya karena investor saham di Indonesia lebih suka saham yang populer. Tapi juga akibat adanya permainan emiten sendiri yang memakai ghost shopper, yaitu investor yang sebenarnya ada afiliasi dengan si emiten atau memiliki hubungan dengan orang dalam (insider) di bursa yang disuruh pura-pura “belanja” saham tersebut supaya menarik investor yang lain untuk mau membelinya juga.

“Misalnya saham BUMI, bisa saja ghost shopper-nya adalah orang grup Bakrie sendiri, atau mungkin juga dari pihak asing yang diam-diam berminat sekali untuk menguasai saham di perusahaan-perusahaan pertambangan di Indonesia,” terang Agus.

Kendati begitu, Agus mengakui kinerja BEI memang belum maksimal. Itu bisa dilihat dari tidak berhasilnya BEI menaikkan jumlah emiten dan investor lokal untuk ikut berpartisipasi di pasar modal. Tahun ini, BEI memasang target mampu meraih dua juta investor batu, tapi di awal tahun jumlah investor baru yang bisa diraih hanya 400 ribu investor saja.

“Cara mereka menarik investor memang masih monoton. Jadi BEI memang masih punya banyak PR yang harus diselesaikan. Maka itu, OJK selain sebagai lembaga pengawas juga harus bisa menjadi penindak (untuk memberi sanksi tegas) apabila kinerja BEI belum maksimal,” tuturnya.

Disisi lain, Agus melihat, BEI tidak berani men-delisting emiten dengan saham yang tidak likuid, karena ada unsur-unsur kepentingan politik dari emiten sendiri. “Di situ BEI masih tidak berani bertindak men-delist, apalagi kalau perusahaan emiten itu di-backing oleh pemerintah,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Riset MNC Securities, Edwin Sebayang menilai, minimalisasi jumlah saham yang tidak likuid atau saham tidur pada transaksi perdagangan saham karena ketidaktegasan BEI sendiri.

Menurut Edwin, harusnya, sejak awal sebelum dilakukannya pencatatan saham (listing), pihak otoritas BEI perlu tegas dengan membuat suatu ketentuan atau memastikan sejauh mana komitmen perusahaan untuk menjadi perusahaan publik. “Calon emiten yang akan melakukan penawaran saham umum perdana atau initial public offering (IPO) harus menekan kontrak yang menyatakan mereka akan komitmen meningkatkan nilai perusahaan dan likuiditas,” jelasnya.

Hanya saja, sebut Edwin, ketegasan melalui kontrak tentang akan adanya peringatan keras seperti delisting bagi saham-saham tidur, dikhawatirkan akan mengganjal minat calon-calon emiten yang akan melaksanakan penawaran saham umum perdana. Terlebih saat ini tidak cukup mudah bagi BEI untuk menggaet perusahaan yang ingin melakukan IPO. "Khawatirnya kalau delisting, akan jauh lebih sulit untuk mendapatkan emiten yang IPO,” tandasnya.

Selain mengurangi minat perusahaan untuk mencatatkan sahamnya di lantai bursa, adanya sanksi tersebut juga akan berdampak pada nasib dana masyarakat atau para investor yang telanjur sudah masuk ke emiten tersebut sehingga hal ini menjadi pertimbangan yang serius bagi pihak otoritas.

Banyak Alasan

Persentase saham yang tidak likuid atau saham "tidur" tersebut, kata Edwin, karena beberapa alasan. Pertama, jumlah saham beredar terlalu kecil, ukuran perusahaannya yang kecil dan karena jenis usaha yang digeluti perusahaan tidak terlalu menjanjikan atau defensif. Karena itu, beberapa saham yang tercatatkan di bursa efek tidak memenuhi likuiditas saham untuk menarik minat investor.

Selain itu, sambung Edwin, ada pula saham-saham yang tidak likuid akibat kinerja perusahaan yang tidak bagus. Bisa juga akibat sektor bisnis di mana emiten tersebut berada pada posisi yang tidak menjanjikan alias sunset industri sehingga tidak mudah menjadikan saham tersebut aktif ditransaksikan. Sementara alasan lainnya, yaitu adanya keengganan owner atau pemilik perusahaan tersebut untuk menjadikan sahamnya likuid.

Edwin mengutarakan, alasan-alasan tersebut seharusnya jadi perhatian BEI untuk menanyakan kepada emiten terkait upaya pengembangan yang akan dilakukan hingga dapat memperbaiki kinerja sahamnya. Pasalnya, untuk memicu likuiditas saham hanya dapat dilakukan dengan menambah jumlah saham beredar dengan memperbesar persentase yang dilepas ke publik dan memperbaiki kinerja emiten. Selain itu, emiten tersebut pun perlu didorong agar lebih banyak melakukan aksi korporasi untuk memperbesar size aset dan profit emiten.

Saat dihubungi terpisah, Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Isaka Yoga menolak jika dikatakan Bursa Efek Indonesia (BEI) dikatakan lembek. “Kalau memang dikatakan 30% saham likuid, berarti ada kenaikan yang baik. Dulu yang dikeluhkan itu banyak saham tidur, sekarang justru berubah, terlalu banyak yang likuid,” kata Isaka.

Menurut Isaka, indikator untuk melihat kinerja BEI sangat mudah. “Indeks harga sahamnya (IHSG) naik. Sekarang sudah tembus Rp 4.600. Kalau tidak likuid, indeks tidak akan baik. Kenaikan indeks itu berarti pasarnya lebih hidup,” jelas Isaka.

Dia menambahkan, BEI juga sudah cukup tegas dalam melakukan fungsinya. “Sudah ada beberapa saham yang sudah masuk delisting, hanya eksekusinya mungkin tidak sesegera itu. Sudah dilakukan suspend lebih dari setahun, tetapi tidak segera dieksekusi,” ujar dia.

Secara logika, imbuh Isaka, yang paling dirugikan dari delisting itu adalah investor, karena tidak bisa lagi jual beli saham. “Mungkin BEI memeprtimbangkan itu sehingga tidak buru-buru melakukan delisting,” tutur Isaka.

Hanya saja, sambung Dia, BEI memang perlu terus berupaya menambah investor dengan market kapital yang besar. “Orang asing lebih senang dengan perusahaan-perusahaan plat merah. Juga, harus ada upaya lain untuk menarik emiten-emiten besar yang non-BUMN. Saya kira Newmont, Freeport itu bisa masuk listing. Ini sangat pengaruh juga dari BKPM dan Kementerian ESDM. BEI dengan OJK bisa berkoordinasi untuk melobi mereka,” jelas Isaka.

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…