Perjanjian Ekstradisi Se-Asean - Jimly: Harus Segera Dilakukan

Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Jimly Asshidiqqie, menilai perjanjian multilateral untuk persoalan ekstradisi antarnegara se-ASEAN harus segera dilakukan guna menangani perkara lintas negara. "Perjanjian ini harus dibawa ke tingkat ASEAN. Ke-10 negara di kawasan Asia Tenggara ini harus menandatangani perjanjian kolektif multilateral untuk melakukan ekstradisi dengan negara lain," katanya di Jakarta, Selasa.

Ia mencontohkan dua kasus yakni kaburnya Nunun Nurbaiti, tersangka kasus cek pelawat yang memenangkan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Miranda Goltoem, dan kasus M. Nazaruddin yang diduga terlibat dalam kasus Suap Wisma Atlet.

Menurut dia, perjanjian antardua negara mekanismenya sangat sulit. "Kita kan negara serumpun, maka sudah saatnya kita bebas berlalu lalang di negara se-ASEAN. Pada saat yang sama juga harus ada kemungkinan ekstradisi antara satu dengan yang lain," katanya.

Guru Besar Tata Negara UI itu menyebutkan, jika ada negara yang tidak mau ada ekstradisi, berarti negara yang bersangkutan harus menerapkan sistem paspor. "Seseorang yang bukan berasal dari negara tersebut tidak boleh lagi bebas berlalu lalang tanpa paspor. Tanpa mekanisme seperti itu, maka akan sangat berbahaya karena buronan akan pergi ke negara yang notabene bebas untuk bergerak tanpa ada upaya hukum," papar Jimly.

Oleh karena itu, lanjut dia, agar tidak menjadi masalah bilateral, maka persoalan ini diagendakan dalam sidang ASEAN, apalagi Indonesia saat ini menjadi ketua ASEAN.

Jimly pun berharap agar Nunun dan Nazaruddin secepatnya pulang ke Indonesia dan memenuhi panggilan KPK karena mereka belum tentu dinyatakan bersalah. "Sudahlah pulang saja. Ini perlu kesadaran pribadi saja. Tidak usah terlalu ribet. Kan belum tentu salah. Lebih baik hadapi secara bertanggung jawab," katanya.

Nunun yang merupakan istri pejabat, kata Jimly, justru akan mempermalukan negara Indonesia jika tak segera pulang, apalagi jika suaminya Adang Darajatun yang merupakan mantan Wakil Kepala Polri, seperti merahasiakan keberadaan istrinya.

Terkait Nazaruddin, meski Demokrat sudah menyatakan bahwa Nazaruddin sedang menjalani perawatan di Singapura akibat penyakit jantung, Jimly tidak sepenuhnya mempercayainya. "Penjelasan seperti itu kan orang tidak akan percaya. Tidak pantaslah Nazaruddin yang masih muda itu sakit jantung, apalagi rumah sakit jantung di Indonesia lebih hebat dari Singapura," kata Jimly.

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…