Produksi Alat Berat Diperkirakan Turun 40%

NERACA

 

Jakarta – Melambatnya harga komoditas menjadi salah satu penyebab penurunan produksi alat berat. Untuk itu, Himpunan Alat Berat Indonesia (Hinabi) memproyeksikan dari penurunan tersebut dan juga turunnya permintaan alat berat maka produksi akan turun sekitar 40%.

“Pada kuartal I tahun ini, dengan masih melambatnya harga komoditas dan permintaan alat-alat berat maka kami memperkirakan akan terjadi penurunan produksi alat berat sebesar 40%,” ujar Ketua Umum Hinabi Pratjodjo Dewo, di Jakarta, Senin (11/2).

Ia menjelaskan bahwa pada di kuartal I, produksi alat berat nasional hanya mencapai 1.500 unit padahal pada periode yang sama di tahun lalu, produksinya mencapai 2.500 unit. Dewo juga memperkirakan produksi alat berat nasional pada 2013 juga mengalami penurunan mencapai 6,6% dari realisasi produksi tahun lalu yang mencapai 7.950 unit.

“Untuk tahun ini, produksi alat berat diperkirakan mencapai 7.000 unit saja. Hal ini dikarekan belum membaiknya kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Eropa dan juga pengaruh penurunan harga komoditas internasional sehingga membuat permintaannya cenderung melambat,” tambahnya.

Realisasi produksi alat berat nasional pada 2012, lanjut Dewo, mencapai 7.950 unit, tumbuh 8,16% dibanding 2011 sebesar 7.350 unit. Kontribusi produksi alat berat untuk sektor pertambangan di 2012, tambah dia, telah mengalami penuruan dibanding dengan tahun sebelumnya. Penurunan produksi alat berat nasional terutama terjadi di semester II 2012.

Dewo menambahkan, dampak krisis ekonomi global dan penurunan harga komoditas mempengaruhi permintaan alat berat domestik hingga mempengaruhi produksi pada semester II 2012. “Realisasi produksi alat berat nasional di semester II 2012 hanya mencapai 2.950 unit, turun 40% dibanding semester I tahun lalu sebesar 5.000 unit,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Budi Darmadi mengakui, saat ini kebutuhan alat berat memang sangat penting, terlebih lagi untuk sektor tambang dan pertanian.

Menurut Budi, pertumbuhan kebutuhan kendaraan angkut untuk industri alat berat nasional akan terus mengalami peningkatan, terutama untuk sektor pertambangan, pertanian dan konstruksi. "Seperti di alat angkut konsumsi untuk kebutuhan ekonomi pegakutan gabah, bahan bangunan, ini akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi," kata Budi.

Budi mengaku telah meminta kepada pelaku industri alat berat di negara berkembang lainnya untuk memindahkan industrinya ke Indonesia. Pasalnya, untuk pembangunan industri alat berat dibutuhkan beberapa syarat, yaitu adanya industri pertambangan dan pertumbuhan pembangunan baik kontruksi maupun pertanian. "Ini dua syaratnya, ada negara yang memang sedang berkembang tapi tidak punya pertambangan atau sebaliknya seperti Afrika punya pertambangan tapi tidak ada pertumbuhan ekonomi yang bagus, nah kita punya kedua-duanya," ujar Budi.

Dia menyebut, sudah adabeberapa investor yang berminat untuk rnengembangkan industri alat berat di dalam negeri. Investor tersebut, imbuh Budi, melihat kebutuhan dan pertumbuhan alat berat yang cukup menjanjikan di Indonesia. "Semua merek produsen alat berat yang ada di sini sudah menyatakan minatnya untuk membangun basis produksi di Indonesia," terangnya.

Budi mengatatakan, untuk 2011, penjualan alat berat diprediksikan akan mengalami penigkatan sebesar 25% dari tahun 2010 yang sebesar 8.000 unit menjadi 10 ribu unit. Budi menuturkan, pertumbuhan tersebut tidak lepas dari pertumbuhan ekonomi yang masih prospektif, terutama pertumbuhan pada harga jual komoditas. Ditambah lagi, pertumbuhan kontruksi dan perhutanan.

Capai 50.000 Unit

Sementara itu, Ketua Kadin Makassar Amirullah Abbas menjelaskan bahwa meskipun ada kebijakan sektor pertambangan yang tidak pro industri, kebutuhan alat berat masih terus meningkat. Diperkirakan pada 2015, pasar alat berat nasional mencapai 50 ribu unit. Menurut dia, proyeksi tersebut menggunakan skenario pertumbuhan optimis rata-rata 40% per tahun.

Ia menhatakan bahwa masih tingginya prospek penjualan alat berat, seiring tumbuhnya industri sektor pertambangan, perkebunan, hingga properti. Namun jika menggunakan skenario konservatif, paling lambat pada 2020 mendatang angka penjualan alat berat 50 ribu unit sudah bisa tercapai. Itu dengan asumsi pertumbuhan rerata 20% per tahun.

Menurut dia, meskipun saat ini, ada pembatasan ekspor tambang mentah, permintaan akan tetap tinggi. Apalagi ada kebijakan dari leasing memberikan kelonggaran angsuran alat berat bagi perusahaan yang terkena imbas Permen ESDM Nomor 07 tahun 2012 tentang kebijakan pelarangan ekspor tambang nikel mentah berlaku.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…