GARA-GARA DEFISIT TRANSAKSI BERJALAN - BI "Salah" Baca Kondisi Ekonomi, Sektor Riil Jadi Korban

Jakarta - Kalangan pengamat dan akademisi menilai Bank Indonesia keliru membaca sinyal-sinyal ekonomi. BI memandang perekonomian akan runtuh jika transaksi berjalan (current account)-nya cenderung terus negatif. Akibatnya, BI mengambil kebijakan untuk mendepresiasi nilai rupiah. Namun langkah BI tersebut dianggap bisa mengganggu aliran investasi ke Indonesia.

NERACA
“Padahal nilai tukar rupiah itu dipengaruhi oleh capital account. Kalau current account negatif, tapi capital account positif, maka harusnya rupiah bisa menguat,” kata ekonom Danareksa Institute Purbaya Yudhi Sadewa saat dihubungi Neraca, akhir pekan lalu.

Menurut Purbaya, capital account yang positif itu merupakan tanda bahwa banyak investasi yang masuk ke dalam negeri. “Tapi BI malah melemahkan rupiah, bahkan sampai 5% dibanding nilai fundamentalnya, yang akhirnya akan menimbulkan sentimen negatif dari investor asing,” jelasnya.

Dia menyebutkan, kalau pemerintah atau regulator seperti BI membuat kebijakan yang tidak tepat, misalnya mendepresiasi rupiah, maka hal itu akan menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor asing, hingga mereka mempertanyakan apakah akan tetap berinvestasi di Indonesia atau tidak.

“Sedangkan kalau kebijakannya pas, maka pada tahun ini masih akan lebih banyak lagi capital inflow ke dalam negeri. Itu kan bisa digunakan untuk membantu perekonomian kita. Terus mengapa dengan banyaknya modal asing yang masuk BI jadi bingung sendiri? Harusnya tidak usah panik dengan membuat kebijakan yang aneh," paparnya.

Harusnya, imbuh Purbaya, BI tidak usah melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, tapi menjaga kesinambungan perekonomian, khususnya pasar domestik. "Karena pasar domestik kita memang masih akan kuat di tahun ini. Bahkan sampai akhir tahun pertumbuhan ekonomi saya prediksi di angka 6,5%. Tapi di sini BI jangan sampai "membunuh" momentum pertumbuhan, misalnya dengan mendepresiasi (nilai tukar) rupiah," ungkapnya.

Selain itu, sambungnya, BI dapat mendorong diaplikasikannya strategi industri jangka panjang, kalau ingin perekonomian Indonesia maju cepat, tapi current account-nya tetap positif.
"Karena modal asing yang masuk ke dalam negeri atau capital inflow itu memang nantinya akan digunakan untuk impor barang modal dan bahan baku industri. Sehingga dengan strategi seperti itu kita bisa membuat industri yang bisa memproduksi sendiri barang modal dan bahan baku yang tadinya diimpor. Jadi nantinya itu bisa membantu impor turun, dan currenct account jadi positif kembali," jelasnya.

Menurut data BPS, defisit US$1,6 miliar pada neraca perdagangan 2012 dipicu oleh meningkatnya defisit perdagangan minyak dan gas yang mencapai US$5,6 miliar atau setara Rp 50 triliun. Meski perdagangan sektor non migas membukukan surplus US$4 miliar, hal itu tak mampu meredam defisit migas. Padahal tahun lalu (2011) neraca migas masih surplus US$775,5 juta.

Sementara itu, Direktur Riset Ekonomi Grup Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Endy Dwi Tjahjono mengungkapkan, ketika devisa Indonesia turun, maka bisa menjadi indikasi bahwa investasi di Indonesia meningkat, meskipun semakin sulit bagi BI untuk menstabilkan rupiah ketika nilainya melemah.

“Selama ini, tekanan nilai tukar kebanyakan dari kebutuhan impor. Impor yang dilakukan itu bagus kalau impornya barang modal atau barang baku, karena digunakan untuk industri dan produksi. Impor tidak bagus kalau untuk konsumsi,” kata Endy, Jumat (8/2).

Dia menjelaskan bahwa impor yang dilakukan Indonesia sebanyak 60% adalah untuk bahan baku intermediet, sedangkan investasi untuk barang modal sebesar 30%. Sisanya adalah impor untuk barang konsumsi sebesar 10%. “Dari komposisi tersebut, bisa dikatakan bahwa ketika devisa tergerus oleh impor,” kata Endy.

Perusahaan-perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing), lanjut Endy, biasanya melakukan impor bahan baku. “PMA kan biasanya begitu. Bahan baku pasti ada yang diimpor. Tidak mungkin lokal semua. Sehingga tergerusnya devisa bisa menjadi indikasi bahwa investasi di Indonesia tumbuh,” ujarnya.

Namun, Endy melanjutkan, IMF memberikan batasan devisa aman bagi sebuah negara, yaitu minimal sebanyak tiga kali nilai impornya dan tidak ada batasan maksimal. “Devisa kita sekarang sebanyak 6,5 kali impor,” tutur dia.

Endy menjelaskan bahwa penurunan devisa yang kurang sehat adalah yang disebabkan oleh capital outflow. “Orang asing yang memiliki SUN melepas SUN-nya, lalu dibelanjakan dolar dan dibawa ke negerinya. Ini terjadi saat krisis waktu lalu. Sekarang capital outflow stabil,” ujarnya.

Menurut Kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Mirza Adityaswara, dampak dari defisit neraca transaksi berjalan terlihat dari permintaan valas yang meningkat, di mana dolar saat ini harus disupply oleh cadangan devisa Bank Indonesia. Hal tersebut mengakibatkan cadangan devisa Bank Indonesia mengalami penurunan. “Sebaiknya harus tetap dipertahankan di atas US$100 miliar," ujarnya.

Cadangan devisa yang menurun, lanjut dia, akan mengganggu daya tahan Indonesia menghadapi gejolak kurs. Salah satu penyebab terjadinya defisit tersebut karena impor BBM yang dinilai sudah tinggi. Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengatasi hal tersebut sehingga tidak berdampak lebih besar, yaitu dengan mengupayakan pengurangan subsidi BBM.

Dia mengatakan, saat ini dampak defisit neraca transaksi berjalan masih dapat dikendalikan di suku bunga jangka pendek, yaitu suku bunga BI Rate dan bunga fasilitas simpanan Bank Indonesia (Fasbi), dan suku bunga jangka panjang (yield obligasi). Bank Indonesia belum perlu menaikkan bunga BI Rate dan Fasbi dan juga suku bunga jangka panjang (obligasi). “Artinya, belum terlihat yield obligasi meningkat, belum ada capital outflow signifikan di pasar obligasi,” jelasnya.

Guru Besar Universitas Brawijaya, Ahmad Erani Yustika mengungkap, BI memang seharusnya berjibaku mempengaruhi kegiatan ekonomi melalui instrumen uang beredar, inflasi, suku bunga, neraca pembayaran, nilai tukar, dan yang lain.

Anggota LP3E Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Ina Primiana mengatakan tidak hanya stok valas saja yang terbatas tetapi juga pembatasan utang valas juga dapat mengorbankan sektor riil dan hal itu tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. “Stok valas yang terbatas dan juga pembatasan utang dalam bentuk valas bisa mematikan industri dalam negeri dan mempersempit gerak pertumbuhan dunia usaha,” katanya.

Ina memaparkan bahwa banyak para pengusaha yang masih mengandalkan valas dalam mengembangkan bisnisnya sehingga kalau stok nya terbatas maka dunia usaha akan terkena juga dampaknya. “Misalnya untuk investasi kan biasanya masih dalam bentuk dolar,” tambahnya.

Terkait dengan defisit transaksi berjalan, menurut Ina, hal itu terjadi karena tingginya impor. Untuk itu diperlukan reorintasi dan hilirisasi industri dalam negeri dan mendorong investasi sektor riil.
Ina juga meminta kepada pemerintah untuk bekerjasama untuk memitigasi, mengedukasi dan memetakan potensi pengembangan industri di tanah air. “Antara Kementerian satu dengan lainnya harus terintegrasi agar menciptakan iklim dunia usaha yang kondusif,” katanya.

Dia juga mengeluhkan belum memadainya infrastruktur sehingga dapat mempengaruhi biaya produksi sektor industri dan kualitas foreign direct investment (FDI). “FDI yang akan datang yang ekspor oriented. Ini akan merugikan Indonesia. Jadi lebih baik memperkuat pasar domestik dan memperbaiki infrastruktur,” ujarnya.

Menurut dia, kunci untuk menjaga agar transaksi berjalan tetap surplus ketika pemerintah menggenjot pertumbuhan ekonomi, yakni industrialisasi. “Kuncinya industrialisasi untuk mengurangi impor, karena kita bikin sendiri, mengolah lebih banyak produk-produk di dalam negeri. Kalau sekarang ini kan ekspor kita mayoritas raw material,” tuturnya.

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…