Pengusaha Minerba Diminta Lekas Bangun Smelter

NERACA

 

Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan tidak akan memberi izin ekspor penuh barang mentah bagi pengusaha tambang mineral batubara (minerba). Karena kegiatan hilirisasi patut dijalankan dengan memaksimalkan pemurnian (smelter) guna meningkatkan nilai tambah di sektor tambang minerba.  "Mau tidak jadi atau jadi, kita sepakat bahwa pengolahan pemurnian di dalam negeri itu harus tercipta," ujar Dirjen Minerba, Thamrin Sihite, di Jakarta, Kamis (31/1).

Dia mengungkapkan sedikitnya ada 158 pengusaha di sektor itu yang akan membangun smelter. Dia menilai hal ini merupakan upaya yang baik, namun sejumlah pengusaha justru berdalih melakukan hal tersebut guna memaksimalkan ekspor mentah sektor tambang yang dikelola. "Makanya kita bikin batas pada 2014, kalau mereka tidak mau kerja sama membangun pemurnian ya sudah kau stop saja. Mereka berkomitmen itu," tutur Thamrin.

Thamrin menjelaskan upaya ini dilakukan agar eksploitasi di sektor itu tidak serta merta dieskpor. Sehingga ada implikasi positif yang bakal diturunkan digenerasi mendatang. "Apa kita terus-terusan ekspor mentah kaya begitu? Kita harus melihat jangka panjang. Kebijakan harus ada peningkatan nilai tambah dengan melakukan pengolahan pemurnian di dalam negeri. Itu memang perlu diniatkan," ujar Thamrin.

Dalam Peraturan Menteri ESDM No. 7 tahun 2012 dijelaskan, semua pengusaha mineral harus membangun smelter untuk merubah bahan mineral menjadi bahan setengah jadi, sekaligus meningkatkan daya jual lebih tinggi.

Memakai APBN

Dalam kesempatan yang sama, Thamrin  mengatakan hingga saat ini belum ada lagi investor yang berani membangun smelter tembaga di dalam negeri. Karenanya, pemerintah harus memikirkan opsi lain untuk membangun smelter untuk mendapatkan nilai tambah dari pengolahan tembaga.

Kementerian ESDM menilai harusnya ada dana APBN yang bisa digunakan, kalau memang tidak ada pihak swasta yang masuk ke situ [pembangunan smelter tembaga]. "Akan tetapi, hal ini masih harus dikaji dan dibicarakan dengan Kementerian Keuangan," katanya.

Thamrin mengungkapkan nantinya smelter tersebut bisa dikelola oleh badan usaha milik negara (BUMN) baru, ataupun memberikan penambahan modal kepada BUMN yang telah ada seperti PT Antam Tbk untuk masuk ke dalam pengolahan dan pemurnian tembaga.

Selain itu, Thamrin juga menyebut nantinya dana dari APBN itu dapat juga digunakan untuk memperbesar kapasitas pengolahan tembaga PT Smelting Gresik. Apalagi di lokasi tersebut juga saat ini terdapat pelabuhan yang cukup luas dan dapat digunakan untuk jalur distribusi. Selama ini menurutnya, para investor kerap ragu dengan pasokan bahan baku saat mengungkapkan niatnya membangun smelter tembaga di dalam negeri.

Padahal, pemerintah telah menjamin pasokan bahan baku, dengan memaksa PT Newmont Nusa Tenggara dan PT Freeport Indonesia untuk memenuhi kebutuhan  dalam negeri. Investor dari Rusia yang ingin membangun Nusantara Smelting itu menginginkan kepastian pasokan. "Kami sudah memaksa Newmont dan Freeport untuk memenuhinya. Saat ini kan hanya 30% yang diolah di Gresik, kami ingin yang 70% sisanya juga ditampung dan diolah di dalam negeri juga," ujarnya.

Sebelumnya Menteri Perindustrian M.S Hidayat mengakui sudah mendengar keluhan pengusaha mengenai kesulitan pembangunan smelter alias alat pengolah bahan mineral dan tambang. Pihaknya bersedia memikirkan kebijakan pelonggaran, asal pengusaha terus berkomitmen mendukung hilirisasi.

Hidayat menyarankan pengusaha fokus mengupayakan hilirisasi sesuai komoditas masing-masing. Nantinya saat hilirisasi wajib hukumnya pada 2014, dirinya mengupayakan ada fleksibilitas bagi industri tambang yang belum rampung membangun smelter.

"Untuk 2014 khusus sektor minerba, kita akan melihat perkembangan yang terjadi. Tentu ada fleksibilitas (bagi pengusaha yang belum selesai membangun), tapi sekarang ini ketentuan smelter dan sebagainya tetap dijalankan saja," ujarnya.

Alasan dia memberi toleransi bagi industri karena memang ada masalah dengan pasokan gas dan listrik. Padahal smelter paling sederhana butuh listrik sebesar 2 megawatt. Sementara di luar Jawa, lokasi mayoritas pertambangan, banyak wilayah yang pasokan listriknya tidak memadai.

Karena itu, dia menawarkan kerja sama antara pemerintah dan swasta. Misalnya pengusaha tambang bersedia membangun pembangkit, maka dia akan mengusulkan pada Kementerian Keuangan untuk memberi insentif pajak. "Pengusaha buat pembangkit energi, kita beri fasilitas pajak, sehingga hitungan usahanya tidak akan rugi," tegasnya.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…