Kadin Minta Petani Buah Diberi Stimulus

NERACA

 

Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menegaskan Indonesia mampu melakukan swasembada buah tanpa terus bergantung dengan impor. Kuncinya dengan inisiatif stimulus dari pemerintah untuk memberdayakan sektor ini.

Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto mengatakan produksi buah dan sayur bukan sesuatu yang sulit. Dengan kontur dan iklim di Indonesia, untuk menggerakkan masyarakat menanam hanya diperlukan suatu dorongan seperti dana pinjaman atau keringanan pajak. "Siapa yang mau nanem tomat atau apa, berikan pinjaman, keringanan pajak setahun dua tahun. Jadi orang berbondong-bondong menanam itu," ujarnya di Jakarta, Rabu (30/1).

Selain itu, Pemerintah perlu mengembangkan investasi menuju sektor ini. Investasi infrastruktur pendukung juga diperlukan demi lancarnya kinerja sektor ini. "Katakan kita bisa nanem di Lembang, pas sampai di Jakarta separuh sudah rusak. Itu perlu juga mobil pendingin. Maka ada dong yang investasi di situ, masa tidak bisa," katanya.

Sementara itu, Glenn Pardede, Managing Director PT East West Seed Indonesia (Ewindo) mengungkapkan Indonesia membutuhkan lahan baru seluas satu juta hektare untuk tanaman sayuran sebagai salah satu produk hortikultura guna mewujudkan swasembada pangan. "Perlu kebijakan dari pemerintah untuk meningkatkan luas area lahan sayuran di Indonesia yang saat ini masih rendah," kata Glenn.

Glenn membandingkan dengan produktivitas tanaman sayur di berbagai negara, China yang mencapai 200 meter persegi per kapita, Thailand 100, sementara di Indonesia hanya 40 meter persegi per kapita. "Agar Indonesia setara dengan negara lain, maka khususnya untuk sayuran, paling tidak membutuhkan satu juta hektar lahan baru," ujar dia.

Menurut Glenn yang juga Ketua Umum Asosiasi Bunga Indonesia, pemerintah harus lebih berani memberi perlindungan kepada petani hortikultura seperti halnya di luar negeri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan.

Salah satu caranya, kata Glenn, dengan tidak menyerahkan sepenuhnya harga produk pertanian kepada mekanisme pasar. Ketika harga jatuh pemerintah harus berani membeli harga dari petani, seperti yang sudah dilakukan untuk gabah. Pemerintah mungkin dapat memulai dari komoditas yang strategis seperti cabai, kol, dan tomat.

Harga Terpukul

Hal ini senada disampaikan Suparyono, seorang petani. Menurut Suparyono, petani sayuran sering terpukul akibat harga produk yang sangat ekstrim. Belum lama ini misalnya, harga tomat jatuh bahkan lebih rendah dari harga kemasannya. Akibatnya petani memilih membiarkan tomat membusuk di lahan. "Semestinya harus ada yang memikirkan nasib petani agar tidak seperti ini," ujar Suparyono.

Glenn mengatakan, kondisi seperti itu memicu petani mengalihfungsikan lahannya. Sebaliknya, apabila petani sejahtera maka lahan-lahan pertanian akan dapat dipertahankan dan tidak lagi beralih fungsi.

Ketua dewan Hortikultura Nasional Benny Kusbini mengungkapkan peraturan yang membatasi impor produk buah dan sayur dinilai sudah cukup memfasilitasi kepentingan negara untuk menuju swasembada pangan.

Menurut Benny, peraturan itu cukup efektif membatasi produk buah dan sayur impor masuk di Indonesia. “Bagaimana uang Rp 17 Triliun (nilai impor buah dan sayur) bisa beredar di Indonesia,” ujar Benny.

Namun, permendag itu akan ‘ompong’ jika tidak dibarengi dengan peningkatan produktivitas pangan. Ia mengingatkan pemerintah juga harus mendorong produk-produk pertanian memiliki daya saing yang semakin tinggi dengan membangun infrasturktur agar harga buah semakin kompetitif. Dengan begitu, buah dan sayur lokal tidak ‘malu-malu’ lagi bisa nampang di ritel modern.

Untuk mengurangi ketergantungan impor, semua stake holder harus bekerjasama meningkatkan komoditas substitusi terhadap produk impor dengan kualitas baik, dan harga yang kompetitif. Ia khawatir jika impor dibatasi namun produktivitas dalam negeri tidak meningkat, akan terjadi kelangkaan yang merugikan konsumen.

Benny berharap semua pemangku kepentingan yang berhubungan dengan impor hortikultura diminta tidak buru-buru mengajukan protes atas aturan impor buah dan sayur yang baru dirilis awal Mei ini. Ia mengungkapkan dalam mengusung swasembada pangan mungkin ada pihak-pihak tertentu yang dirugikan, tapi permendag ini berdampak baik utnuk jangka panjang. “Jangan protes dulu kan baru jadi. Kalau dalam pelaksanaannya ada yang tidak sesuai, baru kita kritisi,” kata dia.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…