Kadin Minta Pemerintah Berikan Insentif ke Petani

 

NERACA

 

Jakarta - Baru-baru ini pemerintah mengeluarkan aturan mengenai moratorium impor dalam Permentan Nomor 60/2012 dan Permendag 60/2012 yang pada intinya adalah tentang pelarangan impor terhadap produk holtikultura. Akan tetapi, Kamar Dangan dan Industri (Kadin) meminta agar pemerintah juga memberikan insentif kepada para petani holtikultura dalam negeri. Hal ini dirasa Kadin perlu untuk menyesuaikan dengan permintaan pasar.

“Pengetatan impor produk hortikultura seperti sayur dan buah oleh pemerintah merupakan langkah yang tepat untuk melindungi petani dalam negeri. Namun, dibutuhkan insentif seperti pemberian pupuk secara cuma-cuma kepada petani agar menghasilkan produk yang sesuai dengan permintaan pasar,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryo Bambang Sulisto di Jakarta, Senin (28/1).

Menurut Suryo, pelaku dunia usaha sangat prihatin dengan maraknya peredaran produk hortikultura impor di pasar dalam negeri. “Padahal selama ini, petani di dalam negeri mampu untuk menghasilkan komoditi seperti sayur dan buah tanpa harus melakukan impor. Impor hortikultura sangat merugikan petani di dalam negeri,” paparnya.

Meningkatkan produksi dalam negeri, lanjut Suryo, merupakan kewajiban pemerintah daripada meningkatkan impor. “Jika produk hortikultura terus di impor, yang untung adalah importir. Namun, yang utama adalah meningkatkan produksi alam negeri tanpa melakukan impor,” ujarnya.

Pemerintah melakukan pelarangan impor terhadap beberapa produk hortikultura dalam 6 bulan ke depan yang berlaku dari Januari hingga Juni 2013. Adapun 13 produk hortikultura yang dilarang mulai Januari-Juni 2013 adalah kentang, kubis, wortel, cabai, nanas, melon, pisang, mangga, pepaya, durian, bunga krisan, bunga anggrek dan bunga heliconia.

Sementara itu, Ketua Gabungan Importir Hasil Bumi Indonesia (Gismindo) Bob B Budiman menilai upaya pemerintah menghentikan sementara impor 13 jenis hortikultura sampai Juni 2013 tidak akan menguntungkan petani. Selama ini pembentukan harga dilakukan pengumpul hortikultura, bukan oleh petani.

Bob mengakui tujuan aturan pengaturan impor 13 komoditas hortikultura itu positif, yakni mendorong produksi dan konsumsi hortikultura domestik lebih baik. “Namun, pada kenyataannya ini hanya jargon. Saya kan sudah berkali-kali bilang, itu yang memetik keuntungan ialah spekulan atau distributor atau pengepulnya karena jauhnya perkebunan ke sentra gudang pendingin. Jadi, kalau hasil panen dibawa sendiri oleh petani ke bandar, harga bisa ditekan. Kalau petani menolak, mereka bawa pulang barang busuk,“ ujarnya.

Dengan penghentian impor, tambah Bob, pengepul punya alasan menaikkan harga jual. Namun, harga beli dari petani akan sama saja sehingga tujuan Kementan meningkatkan pendapatan petani sekaligus menambah produktivitas tidak akan tercapai. 

Hadapi WTO

Sebelumnya, Dirjen Kerja Sama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Iman Pambagyo mengatakan bahwa  pemerintah Indonesia tidak takut dilaporkan ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) terkait kebijakan pengaturan impor hortikultura. Menurut dia, penundaan penerapan aturan impor hor­tikultura bukan karena ada tekanan dari WTO.

Menurutnya, penundaan penerapan aturan tersebut murni karena importir dalam negeri belum siap dan membutuhkan waktu tambahan guna mempersiapkan perizinan dan gudang penyim­panan. “Jadi tidak ada tekan-me­ne­kan soal itu,” tegas Iman.

Dia mengaku, Kemendag juga tidak takut dilaporkan ke WTO ter­kait kebijakan tersebut. Kebi­jakan ini untuk mengatur impor buah dan melindungi buah lokal. “Banyak juga negara yang tidak mengikuti WTO,” cetusnya.

Sementara itu, Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady menegaskan, pemerintah akan tetap fokus menolak kerja sama yang akan meng­ganggu perekonomian domestik. “WTO jangan hanya protes ke pemerintah. Pemerintah punya alasan untuk melindungi pasar dalam negerinya demi kepentingan nasional. Apalagi negara-negara yang protes ke kita lebih protektif,” katanya.

 

 

Pengetatan Impor Holtikultura
Pemerintah Harus Berikan Insentif ke Petani

NERACA

Jakarta - Baru-baru ini pemerintah mengeluarkan aturan mengenai moratorium impor dalam

Permentan Nomor 60/2012 dan Permendag 60/2012 yang pada intinya adalah tentang  

pelarangan impor terhadap produk holtikultura. Akan tetapi, Kamar Dangan dan Industri

(Kadin) meminta agar pemerintah juga memberikan insentif kepada para petani holtikultura

dalam negeri. Hal ini dirasa Kadin perlu untuk menyesuaikan dengan permintaan pasar.

“Pengetatan impor produk hortikultura seperti sayur dan buah oleh pemerintah merupakan

langkah yang tepat untuk melindungi petani dalam negeri. Namun, dibutuhkan insentif

seperti pemberian pupuk secara cuma-cuma kepada petani agar menghasilkan produk

yang sesuai dengan permintaan pasar,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri

(Kadin) Indonesia, Suryo Bambang Sulisto di Jakarta, Senin (28/1).

Menurut Suryo, pelaku dunia usaha sangat prihatin dengan maraknya peredaran produk

hortikultura impor di pasar dalam negeri. “Padahal selama ini, petani di dalam negeri

mampu untuk menghasilkan komoditi seperti sayur dan buah tanpa harus melakukan

impor. Impor hortikultura sangat merugikan petani di dalam negeri,” paparnya.

Meningkatkan produksi dalam negeri, lanjut Suryo, merupakan kewajiban pemerintah

daripada meningkatkan impor. “Jika produk hortikultura terus di impor, yang untung adalah

importir. Namun, yang utama adalah meningkatkan produksi alam negeri tanpa melakukan

impor,” ujarnya.

Pemerintah melakukan pelarangan impor terhadap beberapa produk hortikultura dalam 6

bulan ke depan yang berlaku dari Januari hingga Juni 2013. Adapun 13 produk hortikultura

yang dilarang mulai Januari-Juni 2013 adalah kentang, kubis, wortel, cabai, nanas, melon,

pisang, mangga, pepaya, durian, bunga krisan, bunga anggrek dan bunga heliconia.

Sementara itu, Ketua Gabungan Importir Hasil Bumi Indonesia (Gismindo) Bob B Budiman

menilai upaya pemerintah menghentikan sementara impor 13 jenis hortikultura sampai Juni

2013 tidak akan menguntungkan petani. Selama ini pembentukan harga dilakukan

pengumpul hortikultura, bukan oleh petani.

Bob mengakui tujuan aturan pengaturan impor 13 komoditas hortikultura itu positif, yakni

mendorong produksi dan konsumsi hortikultura domestik lebih baik. “Namun, pada

kenyataannya ini hanya jargon. Saya kan sudah berkali-kali bilang, itu yang memetik

keuntungan ialah spekulan atau distributor atau pengepulnya karena jauhnya perkebunan

ke sentra gudang pendingin. Jadi, kalau hasil panen dibawa sendiri oleh petani ke bandar,

harga bisa ditekan. Kalau petani menolak, mereka bawa pulang barang busuk,“ ujarnya.

Dengan penghentian impor, tambah Bob, pengepul punya alasan menaikkan harga jual.

Namun, harga beli dari petani akan sama saja sehingga tujuan Kementan meningkatkan

pendapatan petani sekaligus menambah produktivitas tidak akan tercapai.  

Tak Takut Hadapi WTO

Sebelumnya, Dirjen Kerja Sama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Iman Pambagyo mengatakan bahwa  pemerintah Indonesia tidak takut dilaporkan ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) terkait kebijakan pengaturan impor hortikultura. Menurut dia, penundaan penerapan aturan impor hor­tikultura bukan karena ada tekanan dari WTO.

Menurutnya, penundaan penerapan aturan tersebut murni karena importir dalam negeri belum siap dan membutuhkan waktu tambahan guna mempersiapkan perizinan dan gudang penyim­panan. “Jadi tidak ada tekan-me­ne­kan soal itu,” tegas Iman.

Dia mengaku, Kemendag juga tidak takut dilaporkan ke WTO ter­kait kebijakan tersebut. Kebi­jakan ini untuk mengatur impor buah dan melindungi buah lokal. “Banyak juga negara yang tidak mengikuti WTO,” cetusnya.

Sementara itu, Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady menegaskan, pemerintah akan tetap fokus menolak kerja sama yang akan meng­ganggu perekonomian domestik. “WTO jangan hanya protes ke pemerintah. Pemerintah punya alasan untuk melindungi pasar dalam negerinya demi kepentingan nasional. Apalagi negara-negara yang protes ke kita lebih protektif,” katanya.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…