Ada Peran Boediono dalam Kasus BLBI?

NERACA

Jakarta - Dugaan keterlibatan Wakil Presiden Boediono di balik pengucuran dana talangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), terungkap dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA). Dalam surat putusan MA terkait putusan terhadap Direktur Bank Indonesia Paul Sutopo no.979 K/PID/2004, putusan no 977 K/PID/2004, dan putusan no 981 K/PID/2004 itu mengungkap keterlibatan Boediono.

 “Pada 15 Agustus 1997, Boediono bersama-sama dengan anggota Direksi BI membuat keputusan dalam rapat Direksi yang intinya menyebutkan mengizinkan memberi bantuan likuiditas dengan memberikan fasilitas kelonggaran berupa fasilitas saldo debet kepada kantor pusat atau cabang Bank yang mengalami kesulitan likuiditas hingga gejolak mereda. Artinya, nasabah  penyimpan dana dank dibolehkan untuk menarik dana  secara tunai di Bank BI walau bersaldo negatif,” jelas Tim Hukum Petisi 28, Ahmad Suryono dalam acara diseminasi publik bertajuk "Penjara dan Pemakzulan Terkait Fakta Hukum Keterlibatan Langsung Boediono Dalam Skandal BLBI" di Jakarta, Minggu (27/01).

Kemudian, Suryono juga menjelaskan pada 20 Agustus 1997, Boediono bersama anggota Direksi BI kembali membuat keputusan untuk kembali melakukan bantuan likuiditas dengan alasan perbankan belum pulih. Bantuan diberikan kepada Bank Danamon dan bank lainnya, yang disebut mengalami penarikan dana cukup besar oleh pihak ketiga. Terdapat 18 Bank diberikan diberikan fasilitas tersebut. "Keputusan rapat direksi 15 dan 20 Agustus 1997 itu bertentangan dengan ketentuan sanksi berupa penghentian sementara kliring lokal terhadap bank yang tidak dapat menyelesaikan saldo BI," ujarnya.

Dia juga melihat dari putusan MA itu, jelas keterlibatan Boediono dan direksi BI lainnya Hendrobudiyanto, Heru Soepraptomo, Mukhlis Rasyid, Haryono dan Soedrajad Djiwandono dalam praktik korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sekitar obligasi rekapitulasi mencapai Rp650 triliun dan sebesar Rp144 triliun dalam bentuk obligasi BLBI.

Ini sudah sangat jelas dan mesti segera diadili baik secara sendiri dan bersama-sama. Hal ini dikarenakan dalam putusan tervonis Paul Soetopo, korupsi itu dilakukan secara bersama-sama. "Kami melihat ada kesalahan Boediono, kalau memang kolektif kolegial dia masih bisa berlindung. Tapi kalau kesalahan kedua, dia tidak bisa mengelak, karena MA mengatakan korupsi itu dilakukan bersama-sama, ini menyangkut pada vonis Paul Soetopo. Kenapa Boediono tidak diproses, siapa Boediono, kenapa begitu kebalnya dia. Itu disposisi mereka berdua Paul Soetopo dan Boediono," ungkap Suryono.

Dia menambahkan, keterlibatan Boediono sudah jelas dan dapat dibuktikan dugaan perannya yang melakukan tindak pidana pasal 1 ayat (1) sub b jo.pasal 28 ji.Pasal 34 sub c Undang-undang No 3 tahun 1971 jo. Pasal 55 ayat (1)ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP jo. Pasal 43 A undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahaan undang-undang no 31 tahun 1999 tentang Tipikor.

"Sudah sangat pantas apabila penyidik Kejaksaan segera melakukan penyidikan terhadap Boediono dikarenakan keterlibatan yang bersangkutan secara terang benderang dalam kasus ini, " ujarnya. Suryono.

Peran Intelijen

Pengamat intelijen Umar Abduh mengatakan, peran serta Boediono dalam memasuki dunia perekonomian Indonesia tidak lepas dari campur tangan pihak intelijen dimana intelijen ini yang memasukkan Boediono dalam lingkaran perekonomian Indonesia.

Ini disebabkan adanya "pertarungan" intelijen Soeharto dan intelijen anti Soeharto, kemudian intelijen anti Soeharto memasukkan Boediono pada tahun 1993 hingga 1997 untuk menjatuhkan Soeharto. ”Boediono ditugaskan intelijen untuk meruntuhkan Soeharto dan melalui kasus BLBI inilah akan bisa menjatuhkan Soeharto. Oleh karena itu, Boediono berperan sangat besar di pemberian BLBI terhadap 18 bank itu,” kata Umar.

Menurut dia, intelijen yang mempunyai nasionalisme dan punya moral berusaha memasukkan Boediono sebagai bagian operasi melawan kroni Soeharto maupun kroni berikutnya. Intelijen nasional ini melakukan perlawanan menghancurkan Soeharto. ”Boediono sangat berperan sangat penting dalam kekuasaan, termasuk dia menjadi wapres yang merupakan setting dari intelijen,” ungkap dia.

Lebih lanjut lagi, dia menjelaskan Boediono dipilih oleh intelijen dikarenakan tidak dicurigai publik karena penampilannya sederhana. Dengan kesederhaanan itu lah maka Boediono lebih dipercaya oleh semua pihak. Boediono juga merupakan orang yang mudah diatur, tetapi dia sendiri tidak mengetahui bahwa setting ini bisa menjebak diri sendiri.”Sampai sekarang Boediono masih dilindungi oleh intelijen yang tidak suka dengan Soeharto dan SBY,” jelasmya. mohar/ria/rin

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…