Menagih Janji Swasembada Gula - Tiga Kunci Menuju Revitalisasi Industri Gula Nasional

Tingginya konsumsi gula dalam negeri, menjadi alasan klasik pemerintah harus mengimpor gula dari negera tetangga. Terlebih produksi gula dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan total konsumsi domestik, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri. Saat ini konsumsi gula sudah menjadi kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat, baik untuk membuat minuman atau sebagai bahan pendukung masakan.

Jadi tidak berlebihan jika tiada hari tanpa gula. Bersamaan dengan itu, hampir seluruh industri makanan dan minuman dengan berbagai jenis dan skalanya pun seolah tak memiliki energi bila tidak didukung oleh ketersediaan gula. 

Asal tahu saja, secara nasional kebutuhan gula untuk konsumsi rumah tangga saja mencapai sekitar 2,97 juta ton Gula Kristal Putih (GKP) per tahun, atau sekitar 250 ton per bulan. Detilnya, konsumsi gula kristal putih masyarakat Indonesia itu adalah 12 kg/perkapita/tahun. Jumlah ini pun sangat dimungkinkan mengalami kenaikan pada beberapa moment tertentu, seperti pada hari-hari besar keagamaan. Sebab, pada saat-saat itu konsumsi pasti meningkat.

Menyikapi tingginya permintaan konsumsi gula nasional yang tidak seimbang antara kapasitas produksi, pemerintah masih mengambil sikap reaktif dengan cara yang lebih gampang berupa impor gula. Bila sudah bicara impor gula, maka pihak Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) yang paling lantang menolak impor gula karena akan menjatuhkan harga gula dalam negeri. Selama ini, ketidakseimbangan antara produksi dan kebutuhan gula kristal putih juga merupakan penyebab harga gula fluktuatif.

Kini dalam rangka meningkatkan produksi gula nasional dan memutus ketergantungan impor gula, pemerintah mempunyai komitmen besar untuk melakukan swasembada gula dengan terus melakukan revitalisasi industri gula. Dahulu, Indonesia pernah mencapai kejayaan dalam produksi gula sebagai salah satu negara penghasil gula terbesar di dunia, dengan tingkat produksi gula tiga juta ton gula pasir pertahun. Sementara awal tahun 1930an, di pulau Jawa menjadi surga produsen gula tebu terkemuka di dunia dengan mencakup 200 ribu hektar lahan pertahian yang memasok tebu bagi 178 pabrik gula.

Revitalisasi

Kata Menteri Perindustrian MS. Hidayat, butuh 300.000 hektar lahan guna memuluskan swasembada gula. Pasalnya, jika tambahan areal perkebunan tersebut terealisasi, Indonesia bisa mencapai swasembada dengan produksi 5,7 juta ton. Saat ini areal perkebunan tebu mencapai 450 ribu hektare, “Dalam rangka swasembada gula yang sudah terhambat lebih dari dua tahun, kita membutuhkan sekitar 300.000 hektar lahan yang sekarang ini coba direalisasi,”ujarnya.

Nantinya, lahan seluas 300.000 hektar terdiri dari 18 lokasi yang seluruhnya berada di luar Pulau Jawa, yakni Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Papua. Per lokasinya kurang lebih sekitar 20.000 hektar lahan dengan skema inti plasma agar masyarakat sekitar bisa ikut terlibat.

Pemerintah berharap restrukturisasi industri gula bisa selesai sebelum 2014 karena perannya strategis untuk mencapai swasembada. Swasembada gula yang diharapkan pemerintah tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, tetapi juga industri dalam bentuk gula rafinasi.

Menurut Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen, revitalisasi pabrik gula sangat diperlukan untuk menggenjot produksi. Tujuannya untuk meningkatkan angka rendemen (perbandingan kadar gula terhadap berat tebu giling). Saat ini, angka rendemen rata-rata pabrik gula di Indonesia sebesar 6% hingga 7%, “Jika rendemen ditingkatkan menjadi 11%, produksi bisa dua kali lipat,”ungkapnya.

Rendahnya angka rata-rata rendemen gula ini muncul karena pabrik gula di Indonesia sudah terlalu tua. Revitalisasi tidak hanya menyangkut mesin produksi, tetapi juga meliputi gudang penyimpanan dan sumber daya manusia.

Soemitro menjelaskan dengan usia pabrik yang tergolong tua, pabrik gula Indonesia tidak mampu meningkatkan angka rendemen. Padahal, peningkatan angka rendemen sangat signifikan untuk menggenjot produksi gula. Sebagai informasi, pabrik gula di Thailand mampu menerapkan angka rendemen hingga 11% sampai 12%. Hal ini menyebabkan produksi gula Thailand menjadi sangat tinggi.

Tingkatkan Rendemen

Dengan angka rendemen sebesar 6%, kata Soemitro, total produksi gula nasional diperkirakan mencapai angka 2,9 juta ton. Produksi ini dihasilkan dari sekitar 240 ribu hektare lahan tebu yang tersebar di sejumlah wilayah. Tahun lalu, total produksi gula nasional hanya mencapai angka 2,7 juta ton. Padahal, jika angka rendemen mampu ditingkatkan menjadi 10% hingga 11%, produksi gula nasional bisa ditingkatkan menjadi 4,4 juta ton. “Revitalisasi ini membutuhkan political will pemerintah,”ujarnya.

Dalam roadmap swasembada gula 2010-2014, pemerintah memproyeksikan produksi gula pada 2011 sebesar 5,17 juta ton, 2012 sebesar 5,34 juta ton, 2013 sebesar 5,52 juta ton dan 2014 mencapai 5,7 juta ton. Sementara sasaran swasembada gula sebesar 5,7 juta ton akan diperoleh dari pabrik gula yang ada sebesar 3,57 juta ton yaitu 2,32 juta ton dari pabrik gula BUMN dan 1,25 juta ton pabrik gula swasta. Selain itu juga harus ada tambahan gula dari pembangunan 10-25 pabrik gula baru sebanyak 2,13 juta ton.

Menurut pemerintah, untuk mencapai swasembada gula 2014 terdapat empat langkah strategis pertama peningkatan produksi dan produktivitas tebu, revitalisasi pabrik gula yang sudah ada dan penambahan 10-25 pabrik gula baru, penyediaan lahan perkebunan tebu dan penyediaan lahan perkebunan tebu.

Bagi Dirut PTPN X Subiyono, ada ada tiga kunci untuk mencapai revitalisasi industri gula nasional. Yaitu efisiensi, diversifikasi, dan optimalisasi. Inefisiensi, lanjutnya, merupakan masalah vital dalam industri gula nasional, “Banyak bagian dari tebu yang terbuang saat proses pengolahan di pabrik gula. Harus dilakukan mapping di sistem off-farm untuk mengetahui di bagian mana ada inefisiensi," ungkapnya.

Efisiensi BBM

Dirinya mengklaim, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X berhasil menghemat BBM dalam jumlah signifikan. Pada 2008, pabrik gula milik PTPN X mengeluarkan dana BBM sekitar Rp 128 miliar, kemudian berhasil ditekan menjadi Rp 59 miliar pada 2009. Tahun berikutnya, bisa ditekan ke level Rp 30 miliar, dan tinggal Rp 8 miliar pada 2011.Terkait diversifikasi, Subiyono mengatakan, sudah saatnya pabrik gula juga serius untuk produk non gula.

Menggarap produk turunan tebu sangat penting mengingat setiap batang tebu tak hanya mengandung gula, tapi juga berbagai macam jenis yang bisa dimanfaatkan secara ekonomis, “Industri ini sudah saatnya bertransformasi menjadi industri berbasis tebu (sugarcane based industry) yang menggarap dari hulu ke hilir,”tuturnya.

Untuk optimalisasi kapasitas giling yang menjadi kunci ketiga harus dilakukan untuk menggenjot produktivitas. Sebanyak 62 pabrik gula yang ada di Indonesia saat ini berkapasitas giling 205.000 ton tebu per hari (TCD). Dengan asumsi rendemen 8,5% dan hari giling 170 hari, maka produksi gula seharusnya bisa menembus 2,96 juta ton. Saat ini produksi gula baru berkisar 2,3 juta ton. "Artinya, kapasitas belum dioptimalkan," katanya.

Selain itu, salah satu upaya yang dijalankan PTPN X untuk mendukung swasembada gula adalah dengan mengoptimalkan usaha baik secara on farm maupun off farm. Yang on farm seperti memperbaiki komposisi varietas dan pembinaan untuk perlakuan yang baik pada tanaman tebu.

Sedangkan yang off farm dengan melakukan efisiensi, in house keeping menanamkan budaya kerja karyawan untuk lebih bersih, dan memerhatikan risiko limbah minimal dan efisiensi. Dari sisi perluasan lahan, PTPN X sudah menambah sekitar 3.000 hektare lahan baru. Jika tahun lalu ada lahan perkebunan tebu seluas 70.924 hektare, tahun 2013, BUMN perkebunan ini berniat menambah luas lahan menjadi 76.000 hektare, dengan pembukaan lahan tebu rakyat di Tuban, Bojonegoro, dan Madura.

Sekretaris Perusahaan PTPN X, M Cholidi pernah bilang, nantinya 2014 di limit waktu swasembada gula, PTPN X menargetkan memberikan kontribusi produksi gula sebesar 578.000 ton, “Di tahun 2013, kita menargetkan produksi gula pada 2013 mencapai 538 ribu ton naik dari estimasi hasil produksi gula pada 2012 sebesar 494 ribu ton,”paparnya.

Target ini seiring beberapa rencana aksi korporasi tahun depan, yakni perluasan lahan area tanam tebu dan optimalisasi kapasitas terpasang mesin produksi pada 11 pabrik gula di bawah naungan PTPN X. Untuk menyokong target tersebut, PTPN X mempersiapkan belanja modal sebesar Rp 960 miliar.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…