Pengusaha Protes Pembatasan Gerai Waralaba

NERACA

 

Jakarta - Rencana pemerintah untuk menerapkan pembatasan gerai di bisnis waralaba restoran mendapat protes keras dari pengusaha yang tergabung dalam Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI).

Menurut WALI dari skema aturan yang akan dikeluarkan Kementerian Perdagangan tersebut dianggap diskriminatif dan merendahkan pengusaha kecil. Ketua Dewan Penasehat WALI Amir Karamoy menyatakan letak diskriminasi pemerintah ada pada penggunaan modal sebagai dasar membatasi gerai waralaba restoran.

Dalam kebijakan yang nantinya tertuang lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) itu, pemerintah memakai besaran modal Rp 10 miliar untuk menentukan apakah dilakukan pembatasan gerai atau tidak. "Jangan ada diskriminasi, kalau dibatasi jangan berbasiskan investasi dong. Kalau yang besar diperbolehkan lebih besar, berarti kita melanggar prinsip, katanya dulu maksudnya (muncul aturan waralaba) untuk pemerataan," ujar Amir di Jakarta, akhir pekan lalu.

Merujuk rancangan Kemendag, waralaba restoran seperti KFC atau McDonald, harus menyediakan dua paket investasi, yakni di bawah Rp 10 miliar dan di atas Rp 10 miliar. Untuk restoran bersistem waralaba yang modalnya butuh lebih dari Rp 10 miliar, pembatasan akan lebih longgar.

Sebaliknya, jika modal membeli franchise sebuah rumah makan hanya Rp 100 juta, pembatasan ketat bakal berlaku. Pemerintah beralasan adanya pembedaan itu lantaran modal Rp 10 miliar sulit disediakan masyarakat kebanyakan.

WALI menganggap sikap Kemendag merendahkan pengusaha menengah ke bawah, seakan mereka tidak bisa mengupayakan penghimpunan modal. "Siapa bilang tidak banyak yang bisa (mencari Rp 10 miliar), modal kan bisa bergabung pengusaha kecil bisa cari modal lewat bank atau menggabungkan diri. Kalau falsafah pemerataan yang dipakai, ya sudah dijalankan jangan diperketat," paparnya.

Amir menyatakan anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) banyak yang mengeluhkan rencana waralaba restoran ini. Mereka tidak pernah dilibatkan pemerintah dalam pembahasannya. Karena itu, dia yakin aturan ini ketika nanti keluar malah akan merugikan dunia usaha dan menghambat pertumbuhan usaha restoran waralaba. "(Pengusaha) tidak pernah sama sekali dilibatkan, jadi saya yakin aturan ini akan berdampak buruk dan menjadi kesalahan terbesar Menteri Perdagangan Gita Wirjawan," kata Amir.

Pembatasan Gerai

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tentang waralaba restoran ini akan melengkapi Permendag Nomor: 68/M-DAG/PER/10/2012 yang sebelumnya mengatur waralaba jenis usaha toko modern ritel seperti minimarket dan supermarket. Pembatasan gerai dilakukan agar semakin banyak pihak bisa memiliki waralaba dan menghindarkan monopoli.

Sebelumnya, Kemendag berniat merombak total aturan bisnis tentang waralaba di Indonesia. Rencana perubahan aturan itu dilakukan untuk menyikapi kehadiran waralaba bisnis asing yang kian menggurita. Kemendag menilai Permendag No 31 tahun 2008 tentang waralaba yang saat ini masih dipakai sudah tidak relevan lagi. “Ini bentuk evaluasi dampak positif dan negatif kehadiran waralaba asing yang kian menggurita, agar nanti tidak mematikan pasar dalam negeri,” kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi.

Bayu mengungkapkan, aturan perubahan waralaba itu akan mengatur jumlah gerai waralaba asing yang akan berinvestasi di Indonesia. Gerai waralaba asing itu, nantinya tidak boleh melewati batas ketentuan, walaupun banyak peminatnya. “Waralaba asing tidak bisa langsung membuka gerai sebanyak-banyaknya. Kebijakan ini bukan memproteksi waralaba lokal, justru kami meniru ketentuan yang sudah lama diberlakukan di negara asal waralaba asing itu,” tukas Bayu.

Dia juga menjelaskan, aturan perubahan waralaba ini juga akan mengatur lebih detail perbedaan bisnis waralaba dengan kemitraan alias business opportunity. Tak hanya itu, Kementerian Perdagangan juga akan membedakan kriteria waralaba atau non waralaba dengan pemberian logo khusus. Jika bisnis itu merupakan waralaba, maka pemerintah akan memberikan logo khusus “Waralaba,” tetapi jika usaha itu bukan waralaba atau kemitraan, maka diberikan logo “Non Waralaba.”

Dengan perubahan aturan itu, pemerintah berharap lebih mudah mengawasi dan melakukan pembinaan, terutama waralaba-waralaba domestik. Bayu mengaku, rancangan aturan itu sudah dibahas dengan para pihak terkait waralaba. “Kami akan menuliskan aturan (tentang waralaba) dalam pasal-pasal yang lebih cermat. Sehingga penerapan di lapangan nantinya bisa berjalan dengan baik,” kata Bayu.

Hal senada juga disampaikan oleh Gunaryo, Direktur Jendral Perdagangan Dalam Negeri (DJPDN) Kementerian Perdagangan. “Penataan ulang kebijakan akan kami lakukan tahun ini, waralaba-waralaba asing kami tata biar tidak lagi monopoli,” terang Gunaryo.

Gunaryo berharap, agar pemilik merek waralaba asing tidak lagi memberikan hak monopoli waralaba kepada satu perusahaan saja. Jika nanti hak monopoli ini dilarang, maka pemilik waralaba asing dilarang memberikan hak ekslusif pengelolaan merek pada satu perusahaan saja.

Waralaba Lokal

Selain itu, dia juga ingin agar pemerintah daerah segera membantu pendirian waralaba lokal. Selain bisa membantu pada perizinan, pemerintah daerah bisa melakukan pembinaan, pemberian fasilitas sehingga bisa bersaing dengan waralaba asing. “Kami lakukan ini agar ada peluang usaha di dalam negeri berkembang dan bisa bertahan lama,” jelas Gunaryo.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Arie Budiman mengumumkan akan menata ulang gerai 7 Eleven yang menjamur di Jakarta. Gerai yang izinnya tidak lengkap atau peruntukannya tidak sesuai bisa dikenakan dua sanksi, yaitu relokasi atau penutupan. Dasar hukumnya adalah Instruksi Gubernur Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penataan dan Penertiban Minimarket dan 7 Eleven. Setelah proses inventarisasi selesai bulan lalu, Arie mengatakan akan melakukan verifikasi lebih dulu. “Hasilnya akan dikirim ke dinas terkait, seperti Dinas Tata Ruang, Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B), termasuk ke masing-masing wilayah,” ujar Arie.

Arie mencatat saat ini ada 59 gerai 7 Eleven di Jakarta (bukan 57 seperti yang diberitakan sebelumnya). Sekarang ini, lanjutnya, baru 15 gerai yang izinnya lengkap dan lokasinya sesuai peruntukan. Berarti, sisanya sebanyak 44 gerai belum memenuhi ketentuan. Dengan rincian empat gerai sudah sesuai peruntukan tapi masih dalam proses melengkapi izin, 28 gerai juga sudah sesuai peruntukan tapi belum ada izin, dan 12 gerai lainnya melanggar syarat izin maupun peruntukan.

BERITA TERKAIT

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…