Konsumsi Minuman Ringan Ditaksir 22 Miliar Liter

NERACA

 

Jakarta - Daya beli masyarakat yang meningkat dan peningkatan pendapatan per kepaita menjadi pendorong pertumbuhan konsumsi minuma ringan. Maka tak ayal, Asosiasi Minuman Ringan (Asrim) memperkirakan konsumsi minuman ringan hingga akhir tahun ini mencapai 22 miliar liter atau mengalami pertumbuhan sekitar 8,3%.

"Untuk tahun ini, kami memproyeksikan pertumbuhan minuman ringan mencapai 8,3% atau mencapai 22 miliar liter," ungkap Ketua Umum, Farchad Poeradisastra di Jakarta, Rabu (23/1).

Pertumbuhan konsumsi minuman ringan di Indonesia telah mendorong para produsen minuman ringan untuk ekspansi besar-besaran. Tercatat sebanyak 7 produsen makanan dan minuman serta farmasi akan melakukan ekspansi dan beberapa yang mengakuisisi di industri minuman yang memang telah menunggu sejak tahun lalu.

Ketujuh produsen yang melakukan ekspansi dan akuisisi di sektor minuman adalah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Garudafood Putra Putri Jaya, PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk (ULTJ), PT ABC President Indonesia, PT Sinar Sosro, dan PT Nestle Indonesia. Tujuan ekspansi dan akuisisi itu untuk menangkap peluang pertumbuhan penjualan serta meningkatkan pangsa pasarnya. Kalbe Farma berekspansi bisnis minuman ringan dengan mengakuisisi 100% saham Hale International, produsen minuman jus siap saji, senilai Rp100 miliar.

Menurut dia, kenaikan permintaan minuman ringan juga telah ditopang oleh pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan. "Peningkatan pendapatan akan menumbuhkan daya beli masyarakat dan pertumbuhan konsumsi karena Indonesia menjadi negara alternatif tujuan ekspor minuman ringan dari sejumlah negara," paparnya.

Kena Cukai

Dikala konsumsi minuman ringan meningkat cukup signifikan, akan tetapi pemerintah berencana untuk mengenakan bea cukai terhadap minuman berkarbonasi. Pemerintah beralasan pengenaan cukai tersebut untuk pengendalian konsumsi, pengawasan peredaran dan minuman berkarbonasi menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup.

Plt. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan saat ini terdapat 71 negara yang menerapkan cukai atas minuman bersoda. Misalnya, Amerika Serikat, Laos, Thailand, India, Singapura, dan Meksiko. "AS adalah negara yang pertama kali mendorong cukai untuk minuman bersoda dan sekarang mereka menjadi major producer," katanya.

Kementerian Keuangan mengajukan lima alternatif tarif cukai spesifik yang akan dikenakan kepada minuman ringan berkarbonasi yang berpemanis (MRKP) dengan kisaran tarif sebesar Rp1.000-Rp5.000/liter. Skenario pengenaan cukai atas minuman bersoda, kata Bambang, dilakukan dengan menetapkan tarif cukai spesifik, bukan menetapkan persentase tertentu atas harga jual. "Kami usulkan lima alternatif tarif cukai. Pertama, Rp1.000, Rp2.000, Rp3.000, Rp4.000, dan Rp5.000 per liter," tuturnya.

Apabila tarif yang dikenakan Rp1.000/liter atau 12% dari harga jual, papar Bambang, dampaknya terhadap harga jual minuman bersoda kemasan botol 1500 ml adalah kenaikan harga jual dari Rp12.000 menjadi Rp13.500. Sedangkan penetapan tarif cukai minuman bersoda sebesar Rp3.000/liter atau 35% dari harga jual, menyebabkan kenaikan harga jual minuman bersoda kemasan botol 1500 ml dari Rp12.000 menjadi Rp15.000. "Ini kan usulan, kalau terlalu rendah untuk apa dikenakan, kalau terlalu tinggi nanti kaget semuanya, konsumen dan produsen," ujarnya.

Mengutip data Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPPMI) pada 2012, konsumsi minuman bersoda diproyeksi mencapai 790 juta liter dan nilai omset sebesar lebih dari Rp10 triliun. Dengan asumsi tersebut, potensi penerimaan dari cukai minuman bersoda diperkirakan berada pada kisaran Rp790 miliar--Rp3,95 triliun. "Apabila tarif cukai yang dikenakan Rp3.000/liter atau 35% dari harga jual, potensi penerimaan diproyeksi sebesar Rp2,37 triliun/tahun," katanya.

Bambang menambahkan konsumen minuman bersoda menjadi subjek cukai ini. Sedangkan pengusaha pabrik/produsen dan importir minuman bersoda menjadi wajib cukai minuman bersoda. Adapun pelunasannya, imbuh Bambang, akan ditandai dengan pemberian bar code. Metode ini dinilai mudah dan murah untuk diterapkan. Berdasarkan estimasi pemerintah, administrasi dan pengawasan cukai atas minuman bersoda membutuhkan biaya sebesar Rp300 miliar.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asrim Suroso Natakusumo menolak pengenaan cukai terhadap produk minuman berkarbonasi. Pasalnya pengenaan cukai untuk minuman bersoda tidak memenuhi karakteristik produk layak dikenakan cukai berdasarkan UU No 23/2007. Selain itu, lanjutnya, minuman bersoda tersebut tidak memberi dampak negatif apapun bagi masyarakat, baik dari segi moral maupun kesehatan. Bahkan, kata dia, pedagang asongan dan pedagang kecil yang jumlahnya banyak, 80% menjual produk minuman jenis ini. "Jadi secara prinsip minuman ringan bukan produk yang layak dikenai cukai, minuman ringan banyak dijual oleh pengusaha kecil, bersifat elastis dalam harga, dan industri minuman ringan memiiliki rasio pengganda tenaga kerja," kata Suroso.

Lebih lanjut Suroso menyatakan, seluruh proses produksi minuman bersoda ini juga dilakukan dengan standar mutu yang sesuai standar global dan bahan bakunya semua sesuai dengan aturan keamanan pangan yang ditetapkan oleh instansi berwenang atau dalam hal ini Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Sehingga bagaimanapun juga menuman jenis ini adalah aman untuk dikonsumsi. "Jadi beda dengan minuman alkohol ya, minuman bersoda telah memenuhi standar halal dan disertifikasi halal yang berwenang oleh LPPOM MUI dan diaudit secara berkala. Para produsen juga memenuhi ketentuan pemerintah dalam pelestarian lingkungan," ujarnya.

Ahli Gizi dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Made Astawan, mengatakan dilihat dari nilai gizinya jumlah gula dan kalori dalam minuman bersoda kira-kira sama dengan yang terdapat dalam banyak jus buah, meski jus sering kali mengandung nutrisi tambahan seperti vitamin dan mineral. Sedangkan apapun yang dikonsumsi, lanjutnya, adalah harus diimbangi dengan pengetahuan yang cukup. "Jadi todak ada makanan baik dan buruk. Tapi bagaimana menyusunnya jadi suatu diet yang baik. Semua makanan dan minuman itu dapat kita nikmati, selama dengan kombinasi yang seimbang dan didukung dengan aktivitas fisik cukup," kata Made.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…