Maaf, Belum Ada Polis Asuransi Khusus Banjir

Jakarta – Meski Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sudah menyebutkan kerugian yang ditimbulkan akibat banjir yang melanda ibukota kali ini diperkirakan totalnya mencapai sebesar Rp20 triliun, namun kalangan perusahaan asuransi menegaskan tidak akan meng-cover seluruh nilai kerugian tersebut.

“Keadaan kita sekarang ini masih belum ada produk yang meng-cover risiko karena banjir secara mandiri. Maka dari itu, biasanya perusahaan asuransi meng-cover dan dikategorisasikan sebagai kerugian yang diperluas. Dalam arti bukan produk khusus kerugian banjir, akan tetapi hanya dimasukkan sebagai salah satu klausul perlindungan dan ganti rugi dari asuransi kerugian umum”, ungkap Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Kornelius Simanjuntak kepada Neraca, Selasa (22/1).

Yang di-cover itu, menurut Kornelius, adalah seluruh harta benda yang memang diasuransikan. Misalnya, properti beserta isinya, kendaraan bermotor yang memang diasuransikan kepada perusahaan asuransi, dan sebagainya.

“Kalau Gudang dan isinya juga dapat dicover bahkan jika bangunan atau harta benda kotor akibat banjir mendapatkan treatment dan atau penggantian jikalau memang diasuransikan. Dan yang terpenting adalah definisi banjir sekarang ini bisa dikategorisasikan sebagai salah satu bencana sehingga banyak permintaan untuk membuat asuransi banjir secara mandiri”, tandas Kornelius.

Bahkan, Kornelius menyebutkan bahwa asuransi banjir merupakan salah satu produk komersial yang mempunyai nilai potensial. Akan tetapi, dalam asuransi mempunyai prinsip dasar yakni gotong-royong dimana antara nasabah asuransi dengan perusahaan asuransi mempunyai prinsip saling menguntungkan. “Tiap risiko harus dihitung secara mandiri, sehingga ada data yang dapat dipertanggungjawabkan. Kami masih menata hal tersebut agar mendapatkan hitungan yang pas sehingga muncul premi yang tepat dan polis yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan”, tukas dia lagi.

Penegasan serupa diberika Wakil Ketua AAUI Budi Hartono Purnomo. Menurut dia asuransi kendaraan bermotor secara umum tidak meng-cover banjir, kecuali dalam produk tersebut ada perluasan. Ada beberapa perusahaan asuransi yang mengcover banjir tapi ada penyesuaian jika ada air masuk ke mesin, maka tidak dijamin, jikalau memang ada klausul tersebut. “Kalau tidak tegas klausulnya maka debatable, dan asosiasi mengimbau kepada perusahaan asuransi yang punya perluasan banjir tapi tidak tegas klausulnya, maka harus dibayar asalkan juga diverifikasi dengan jelas”, ujarnya, kemarin.

Bahkan, Budi menegaskan bahwa wilayah yang merupakan langganan banjir sama sekali tidak akan mendapat penggantian asuransi. “Jadi, kalau misalnya Pluit, Kalibata, Cipinang Muara selalu banjir, maka tidak bisa diganti oleh asuransi, Jadi pemerintah, masyarakat tidak boleh marah karena asuransi itu adalah kerugian atau kehilangan yang tidak terduga. Jadi, kalau yang pasti, tidak bisa dijamin”, tegas Budi.

Budi mencontohkan Jepang. Disana, kata Budi, bencana alam seperti gempa sering terjadi dan itu tidak bisa ditutup asuransi. “Tapi, pasti ada kerugian. Di Jepang, jika terjadi gempa hanya diganti 60%, sedangkan 40% sisanya ditanggung sendiri. 60% itu dibayar oleh pemerintah dan asuransi. Jadi, sistemnya tanggung renteng karena sudah pasti. Siapa sih yang mau kalau nasabah hanya bayar sejuta tapi perusahaan asuransi ditagih satu miliar? Jadi, masyarakat sudah sadar dengan sendirinya di Jepang”, ujarnya.

Budi mengakui, ada pikiran dari industri untuk membuat produk asuransi banjir di daerah langganan banjir. Tapi, masalahnya, apakah konsumen mau membayar preminya? “Jelas, pasti mahal. Karena yang ditanggung itu banyak perhitungan. Tetapi, jikalau klaim tersebut sudah terlanjur dikeluarkan perusahaan asuransi, maka perusahaan harus segera dibayar. Di Jepang diatur bahwa jika terjadi bencana maka warganya tahu bahwa mereka tidak di-cover secara full”, jelas Budi lagi.

Kornelius menambahkan, sudah ada peta pada model untuk flood model insurance. Tapi, petanya berubah-ubah. Oleh karena itu, juga tidak tepat kalau juga tidak menyusun dan mengasuransikannya. “Dengan pengalaman yang terjadi maka kami yakin peta banjir semakin lengkap dan memperkaya database kami dalam menyusun peta. Kalau pentarifannya, maka salah satu acuannya apakah lokasi tersebut. Ada tiga katagori utama sebagai dasar kami dalam merencanakan tarif. Pertama, langganan terkena banjir tetapi hanya lima tahunan, lalu hanya terkena banjir sekali, terakhir yang memang selalu terkena banjir setiap tahun”, jelas Kornelius.

Sementara itu, Dewan Komisioner OJK bidang Keuangan Non-Bank Firdaus Djaelani mengatakan, asosiasi asuransi harus menyiapkan flood model agar jelas produknya, sehingga ketika pihaknya menyusun dan merumuskan dapat segera terealisasi. “Akan tetapi harus ada statistiknya. Kami juga meminta agar asosiasi menyiapkan statistik sehingga lebih tepat dalam penentuan tarif, agar tidak kemahalan dan membebani konsumen”, ujarnya, kemarin. dias/rin

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…