Industri Petrokimia Bisa Tumbuh Hingga 7%

NERACA

 

Jakarta - Pertumbuhan industri kimia dasar diprediksi bisa mencapai 6-7%. Hal ini lantaran pertumbuhan industri kimia dasar seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terus membaik. Managing Director Federasi Industri Kimia Indonesia Ida Bagus Agra Kusuma menjelaskan bahwa pertumbuhan industri kimia dasar ditopang dengan naiknya kebutuhan bahan kimia dari masing-masing sektor industri. Misalnya seperti industri plastik yang diperkirakan naik 8% dan semen yang diproyeksi naik 10% hingga 14%. "Kenaikan kebutuhan akan membuat permintaan bahan kimia dasar seperti petrokimia meningkat," jelasnya di Jakarta, Senin (21/1).

Menurut dia, hingga saat ini suplai bahan baku petrokimia masih mengandalkan impor. Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan pasokan untuk dalam negeri, maka setidaknya Indonesia membutuhkan dua kilang baru untuk penyimpanan. "Sekarang kebutuhan petrokimia di dalam negeri tumbuh luar biasa. Kalau banyak petrokimia diproduksi, tentu akan meningkatkan daya saing sehingga lebih kompetitif," katanya.

Seperti diketahui, kebutuhan petrokimia dalam negeri diproyeksikan mencapai 5,5 juta ton pada 2016. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah mendorong pembangunan pabrik baru dengan menggandeng beberapa investor. Salah satunya, Honam Petrochemical Corporation, anak perusahaan raksasa Lotte Group asal Korea Selatan, yang siap merealisasikan proyek petrokimia di Cilegon, Banten, pada kuartal I/2013. "Kalau yang di Cilegon ini jadi, mungkin pada 2018 kita sudah bisa penuhi kebutuhan petrokimia," kata Agra.

Dapat Insentif

Sebelumnya, Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur (BIM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Panggah Susanto menjelaskan bahwa yang menjadi penghambat pembangunan kilang minyak untuk industri petrokimia adalah mengenai keterbatasan lahan dan infrastruktur. Padahal pembangunan kilang adalah syarat utama dalam memenuhi kebutuhan bahan baku industri manufaktur. "Saat ini penyediaan lahan dan infrastruktur bagi pembangunan kilang tidak mudah karena memerlukan kontribusi pemerintah daerah dalam penyediaan lahan," katanya.

Menurut dia, biaya investasi kilang sangat tinggi sehingga memerlukan skema pendanaan yang menarik. Untuk menarik minat investasi pembangunan kilang, menurut dia, pemerintah akan memberikan insentif pengurangan pajak seperti tax holiday, tax allowance dan pembebasan bea masuk barang modal. "Insentif tax holiday berdasarkan PMK Nomor 130 2011 tentang pemberian fasilitas pembebasan pajak penghasilan badan untuk lima sektor pioner, seperti industri logam dasar, kilang minyak, permesinan, sumber daya terbarukan dan peralatan komunikasi," ujarnya.

Ia juga mengatakan bahwa kali ini Kemenperin terus fokus pada pengembangan industri petrokimia nasional, guna memberikan nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Untuk itu, kata dia, sektor hulu akan mendapatkan fasilitas insentif seperti tax holiday selama 10 tahun. Hal ini dilakukan dengan alasan supaya bisa meningkatkan produksi dalam negeri dan mengurangi impor produk petrokimia.

Kata dia, hingga kini, kebutuhan produk petrokimia masih banyak yang diimpor, seperti polypropylene, butadiene, dan kondensat yang mencapai 5,5 miliar dolar AS per tahun. Sementara, produksi petrokimia di dalam negeri hanya mampu memasok setengah dari kebutuhan. Panggah menegaskan, guna mendorong pengembangan industri hulu, maka harus diusulkan untuk diberikan fasilitas fiskal berupa pembebasan pajak.

"Ada beberapa perusahaan yang telah diusulkan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menerima pembebasan pajak tersebut, antaralain adalah Chandra Asri," jelasnya. Namun demikian, Panggah optimis, pengajuan tersebut akan disetujui. Ini dikarenakan, sebelumnya telah dilakukan analisa dan pembahasan yang mendalam, terutama untuk mendorong pertumbuhan industri petrokimia dalam negeri.

Jika dihulu mendapatkan insentif, namun tidak untuk hilir dari industri petrokimia. Bahkan untuk indsutri hilir petrokimia telah bersiap-siap untuk menaikkan harga jual produk. Hal ini dilakukan lantaran terjadinya pelemahan rupiah terhadap dolar sehingga berdampak pada biaya impor bahan baku yang tinggi. Sekjen Asosiasi Industri Aromatik, Olefin dan Plastik (Inaplas) Fajar D Budiyono mengakui pelemahan rupiah memang cukup mengganggu di tengah kenaikan harga petrokimia global saat ini.

Platts Global Petrochemical Index mencatat harga petrokimia global naik 2% menjadi US$1.350 per ton pada Desember 2012. “Jadi, beban kami double. Kami beli bahan baku dalam dolar (dolar Amerika Serikat) dan menjual dengan rupiah,” katanya. Sekitar 60% bahan baku industri petrokimia harus diimpor, seperti polipropilena dan polietilena. Komponen bahan baku selama ini berkontribusi 80%-85% terhadap total biaya produksi.

Meskipun demikian, produsen tetap mempertahankan kapasitas produksi 2,4 juta ton per tahun untuk menutup konsumsi domestik produk plastik hilir, seperti karung dan shopping bag, sebanyak 3,1 juta ton per tahun. Sebanyak 700.000 ton sisanya dipenuhi dari impor. Produsen memilih menaikkan harga jual domestik sekitar Rp750-Rp1.000 dari harga saat ini sekitar Rp14.000 per kg untuk menyiasati kenaikan harga bahan baku dan  pelemahan rupiah. Fajar berharap pergerakan nilai tukar rupiah tidak terlalu fluktuatif sehingga memberi kepastian kepada pelaku usaha di subsektor industri petrokimia untuk menyusun rencana bisnis.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…