Tiga Masalah Hambat Industri Mamin

NERACA

 

Jakarta – Kementerian Perindustrian menargetkan pertumbuhan industri makanan dan minuman (mamin) bisa mencapai 9%. Namun demikian, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tersebut seperti masalah kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan kenaikan harga gas.

"Masalah-masalah seperti ini yang akan dihadapi oleh industri. Semua faktor tersebut juga bisa memperlambat pertumbuhan industri makanan dan minuman ungkap Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Direktorat Jenderal Agro Kementerian Perindustrian Faiz Ahmad di Jakarta, Rabu (16/1).

Dampaknya, lanjut dia, produsen makanan dan minuman cenderung menaikkan harga jual untuk menjaga margin laba. "Kenaikan harga terutama di industri makanan yang banyak menggunakan listrik dalam produksinya, seperti produk berbasis tepung dan kembang gula," paparnya.

Menurut dia, pada tahun lalu, pertumbuhan industri makanan dan minuman mencapai 8,6% dibandingkan 2011. "Hingga kuartal III 2012 industri makanan sudah (tumbuh) 8,6%, kami harap kuartal IV bisa mencapai dua digit mendekati 10%," ujarnya. Harga jual makanan dan minuman naik berkisar 10%-15% sejak awal kuartal I 2013. Kenaikan tersebut sebagai langkah konversi yang dilakukan produsen, akibat kenaikan biaya produksi pada tahun ini.

Peran Penting

Dirjen Agro Industri Kementerian Perindustrian, Benny Wahyudi menjelaskan bahwa industri makanan dan minuman termasuk tembakau memiliki peranan penting dalam pembangunan sektor industri terutama terhadap produk domestik bruto (PDB) industri nonmigas dibanding subsektor lainnya mencapai 35,73%. Ia  menjelaskan, selain industri makanan dan minuman maka industri alat angkut, mesin dan peralatan juga memberikan sumbangan cukup tinggi sebesar 228,12%, industri pupuk, kimia dan barang dari karet sebesar 12,27%.

Kemudian tekstil, barang kulit dan alas kaki yang mencapai 9,20%, barang kayu dan hasil hutan lainnya 4,80%, kertas dan barang cetakan 3,91%, semen dan barang galian bukan logal 3,38% dan logam dasar besi dan baja sekitar 1,91%.  Kondisi ini juga, lanjut Dirjen Agro Industri,didukung pula oleh pangsa pasar yang besar dengan pertumbuhan yang tinggi. Pada 2009 laju pertumbuhan mencapai 11,22%.

Namun pada 2010 merosot hanya 2,78%, dan pada 2011 kembali meningkat mencapai 9,19%. Benny Wahyudi mengatakan, pertumbuhan kumulatif industri makanan, minuman, dan tembakau pada kuartal kedua 2012 sebesar 7,03% mengalami kenaikan dibanding laju pertumbuhan kumulatif triwulan kedua pada 2011 hanya 6,93%.

Kalau dilihat dari penerimaan devisa sektor industri nonmigas melalui ekspor, industri makanan dan minuman mampu memberikan sumbangan yang cukup berarti. "Pada 2011 nilai ekspor makanan dan minuman sebesar US$13,73 miliar  naik dibanding periode sama 2010 hanya US$9,26 miliar," katanya.

Impor tinggi

Meski demikian, lanjut dia, impor makanan dan minuman masih cukup besar mencapai US$1,94 miliar pada 2011, dan masih adanya ketergantungan terhadap bahan baku impor yang cukup besar diantaranya, gandum 5,6 juta ton, gula 2,7 juta ton dan biji kedelai dua juta ton. "Selain itu juga, Indonesia masih mengimpor lebih dari 70% bahan baku untuk industri pengolahan susu," ujarnya.

Ia menambahkan, pangsa pasar produk makanan dan minuman yang cukup besar tersebut akan mendorong tumbuhnya permintaan bahan tambahan pangan. "Saat ini saja lebih dari 30% kebutuhan bahan tambahan pangan (BTP) masih impor. Untuk itu kami mengundang investor untu menanamkan investasinya dibidang indusgtri BTP di Indonensia," katanya.

Menurut dia, sejumlah bahan tambahan pangan mulai dari pewarna, pemanis buatan, pengawet, penyedap dan pengawet rasa dan aroma, antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemutih, dn pematang tepung, pengemulsi hingga pengental masih diimpor dari Eropa, Amerika Serikat dan China. Oleh karena itu pengembangan industri ke depan harus fokus kepada penguatan seluruh rantai nilai agar tercipta pembangunan industri yang berkelanjutan dengan struktur industri yang kuat serta menghasilkan nilai tambah yang tinggi," katanya.

Tak Terpengaruh Krisis

Sementara itu, Ketua Komite Tetap Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Kadin Thomas Darmawan menjelaskan industri makan, minuman dan rokok akan tetap eksis di tahun 2013. Industri tersebut tidak terpengaruh dengan krisis yang melanda kawasan Amerika Serikat dan Eropa. Apabila industri otomotif, pakaian dan jasa terpengaruh dengan krisis global, tidak halnya dengan makanan dan minuman karena merupakan kebutuhan pokok manusia. Orang kaya butuh makanan, begitupula dengan orang miskin. “Ini industri tetap berpotensi pada 2013 dan tidak ada masalah. Saya lihat potensi industri makanan dan tembakau akan tumbuh antara 8-10%," kata Thomas.

Dengan industri makanan dan minuman, seharusnya Pemerintah Indonesia memanfaatkan peluang tersebut. Indonesia ujar Thomas memiliki modal dengan kekayaan alam berlimpah ruah dan tenaga kerja yang memadai.

Ia mengkalkulasi, penduduk dunia berjumlah 7 miliar orang, diantaranya penduduk Asia Pasifik berjumlah 3 miliar jiwa dan penduduk Indonesia berjumlah 240 juta jiwa. Kemudian penduduk miskin dunia berjumlah 1,1 miliar jiwa, penduduk miskin Indonesia 30 juta orang dan 2, 8 miliar jiwa penduduk dunia berpenghasilan dibawah US$2. "Mereka tetap butuh makan. Seharusnya ini dapat dimanfaatkan," tambahnya.

Pertumbuhan ekonomi yang berdampak positif untuk industri makanan, minuman dan rokok juga akan dirasakan oleh UKM. Indonesia merupakan salah tempat investasi yang tengah menjadi incaran negara-negara maju. Kendati pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dibawah baying-bayang China dan India, Indonesia tetap menjadi tempat yang menarik untuk investasi karena Indonesia masih memiliki lahan yang luas, dan kondisi keamanan yang terjamin.

Namun ia meminta pemerintah untuk tetap menjaga iklim investasi yang kondusif termasuk perbaikan infrastruktur. "Listrik dan BBM vital kalau dinaikan akan berdampak naiknya harga bahan baku, produksi dan harga jual. Akhirnya daya beli turun dan impor marak," tutupnya.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…