Aturan Pemda - Ketidakpastian Hukum Hambat Iklim Investasi

 

Ketidakpastian Hukum Hambat Iklim Investasi

NERACA

Jakarta - Iklim investasi bisa terhambat apabila ketidakpastian hukum masih terjadi. Salah satu yang dikeluhkan pengusaha adalah praktik korupsi di daerah yang masih juga ditemukan. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menjelaskan, kebijakan otonomi daerah yang bertujuan meningkatkan pembangunan pada kenyataannya justru menimbulkan masalah baru.

Hal ini karena adanya aturan-aturan dari pemerintah daerah (pemda) yang  menghambat masuknya arus modal, seperti perizinan pengadaan lahan dan sebagainya. "Kekhawatiran untuk berinvestasi karena ketidakpastian hukum. Apakah tidak bisa memperbaiki hukum yang ada (di daerah)?" ujarnya, Rabu (16/1).

Lebih lanjut, Sofjan menjelaskan, dengan adanya aturan hukum yang tumpang tindih di daerah maka banyak pengusaha yang tidak berani berinvestasi di bidang pertanian atau sumber daya alam. Selain itu, praktik korupsi di daerah yang masih banyak terjadi juga dinilai menjadi faktor penghambat investasi.

Dengan adanya ketidakpastian hukum di daerah, maka jumlah pengusaha yang benar-benar berniat berinvestasi menjadi semakin menyusut karena lebih banyak  pengusaha menjadi rent seeker. Selain itu, putusan pengadilan yang sudah lama ditetapkan juga dinilai tidak menjamin ketatapan hukum. "Sekarang, masalah tanah yang sudah 30 tahun diputuskan dalam peraturan, dipermasalahkan lagi," tukasnya.

Sofjan juga mengatakan, daerah yang berhasil sangat bergantung pada  pimpinannya. Namun, jumlah daerah yang berhasil dinilai sangat sedikit. Justru daerah miskin yang banyak menghambat investasi. Dia mengaku, dari 500 kepala daerah setingkat walikota atau bupati, hanya 20% yang mendukung investasi. Selebihnya dinilai tidak.

Kontribusi Kecil

Dihubungi secara terpisah, pengamat ekonomi Universitas Gajah Mada Revrisond Baswir berpendapat, para pengusaha sudah banyak dimanjakan dan diberi kemudahan fasilitas oleh aturan-aturan yang  ada. Namun kontribusi pengusaha terhadap pembangunan kesejahteraan  masyarakat dinilai masih kurang, dengan banyaknya masyarakat miskin di  sekitar proyek investasi atau pusat kegiatan usaha.

Oleh karena itu, Revrisond ingin supaya semua pihak berpegang pada UUD 1945 dalam menyikapi permasalahan terkait investasi dan juga peningkatan  kesejahteraan rakyat. "Jangan dibandingkan dengan negara maju. Di sana, pengangguran saja mendapat gaji. Jadi sebenarnya kita harus kembali ke khitah," pungkasnya.

 

BERITA TERKAIT

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…