LIPI: Penanganan Banjir Tak Bisa Sektoral

NERACA

Jakarta  - Penanganan banjir harus dilakukan secara terpadu karena akan sulit kalau hanya secara sektoral. Demikian dikatakan Deputi Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian Iskandar Zulkarnain.

"Selama ini kita terbiasa melihat sesuatu secara sektoral sehingga tidak mau mengurusi yang bukan sektornya. Perlu ada pihak yang mengintegrasi, tetapi pertanyaannya sekarang adalah siapa," kata Iskandar Zulkarnain di Jakarta, Selasa (15/1).

Karena terbiasa bersikap sektoral, kata dia, seringkali antarsektor terlibat konflik. Contohnya konflik kepentingan antarkementerian yang terjadi meskipun berada di bawah satu kementerian koordinator. Dia juga menyebutkan bahwa undang-undang yang berlaku di Indonesia saat ini masih banyak yang bersifat sektoral, bukannya nasional.

"Misalnya undang-undang tentang hutan. Bagaimana kalau di dalam hutan itu terdapat tambang padahal tentang tambang ada undang-undangnya sendiri? Kemudian bila ada tambang minyak di laut, menteri kelautan akan meminta supaya penambangan tidak merusak laut," katanya seperti dikutip Antara dalam suatu pelatihan tingkat Asia Pasifik.

Karena itu, dia menyarankan setiap sektor yang berkepentingan dalam suatu permasalahan tidak hanya mengambil pandangan berdasarkan sektornya saja. Sebab, penanganan masalah tidak akan berhasil bila hanya satu sisi.

Analisis Terintegrasi

Asia Pacific Centre for Ecohydrology (APCE-UNESCO) bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengadakan pelatihan penggunaan perangkat lunak Integrated Flood Analysis Sistem (IFAS) atau Sistem Analisis Banjir Terpadu di salah satu hotel di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

 

Pelatihan itu diikuti diikuti 29 peserta dari lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum, Balai Besar Wilayah Sungai dan pemerintahan daerah di Jawa dan Lampung.

IFAS merupakan perangkat lunak yang dikembangkan International Centre for Water Hazard Risk (ICHARM-UNESCO) yang berada di Jepang secara gratis. Perangkat lunak tersebut telah dipasang ke dalam perangkat komputer masing-masing peserta.

Peneliti senior ICHARM-UNESCO Seishi Nabesaka mengatakan, IFAS merupakan perangkat lunak yang harus dipasang ke dalam komputer yang memiliki jaringan internet. Sebagai sistem analisis banjir terpadu, IFAS dapat meramalkan potensi banjir yang akan terjadi dalam 24 jam.

"Ada 23 parameter dan data yang perlu dimasukkan ke dalam sistem untuk meramalkan datangnya banjir seperti, kondisi cuaca, kondisi iklim, curah hujan, debit air sungai dan lain-lain," katanya. (doko)

BERITA TERKAIT

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…