20 Juta Ton Hasil Tambang Tidak Kena Pajak

NERACA

Jakarta – Sekitar 20 juta ton hasil tambang tidak terkena pajak menyusul sudah dikeluarkannya ribuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk perusahaan-perusahaan tambang skala besar, menengah, dan kecil. Namun Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menyatakan kesulitannya menarik pajak dari perusahaan-perusahaan tambang skala menengah ke bawah, padahal potensinya lebih besar dibandingkan perusahaan tambang dengan kelas besar.

"Kalau yang besar-besar itu semua sudah bayar pajak. Potensi pajak yang kelas menengah ini besar," ungkapnya, Senin (14/1).

Kementerian Keuangan mencatat sekitar 11 ribu pemilik IUP belum membayar pajak sesuai aturan UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Selain itu, pemerintah juga tengah berupaya untuk mempercepat penyamaan aturan royalti pemilik IUP dengan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B).

Selama ini, bayaran royalti para pemegang IUP yang diterima pemerintah sekitar 3-7% atau lebih rendah dibandingkan royalti PKP2B sebesar 35%. Sekadar informasi, penyamaan besaran royalti antara IUP dengan PKP2B bertujuan untuk menekan terjadinya ekspor bahan tambang secara besar-besaran yang dilakukan pemegang IUP. Pasalnya, selama ini ekspor bahan tambang yang dilakukan IUP sulit dikendalikan. IUP lebih memilih ekspor karena besaran royaltinya lebih rendah dibanding PKP2B.

Utamakan Pendataan

Namun, menurut pandangan Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara, jika pemerintah serius ingin menarik pajak perusahaan-perusahaan tambang ini, pendataannya harus lebih diutamakan.

Menurut dia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan pemerintah daerah sebagai pihak yang bertanggung jawab tidak pernah serius menangani pendataan perusahaan-perusahaan tambang skala menengah ke bawah. "Ini merupakan cerita lama dan terus jadi masalah, dan terlihat tidak serius untuk dituntaskan," ujar Marwan.

Marwan mengatakan, akan sulit bagi Ditjen Pajak untuk menarik pajak dari sektor pertamabangan karena instansi yang harusnya mengawasi tidak bekerja dengan optimal. "Bagaimana mau minta pajak, kalau siapa yang mau dipajakin tidak ketahuan orangnya," tukasnya. 

Selain itu, kesalahan Ditjen Pajaklah dalam pemberian kepercayaan kepada pengusaha tambang dalam menyetor pajak. Menurut Marwan, besar kemungkinan tingkat penyelewengan berasal dari wajib pajak tersebut. "Perusahaan besar itu sudah benar belum nilai pajaknya. Belum lagi yang kecil. Izin nggak jelas dan banyak yang lolos. Sekarang ini, dibiarkan saja wajib pajak menghitung sendiri dan melaporkan sendiri. Makanya dikroscek dulu," pungkasnya.

 

BERITA TERKAIT

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…