APBN 2013 Tidak Pro Pertanian dan Perikanan

APBN 2013 Tidak Pro Pertanian dan Perikanan

NERACA

Jakarta – Alokasi APBN 2013 untuk sektor pertanian dan perikanan dianggap kurang mendukung pengembangan kedua sektor tersebut. Ketidakseriusan negara dalam membangun kedua sektor ini terlihat dari alokasi anggaran yang diberikan.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh penggiat LSM Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim dan Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yuna Farhan kepada Neraca belum lama ini.

“Untuk pertanian, kita tidak melihat sikap serius pemerintah maupun DPR terhadap sektor ini,” kata Yuna.

Dia menjelaskan, pada APBN 2013, Kementerian Pertanian adalah kementerian yang mengalami pemangkasan terbesar pada pembahasan RAPBN dibandingkan kementerian lainnya.

Pada RAPBN 2013, anggaran Kementerian Pertanian adalah Rp 19 triliun. Kemudian setelah dibahas DPR, anggaran dipangkas sebanyak Rp 1,2 triliun menjadi Rp 17,8 triliun pada APBN 2013. “Bahkan jika dibandingkan dengan APBN 2012, anggaran Kementerian Pertanian turun Rp 727 miliar,” ujar Yuna.

Kondisi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) agak lebih baik ketimbang Kementerian Pertanian jika dilihat dari perkembangan anggarannya dibanding 2012. Pada 2013, KKP memperoleh peningkatan APBN sebesar 18% menjadi Rp 7,07 triliun, dibandingkan APBN 2012.

Namun, tetap saja pemerintah dianggap belum pro terhadap sektor perikanan. Halim menjelaskan, idealnya, anggaran KKP setara dengan anggaran Kementerian Pertanian.

“Ingat, 70% wilayah republik ini lautan dan banyak ancaman yang selain mengganggu kedaulatan, juga menyebabkan kerugian negara, seperti praktek illegal fishing, penyelundupan manusia, dan seterusnya,” jelas Halim.

Sampai saat ini, sekitar 60-70% anggaran KKP dialokasikan untuk belanja barang dan belanja pegawai. Padahal, hasilnya justru melemahkan proses penyejahteraan nelayan. “Jika pos-pos ini diminimalisasi, barang tentu akan memberikan manfaat bagi nelayan,” kata Halim.

APBN 2013 juga tidak menunjukkan upaya negara untuk memberikan dukungan dan perlindungan terhadap petani maupun nelayan tradisional. Pertama, ditandai dengan tidak adanya koreksi dalam rangka mengatasi kebocoran subsidi, seperti pupuk bagi petani maupun bahan bakar bersubsisi bagi nelayan. Ini termasuk minimnya anggaran negara guna meningkatkan kapasitas adaptasi petani maupun nelayan terhadap perubahan iklim.

Padahal, catatan KIARA dalam 3 tahun terakhir menunjukkan jumlah nelayan tradisional yang hilang dan meninggal dunia di laut terus bertambah: 86 jiwa (2010), 146 (2011), dan 186 (Agustus 2012).

Hal ini tentu akan berimplikasi pada semakin minimnya akses nelayan tradisional atas wilayah tangkap tradisionalnya. Hal serupa juga terjadi di sektor pertanian yang ditandai dengan meluasnya gagal tanam dan panen.

Kedua, minimnya perlindungan terhadap nelayan ditandai dengan semakin mengecilnya kapasitas negara dalam mengatasi pencurian ikan. Hal ini dilakukan dengan cara menurunkan anggaran pengawasan di laut yang sekaligus berdampak pada menurunnya hari pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan menjadi 125 hari selama 2013, dari 180 hari pada 2012.

Kondisi ini menjadikan kapal pencuri ikan bebas keluar masuk perairan Indonesia. Catatan KIARA, sejak 2001 sampai Agustus 2012, sudah 2.469 kapal yang tertangkap. Di saat sumber daya ikan semakin menipis dan diperburuk dengan meningkatnya praktek pencurian ikan, pemerintah malah mengambil jalan pintas melalui impor ikan.

Kalau anggaran tak memadai bagi petani dan nelayan, masyarakat miskin lain tak akan bisa turut terbantukan. Bahkan, Indonesia sangat berpeluang terus menerus bergantung menjadi importir ikan, termasuk produk pangan lainnya di sektor pertanian.

 

BERITA TERKAIT

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…