Waspadai, Konglomerasi Perbankan Kuasai Hulu-Hilir

NERACA

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku terus melakukan upaya penyempurnaan pengawasan dan pengaturan regulasi lembaga jasa keuangan yang terintegrasi. Salah satunya mengawasi konglomerasi lembaga keuangan yang memiliki anak usaha yang bergerak di sektor industri jasa keuangan.

Terkait konglomerasi, Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Darmansyah Hadad, mengungkapkan bahwa OJK akan melakukan pengawasan terhadap konglomerasi yang terjadi pada sektor jasa keuangan. Apalagi, hal itu menjadi penting untuk meminimalkan terjadinya krisis yang berdampak kepada lembaga sektor jasa keuangan.

“Dahulu pengawasan antara bank dengan anak usahanya dilakukan secara terpisah. Kedepan, induk usaha harus melaporkan bagaimana rencana kerja. Lalu, kinerja setahun lalu, risiko yang bisa muncul dari anak ke induk usaha. Kemudian, berapa kredit yang dikucurkan dan bagaimana kualitas kreditnya selama ini,” ujarnya di Jakarta, pekan lalu.

Pengawasan terhadap konglomerasi, lanjut dia, mesti dilakukan karena untuk meminimalkan dampak negatif yang terjadi dari anak usaha kepada induk usaha manakala terjadi krisis ekonomi. Oleh karena itu, pengawasan yang lebih terintegrasi menjadi sebuah solusi positif untuk memastikan aktivitas perekonomian bisa berjalan dengan baik, meski ada krisis yang terjadi.

Menanggapi hal tersebut, ekonom Institute Development Economy and Finance (Indef) Prof. Dr. Didiek J Rachbini, menegaskan konglomerasi perbankan mengindikasikan adanya praktik kartel perbankan dan skandal Libor. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya sejumlah bank-bank besar yang menguasai pasar.

Namun, kata dia, sejauh ini hal itu sulit untuk dibuktikan. "Ini seperti kentut, indikasinya ada tapi barangnya tidak kelihatan," ujarnya kepada Neraca, Minggu (13/1). Dia mengatakan, sejauh ini perbankan dan asuransi tidak boleh seperti toko kelontong, di mana dengan aset sebesar Rp30 miliar dapat beroperasi untuk melibas uang nasabah.

Dengan demikian, akan lebih baik untuk melakukan konsolidasi namun jangan sampai memonopoli. "Menguasai 50% itu boleh, tapi jangan sampai mengendalikan harga," tandasnya. Terkait rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengefisiensi pengawasan dengan mengupayakan asuransi, perusahaan pembiayaan, dan bank dapat berada dalam satu wilayah, menurut Didik, hal itu bisa saja dilakukan.

Namun lagi-lagi, apakah nantinya akan efektif atau efisien harus dilihat terlebih dahulu realisasinya seperti apa. "Itu masih rencana, jadi kita mesti lihat dulu realisasinya. Apakah nantinya menjadi kebijakan atau hanya sebatas ucapan," jelas dia.

Senada, anggota Komisi XI DPR, Achsanul Qosasi mengungkapkan pihak industri keuangan yang memiliki beberapa anak usaha yang disebut konglomerasi tidak boleh dilakukan dan bank harus fokus terhadap dunia perbankan saja.

Apabila ingin mempunyai anak usaha maka harus mempunyai badan hukum tersendiri sehingga tidak menjadi campur aduk dengan induk perusahaannya sehingga mempunyai tanggung jawab hukum masing-masing.”Ini dilakukan supaya meminimalisir terhadap pelanggaran yang akan terjadi,” kata dia.

Menurut Achsanul, dengan adanya konglomerasi ini maka terdapat dugaan adanya pengaturan suku bunga kredit yang tinggi pada saat ini.  Melihat kecenderungan suku bunga kredit perbankan yang tidak turun juga, hal ini merupakan suatu upaya konglomerasi untuk mengatur suku bunga kredit.

”Oleh karena itu, konglomerasi dalam dunia perbankan mempunyai dampak yang tidak baik dalam dunia perbankan itu sendiri,” ujarnya. Lebih lanjut lagi, dia menuturkan adanya kepemilikan oleh satu orang terhadap lembaga keuangan yang banyak tersebar maka bisa dikhawatirkan adanya peran asing didalamnya.

Pengawasan yang ketat dari OJK, lanjut dia, terhadap konglomerasi ini jelas tidak merugikan dunia perbankan Indonesia. Pasalnya, konglomerasi ini banyak terjadi di Indonesia di mana banyaknya satu orang yang mempunyai lembaga keuangan yang lebih dari satu dan oleh karena itu diperlukan pengawasan yang ketat sehingga tidak terjadi pelanggaran.

Sulit Dihindari

Justru pendapat berbeda diungkapkan Lana Soelistianingsih. Menurut dia, konglomerasi institusi keuangan yang ditakutkan banyak orang adalah sesuatu yang wajar. Konglomerasi, imbuh dia, sulit dihindari oleh pasar uang. Perbankan sangat mungkin mempunyai anak perusahaan pembiayaan dan perusahaan asuransi.

“Arah perkembangannya memang akan ke sana (konglomerasi). Ketika ada bank. Dia mendapatkan untung besar, lalu ingin berkembang dengan beralih ke industri keuangan lain seperti asuransi dan pembiayaan. Itu hal yang wajar,” ujarnya, kemarin. 

Menurut dia, memang salah satu dasar alasan mengapa OJK dibentuk adalah sama dengan alasan pembentukan OJK di negara lain, yaitu untuk menekan berkembangnya konglomerasi. Dalam kondisi sekarang, kata Lana, OJK masih sulit untuk memangkas konglomerasi karena masih fokus dalam pengorganisasian. “Ini karena OJK dalam jangka pendek ini masih dalam proses reorganisasi. Struktur internalnya masih dibenahi,” tandasnya. iqbal/mohar/lia/ria/ardi

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…