Awas, Defisit Terus Membengkak

Kita tentu prihatin melihat kondisi Indonesia saat ini. Pasalnya, secara kumulatif selama Januari hingga November 2012, defisit neraca perdagangan mencapai USU1,33 miliar. Angka itu naik dua kali lipat dibandingkan dengan defisit kumulatif Januari– Oktober 2012 yang baru mencapai US$516,1 juta.

Jelas, ini suatu pembengkakan defisit neraca perdagangan yang sangat ironis mengingat pada periode yang sama tahun lalu, neraca perdagangan Indonesia justru mencatatkan surplus sebesar US$25,14 miliar. Tentu memburuknya neraca perdagangan ini tidak terlepas dari ketidakmampuan ekspor mengimbangi laju impor yang sangat tinggi pada tahun lalu.  

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang Januari– November, nilai ekspor hanya mencapai US$174,76 miliar atau turun 6,25% dibandingkan dengan periode yang sama 2011.  Ekspor Indonesia masih didominasi bahan bakar mineral (US$24,15 miliar) serta lemak dan minyak hewan/nabati (US$19,67 miliar). Sementara itu, laju impor pada periode yang sama mencatatkan nilai sebesar US$176,09 miliar atau naik sebesar 10,77% dibandingkan dengan Januari–November 2011.

Tidak hanya itu. Defisit perdagangan yang terus membengkak juga akibat impor bahan baku BBM. Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Bambang Brodjonegoro, impor bahan bakar minyak turut andil defisit neraca perdagangan yang hingga November 2012 mencapai US$1,33 miliar itu.

Penyebabnya, konsumsi BBM bersubsidi di dalam negeri telah melebihi kuota yang ditetapkan pemerintah dan kondisi ini dari segi fiskal dirasakan tidak sehat. Untuk itu, pemerintah harus bekerja ekstra keras penghematan BBM bersubsidi, sehingga dapat  mengurangi ketergantungan impor dan mengurangi tekanan defisit neraca perdagangan serta transaksi berjalan.

Bagaimanapun, konsumsi BBM bersubsidi juga harus dilakukan penghematan karena porsi belanja subsidi energi yang dihabiskan saat ini juga terlalu besar untuk BBM bersubsidi. Bahkan hingga akhir tahun 2012 realisasi subsidi BBM mencapai Rp211,9 triliun, lebih tinggi  dari pagu Rp137,5 triliun.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) dan pemerintah tetap mewaspadai defisit transaksi berjalan agar bisa mengarah pada tingkat sustainable guna mendukung petumbuhan perekonomian nasional. Kewaspadaan ini juga tercermin dalam bentuk kebijakan yang lebih persuasif dan konsisten, agar keseimbangan neraca perdagangan Indonesia dapat terjaga setiap waktu.  

BI sendiri sudah menuangkan empat langkah yang akan dilakukan untuk mengantisipasi defisit transaksi berjalan. Pertama, BI akan terus melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi fundamentalnya, untuk mendukung penyesuaian keseimbangan eksternal tersebut. Masyarakat tidak usah panik jika melihat kurs rupiah mulai mendekati Rp 9.700-Rp 9.800 per US$.  

Kedua, memperkuat operasi moneter untuk mendukung stabilitas nilai tukar rupiah dan pengendalian likuiditas. Sejalan dengan itu, suku bunga BI Rate akan dipertahankan tetap pada tingkat 5,75 %, Sementara koridor bawah operasi moneter dipersempit dengan menaikkan suku bunga deposit facility sebesar 25 bps dari 3,75% menjadi 4,00%. 

Ketiga, meningkatkan pendalaman pasar valas, termasuk dengan merelaksasi ketentuan terkait tenor forward dengan nonresiden dari yang sebelumnya minimum 3 bulan menjadi minimum 1 pekan. Ini sekaligus untuk mencegah praktik spekulan yang setiap saat dapat mengganggu stabilitas pasar valuta asing domestik.

Namun, koordinasi antarlintas sektoral seperti BI dengan Kemendag, Kemenperin dan Kemenkeu, masih perlu terus ditingkatkan intensitasnya agar tidak menimbulkan kesimpangsiuran dan ketidakkonsistenan dalam mengimplementasikan kebijakan di lapangan. Semoga!

 

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…