Kebijakan Net Negative Flow Keliru

 

NERACA

Jakarta – Kebijakan net negative flow yang selama ini dipertahankan pemerintah merupakan suatu hal yang keliru. Demikian disampaikan Koordinator Koalisi Anti Utang Dani Setiawan kepada Neraca baru-baru ini.

Net negative flow terjadi karena penarikan jumlah utang baru lebih sedikit daripada pembayaran utang lama.

“Contoh, kita meminjam Rp 1 miliar, lalu di tahun yang sama kita harus membayar utang Rp 2 miliar. Justru yang kita kembalikan ke luar itu lebih besar,” kata Dani.

Hal itu, kata dia, menunjukkan bahwa setiap utang yang diterima tidak memiliki manfaat sama sekali pada proses pembangunan di Indonesia. Itulah kenapa utang luar negeri tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Indonesia.

Strategi ini, kata Dani, merupakan langkah keliru karena hanya melanjutkan praktik eksploitasi utang luar negeri terhadap anggaran negara akibat terjadinya selisih transfer negatif yang terjadi sejak 1984/1985.

Langkah ini juga bukan solusi untuk mengurangi beban utang karena makin meningkatnya beban biaya utang dari penarikan utang-utang baru berbiaya mahal seperti Surat Berharga Negara oleh Pemerintah. Kebijakan ini juga, kata Dani, sangat bias kepentingan kreditor.

Untuk diketahui, alokasi untuk pembayaran cicilan bunga dan pokok utang dalam RAPBN 2013 adalah Rp 171,7 triliun atau 15% dari total belanja pemerintah pusat. Jumlah tersebut meningkat dari 2012, yaitu Rp 167,5 triliun.

Besarnya alokasi pembayaran bunga utang dan cicilan pokok tersebut akan mengurangi porsi anggaran untuk sektor yang lain. Alokasi pembayaran utang pada 2013 tersebut jauh lebih tinggi daripada alokasi untuk kesehatan yang hanya Rp 50,9 triliun.

Hal lain yang mendasar dari masalah net negative flow ini, kata Dani, adalah Indonesia mengirim hasil kegiaan ekonomi nasional kepada pihak luar. “Kita tidak ingin hasil kerja produksi di tingkat nasional, baik rakyat, swasta, maupun pemerintah, itu sebagian besar ditransfer untuk pembayaran utang. Net negative flow juga menyebabkan struktur ekonomi kita rentan karena kebutuhan pembayaran utang yang besar sekaligus karena kebutuhan cadangan ekonomi yang besar. Ini akan mengganggu neraca perdagangan kita,” kata dia.

Hal yang sama terjadi pada utang swasta. Semakin besar utang swasta akan meningkatkan rasio pembayaran utang Indonesia terhadap penerimaan ekspor. “Neraca perdagangan kita yang sekarang defisit, selain karena impor BBM, impor teknologi, juga karena pembayaran utang yang besar. Akibatnya fatal bagi struktur fundamental ekonomi kita. Kita membiayai terus keuntungan yang diperoleh pihak-pihak luar lewat sumberdaya yang kita hasilkan,” jelas Dani.

Memang betul bahwa utang sudah terlanjur dimiliki Indonesia dan harus dilunasi. Namun cara pemerintah dengan terus berutang karena defisit anggaran yang sudah direncanakan itu salah. “Harus ada upaya-upaya untuk mengurangi beban utang, atau tidak terus-menerus membebani APBN dengan utang-utang baru. Pengurangan beban utang ini harus dilakukan dengan cara ekstrem. Masak kita mau ada dalam masalah yang sama sampai 20-30 tahun ke depan? Apalagi kalau dilihat dari tren jatuh tempo pembayaran utang kita yang diskenariokan sampai 2033. Itupun kalau tidak ada utang baru,” jelas Dani.

 

BERITA TERKAIT

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…