Pengusaha Minta Bea Keluar Sawit Diturunkan

NERACA

 

Jakarta - Pengusaha kelapa sawit Tanah Air bersikeras meminta pemerintah menurunkan bea keluar produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tahun ini. Bahkan, bila perlu sampai 0% seperti sistem di Malaysia.

Ketua Bidang Pemasaran Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Susanto menganggap, sampai saat ini produk CPO Indonesia masih kalah kompetitif dibanding Malaysia. Salah satu alasannya karena perbedaan bea keluar. Di Negeri Jiran, ketika harga sawit mencapai ambang batas 2.250 ringgit, maka pajak bisa diturunkan fleksibel dari 8% ke 4%.

Sedangkan di Indonesia, sampai sekarang pemerintah masih menetapkan bea keluar 9% meski harga fluktuatif karena ambang batas yang ditetapkan pemerintah sebesar US$ 700 per ton. "Kita minta pemerintah cermati, kita mengkhawatirkan daya saing CPO Indonesia tergerus," ujarnya seusai jumpa pers kinerja Industri di kantornya, Selasa (8/1).

Bila harga sawit di pasaran dunia semakin turun di bawah 2.250, Malaysia tidak segan-segan menghapus bea keluar sampai nol persen. Dari analisis GAPKI, ketika kebijakan itu ditempuh Malaysia, pasar CPO Indonesia di India akan terancam.

Sebab, importir di India sangat peka dengan penawaran harga yang lebih murah. Saat ini Ekspor CPO Tanah Air ke India di atas 5-7 juta ton. Sementara ekspor Malaysia ke Negeri Sungai Gangga itu baru 1 juta ton.

"Pasar CPO utama kita adalah India dan Pakistan. Apabila terjadi perbedaan bea keluar secara bertahap, kami sangat khawatir pasar kita di India tergerus. Jika tidak kita antisipasi pasar itu bisa dimakan (Malaysia)," paparnya.

Data Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebutkan, tarif BK CPO Januari 2013 dipatok hanya 7,5%, turun dari bulan Desember 2012 yakni 9%.

Penurunan Harga

Bachrul Chairi, pelaksana tugas (plt) Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag mengatakan, penurunan BK tak lepas dari pengaruh harga CPO yang ikut turun. "Penurunan BK juga diikuti penurunan Harga Patokan Ekspor (HPE) CPO," ujar Bachrul.

Berdasarkan data Kemendag, harga referensi CPO selama satu bulan terakhir adalah US$ 780,26  per metrik ton, turun 5,4 % dibandingkan harga sebulan sebelumnya yang ada dikisaran US$ 825,34 per ton.

Masih mengutip data yang sama, HPE CPO bulan Januari besarannya adalah US$ 709per metrik ton, turun 5,9 % dibandingkan bulan ini sebesar US$ 754  per ton. Asal tahu saja, HPE adalah instrumen untuk menghitung nilai BK yang harus dibayar oleh eksportir CPO.

Sementara itu,Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendesak pemerintah menurunkan bea keluar minyak sawit mentah (CPO/crude palm oil). Langkah ini dinilai penting untuk menjaga daya saing CPO Indonesia dari negara produsen lain seperti Malaysia.

Sekretaris Jenderal Apkasindo, Asmar Arsjad, mengatakan, pemerintah harus menurunkan bea keluar CPO tahun depan menjadi maksimal 4 persen. Saat ini, tarif bea keluar CPO terendah adalah 7,5 persen untuk harga referensi US$ 750-800 per ton. Sedangkan harga tertinggi adalah 22,5 % untuk harga referensi di atas US$ 1.250 ton. Pada November 2012 lalu, bea keluar CPO ditetapkan sebesar 9 %.

“Kami mengerti pajak diperlukan untuk pembangunan. Tapi, untuk meningkatkan daya saing, harus diturunkan karena bea keluar CPO Malaysia saja tahun depan hanya 4,5 sampai 8,5 %,” kata Asmar.

Saat ini, daya saing CPO Indonesia dengan Malaysia masih bisa terjaga karena kontrak pembelian CPO biasanya secara tahunan. Namun, jika pemerintah tidak mau merevisi aturan bea keluar CPO ini, harga CPO Indonesia bisa jatuh dan potensi pasar ekspor bisa diambil negara lain.

Malaysia sudah mengumumkan akan menurunkan bea keluar CPO sebesar 4,5-8,5 % dari sebelumnya 23 % mulai tahun depan. “Kita produsen CPO terbesar di dunia, pangsa pasar sudah ada. Tapi, karena sudah kontrak long term, memang tidak berpengaruh skala cepat. Pengaruhnya pada harga yang kalah bersaing di pasar dunia.”

Selama ini ekspor CPO Indonesia paling besar ke India 6 juta ton, ke Pakistan 5 juta ton, dan ke Cina 3 juta ton. Sedangkan ekspor ke Uni Eropa 4 juta ton dan ke Amerika Serikat 80 ribu ton per tahun.

Selain meminta bea keluar diturunkan, Apkasindo juga meminta pemerintah mengalokasikan penerimaan negara dari bea keluar CPO untuk sektor perkebunan dan stakeholder. Terutama untuk pengembangan kelapa sawit nasional. “Sekarang tidak ada sedikit pun dana dari bea keluar yang kembali lagi ke sawit,” katanya.

BERITA TERKAIT

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…