SANKSI DENDA HANYA RP 25 JUTA - Emiten Anggap "Remeh" Otoritas Bursa

Jakarta – Sejatinya perusahaan yang listing di pasar modal dituntut disiplin tinggi dalam penyampaian laporan keuangan secara tepat waktu. Namun ironisnya, masih banyak emiten terlambat menyampaikan laporan keuangan ke PT Bursa Efek Indonesia (BEI), akibat ringannya sanksi denda yang dikenakan hanya Rp 25 juta. Karena itu, kalangan pengamat dan pelaku bursa meminta perhatian serius pimpinan BEI untuk lebih meningkatkan lagi besaran denda tersebut.

NERACA

Menurut pengamat pasar modal dari FE Univ. Pancasila Agus S. Irfani, denda yang diberikan oleh pihak otoritas bursa sebesar Rp25 juta terlalu ringan bagi emiten yang nilai kapitalisasi pasarnya terlalu besar sehingga pengenaan denda tersebut tidak menimbulkan efek jera. 

“Denda Rp25 juta itu terlalu kecil bagi emiten-emiten besar, makanya jangan heran apabila pelaporan keuangan berikutnya terjadi hal yang serupa. Itu dikarenakan tidak menimbulkan efek jera,”katanya kepada Neraca di Jakarta, Minggu (6/1).


Menurut dia, cara yang paling tepat adalah dengan pengenaan denda sesuai dengan nilai kapitalisasi pasar di pasar bursa. "Kalau memang yang melanggar adalah perusahaan besar, maka harus dikenakan denda yang cukup besar. Sebaliknya kalau perusahaan kecil, ya bisa disesuaikan dengan ukuran perusahaannya," ungkapnya.

Selain itu juga, keterlamabatan terhadap lamanya pelaporan juga harus dipertimbangkan. Semakin lama mengumpulkan maka semakin besar dendanya.  Dia menambahkan, format pengawasan dan penindakan yang dilakukan oleh pihak otoritas pasar modal seharusnya bisa sama dengan perbankan. "Seharusnya aturan-aturan mengenai pasar modal perlu diformulasi ulang sehingga bisa menimbulkan efek jera bagi emiten-emiten yang melanggar aturan,”tuturnya.

Menurut dia, aturan yang berat dan tegas adalah suspensi dan delisting ketika emiten melaporkan keuangannya telat. "Kalau sekali telat maka disuspen, jika beberapa mengulangi hal yang sama maka perlu di-delist dari pasar modal," imbuhnya.

Sanki berupa delisting, menurut dia, bertujuan untuk menimbulkan efek jera. Terlebih, hukuman suspen itu sudah hukuman yang layak bagi emiten yang telat memberikan laporan keuangan karena nantinya akan berpengaruh terhadap reputasinya dan bisa berpengaruh terhadap nilai sahamnya yang bisa saja ikut turun.

 Sanksi Berlipat

Hal senada juga disampaikan pengamat pasar modal dari Universal Broker Satrio Hutomo, langkah untuk menaikkan denda bagi emiten yang telat laporan keuangan adalah langkah yang tepat.

Dia menjelaskan, ada dua jenis emiten yang terlambat. Pertama adalah yang memang biasa terlambat. Kedua adalah yang terlambat karena kecelakaan, alias tidak biasa terlambat tapi kebetulan terlambat.

Sementara untuk jenis emiten yang memang biasa terlambat, kata Satrio, ada dua jenis alasan buat mereka. “Pertama yang terlambat karena memang sudah biasa terlambat dan tidak kapok-kapok, kedua adalah terlambat karena memang sengaja agar mendapat citra buruk,”ungkapnya.

Untuk alasan pertama, langkah menaikkan denda adalah langkah yang cukup efektif untuk meminimalisir keterlambatan. Tetapi itu tidak berlaku untuk emiten yang dengan alasan kedua, yang memang sengaja terlambat. “Mereka itu memang sudah tidak niat berbisnis. Ingin delisting secepatnya. Sehingga dengan keterlambatan itu, mereka berharap ingin didepak dari listing bursa,” jelas Satrio.

Dia sepakat dengan rencana BEI melipatkan sanksi bagi emiten nakal yang telat laporkan keuangan,”Kalau cuma sekali dua kali tidak apa-apa. Kalau sudah langganan terlambat, dendanya harus agak besar,”tegasnya.

Sementara Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Isaka Yoga tidak sependapat dengan Satrio. Menurut Isaka, denda yang ada sudah cukup tinggi. Pasalnya, yang harus diperhatikan oleh BEI, kata Isaka, adalah alasan-alasan keterlambatan yang sering terjadi itu. “Apakah waktu pelaporan terlalu sempit, atau mungkin ada sebab lain. Masalah di tiap-tiap emiten itu berbeda. Harus ditelusuri satu per satu,”tandasnya.

Merespon sanki soal emiten, Direktur Penilaian Perusahaan BEI Hoesen mengatakan, pihaknya berniat meningkatkan besaran denda terhadap emiten yang masih “bandel” atau selalu telat melaporkan laporan keuangan perusahaan ke publik. “Kita sebenarnya bukan ingin mengambil denda banyak dari emiten, karena itu sebuah kewajiban emiten. Namun, kalau agar bisa lebih baik kenapa tidak dan saat ini masih didiskusikan,”paparnya.

Saat ini denda yang diberikan BEI terhadap emiten yang sering telat menyampaikan laporan keuangan cuma sebesar Rp25 juta. Jumlah ini tergolong sedikit dan belum dapat membuat emiten jera.

Dia sendiri tidak menampik masih ada banyak emiten yang sering telat menyampaikan laporan keuangan. Namun, dirinya belum bisa menjelaskan lebih detil emiten mana saja yang telat menyampaikan laporan keuangan tersebut.

Selain itu, kata Hoesen, pihak BEI juga akan menertibkan emiten-emiten yang “bandel” dengan membuat aturan khusus. Hal ini penting dilakukan karena pemegang saham public harus tahu kondisi keuangan emiten per kuartalnya. “Denda itu menjadi salah satu agenda yang dibahas dalam aturan khusus tersebut,”tandasnya.

Rugikan Investor

Bagi pengamat pasar modal dari Universitas Indonesia (UI), Budi Frensidy, sanksi yang diberikan otoritas bursa kepada emiten yang terlambat melaporkan keuangannya di rasa terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera. “Sanksi berupa denda sebesar Rp 25 juta sangat ringan, terlebih lagi jika dibandingkan dengan kapitalisasi pasar dan emiten itu sendiri”, ujarnya.

Dia menegaskan, harus ada peninjauan ulang terkait sanksi berupa denda tersebut sehingga otoritas bursa memberikan efek jera kepada emiten. “Kita memang tidak bisa mengeneralisir, karena emiten yang tidak disiplin hanya sekitar 25% saja dari total emiten yang listing di bursa”, paparnya.

Menurut dia, sanksi ideal adalah memperbesar denda atau suspensi sehingga emiten tersebut lebih disiplin dalam melaporkan aktivitasnya. Selain itu, yang terpenting adalah sanksi tersebut juga tidak merugikan investor. Disamping itu, otoritas bursa mempunyai andil dalam menciptakan regulasi yang tegas kepada emiten dan pelaku pasar agar muncul efek jera demi keuntungan bersama.

Sebelumnya, Kepala Riset MNC Securities, Edwin Sebayang menegaskan, yang harus dilakukan otoritas bursa, jika suatu emiten dikatakan telat 2-3 kuartal mengeluarkan laporan keuangan maka perlu diberi sanksi berat, lebih dari nilai nominal denda yang berlaku sekarang. “Kalau tidak diperberat sanksinya maka akan bisa berkelanjutan mereka melakukan keterlambatan.” ujarnya.

Karena itu, menurut dia, jika otoritas bursa akan membuat aturan main terkait hal tersebut, hal yang perlu diubah yaitu mengenai peraturannya. Karena pengaruh laporan keuangan sangat besar, yaitu sebagai sumber analis dan investor untuk mengetahui kondisi kesehatan suatu emiten. “Lewat dari katakan, 1,5 atau 2 bulan bisa diberi sanksi. Jangan sampai 3 bulan dari berakhirnya suatu kuartalan. Karena kalau terlambat panjang seperti BUMI, kan bisa menimbulkan assymetric information.” jelasnya.

Sebagai informasi, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menjadi emiten yang rajin telat dalam menyampaikan lapora keuangan. Selain itu, ada juga PT Jakarta International Hotels & Development Tbk (JIHD). lia/dias/ iqbal/bari/bani

 

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…