Ingin Seperti China? Benahi Birokrasi!

Surplus perdagangan luar negeri China menggelembung lebih besar dibanding sebelumnya. Laporan dari Bea dan Cukai China yang dirilis Minggu ini memperlihatkan, sepanjang April 2011, surplus perdagangan China mencapai US$ 11,4 miliar atau sekitar Rp94 triliun. Padahal, sebulan sebelumnya, atau tepatnya Maret, surplus itu hanya tercatat US$139 juta.

Data tersebut sebenarnya bukti yang tak terbantahkan dari fenomena banjirnya produk China di seluruh pasar di berbagai belahan dunia. Dominasi produk China terjadi hampir di semua segmen, mulai dari tekstil, ponsel, elektronik, mainan, peralatan kantor hingga makanan dan minuman. Membanjirnya barang-barang dari Negeri Tirai Bambu di pasar di seantero dunia tak lepas dari kompetitifnya harga, meski kualitas menjadi taruhannya.

Kinerja ekspor China selama April tumbuh 29,9% dari periode yang sama tahun lalu, sedangkan impor naik 21,8% year-on-year. Survei yang dilakukan Reuters menunjukkan bahwa perkiraan median untuk ekspor adalah kenaikan sebesar 29,4% dan peningkatan 28% untuk impor, sehingga menghasilkan surplus perdagangan bulanan sebesar US$3 miliar.

Sementara survei Dow Jones Newswires yang merangkum 13 analis menyebutkan bahwa estimasi median untuk surplus perdagangan April sebesar US$1 miliar.

Pencapaian China yang fantastis bukan saja lantaran bangsa ini memang dikenal sebagai bangsa yang pandai berniaga. Tapi juga karena bangsa ini lihai memanfaatkan kondisi dan situasi yang ada.

Lihat saja kepiawaiannya memainkan nilai mata uang Yuan terhadap Dollar Amerika Serikat. Yuan memang menguat lima persen terhadap dolar sejak Juni lalu ketika Beijing menjanjikan fleksibilitas yang lebih besar. Tetapi kenaikannya belum memuaskan, bahkan Yuan dinilai “undervalued” atau di bawah nilai sebenarnya, sebanyak 40%.

Kontrol mata uang China yang amat ketat memberi peluang bagi para eksportirnya sebuah keuntungan perdagangan yang tidak adil dengan membuat produk-produk mereka secara artifisial murah.

Tak heran kalau banyak kalangan menilai, sebagian besar surplus tersebut terutama karena impor melemah setelah koreksi baru-baru ini pada harga komoditas global dan perlambatan dalam ekonomi China.

Rekor ekspor China memang gemerlap. Tapi surplus perdagangan telah menjadi “duri yang tertancap amat dalam” pada hubungan China-Amerika Serikat (AS). Bahkan kini menjadi pemicu perseteruan antara dua negara tersebut.

AS memandang China hanya mau enak sendiri tanpa memikirkan negara lain. China dianggap culas lantaran tak mau membuka pasarnya untuk produk asal AS dan Eropa. Padahal, China seenaknya memborbardir pasar negara lain dengan produk berharga murah.

Apalagi, sikap China yang keukeuh menjaga nilai mata uangnya agar selalu rendah, membuat para produsen dari negara barat tak mampu menembus pasar negara Panda itu. Negara-negara Barat bertambah dongkol lantaran memberikan subsidi terselubung hingga produk China sangat kompetitif di pasar global.

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Seharusnya, Indonesia bisa berbuat lebih baik dari China karena nilai Rupiah lebih rendah dibanding Yuan. Tapi biaya siluman buat menyogok birokrat mendorong biaya produksi di Indonesia sangat mahal. Jadi kalau mau punya ekonomi kuat seperti China, satu-satunya jalan cuma membenahi birokrat agar tiak korup. Itu yang dilakukan China sejak 20 tahun lalu.

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…