Pertumbuhan Industri Dikurung Masalah

Sepanjang 2012, kinerja industri nasional memang patut diacungi jempol. Di tengah krisis global yang masih mencekam, pertumbuhan industri non migas bisa menyentuh angka 6,4% dibanding pencapaian pada 2011, jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,2%. Hebatnya lagi, kendati industri migas mengalami kontraksi sekitar 5%, industri pengolahan non migas menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional selama tahun ini.

Menurut data Kementerian Perindustrian, pertumbuhan industri sebesar itu antara lain didukung oleh tingginya tingkat konsumsi masyarakat dan meningkatnya investasi di sektor industri secara sangat signifikan. Pada Januari-September 2012 nilai penanaman modal asing (PMA) pada industri non migas mencapai US$ 8,6 miliar atau meningkat 65,9%. Sementara nilai penanaman modal dalam negeri (PMDN) pada periode yang sama mencapai Rp 38,1 triliun atau meningkat sebesar 40,19%.

Prestasi cemerlang ini sekaligus membantah prediksi sejumlah kalangan terkait bakal redupnya industri dalam negeri pada tahun ini. Bahkan, khusus pada triwulan III 2012, sektor industri pengolahan berhasil membukukan pertumbuhan sangat tinggi, yaitu sebesar 7,3% dibanding triwulan yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 7,2%.

Kontan saja, prestasi yang telah diukir industri dalam negeri tersebut membuat Menteri Perindustrian MS Hidayat tampak sumringah. “Meskipun ketidakpastian ekonomi dunia masih terus berlangsung, tapi industri pengolahan masih tumbuh. Dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,2%, sektor industri pengolahan menyumbang pertumbuhan sebesar 1,62%,” ujar Hidayat belum lama ini.

Akan tetapi, senyum bahagia mantan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) ini tidak serta-merta menghapus beragam masalah yang menyertai gemerlap pertumbuhan industri nasional. Ketergantungan sektor manufaktur pada bahan baku impor, umpamanya, hingga saat ini masih menjadi fakta tak elok dalam geliat industri. Bahkan, sektor-sektor andalan seperti otomotif, elektronik, tekstil dan farmasi mengalami ketergantungan pada bahan baku dari luar negeri dalam derajad yang sangat memprihatinkan.

Contohnya, selama 2012, impor bahan baku obat menyentuh angka Rp 11,4 triliun atau naik 8,5% dibanding realisasi tahun lalu sebesar Rp9,59 triliun. Angka sebesar itu menegaskan total ketergantungan bahan baku impor yang mencapai 95%. Contoh lainnya, ketergantungan impor migas dan petrokimia yang mencapai US$ 34 miliar turut menandai tingkat kerawanan pengembangan industri petrokimia dan logam dasar sepanjang tahun ini.

Di tengah program hilirisasi industri lewat pengembangan pemurnian (smelter) yang diharapkan sebagai jawaban atas kelangkaan bahan baku industri lokal pun masih jauh dari kata ideal, masih rendahnya daya saing produk industri manufaktur dalam negeri ketika dikomparasi dengan barang impor juga menjadi fakta ironis di tengah tingginya tingkat konsumsi domestik. Membanjirnya barang impor, terutama asal China, menjadi penanda paling shahih betapa produk manufaktur lokal belum bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Terkait hal ini, ekonom senior Indef Prof Dr. Didiek J Rachbini mengatakan, defisit neraca perdagangan pada 2012, tidak semata-mata karena faktor eksternal, namun juga akibat turunnya daya saing industri manufaktur nasional di pasar global. “Bahkan di pasar domestik pun, produk manufaktur nasional kalah bersaing dengan barang impor,” katanya.

Apalagi, seperti yang diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, daya saing produk industri manufaktur nasional semakin diperburuk oleh realisasi kebijakan kenaikan harga gas, rencana kenaikan tarif listrik, kenaikan upah buruh, dan buruknya infrastruktur industri. "Minimnya penambahan infrastuktur menjadi kendala pertumbuhan industri manufaktur. Target pertumbuhan sebesar 7,1% akan sulit dicapai karena tahun depan sektor industri dihadapkan pada kenaikan tarif tenaga listrik sebesar 15%," ungkap Sofjan. munib

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…