Ekspor dan Impor Ikan Sama-Sama Bermasalah

NERACA

 

Jakarta - Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim Suhana mengatakan, terdapat tiga isu utama dalam kaitannya dengan evaluasi kinerja sektor kelautan dan perikanan sepanjang 2012 silam. Yakni, kegagalan kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan terus berulang, ekonomi perikanan dikuasai asing (investasi sektor perikanan, impor ikan, abk asing, ekspor ikan), dan pembangunan di pulau-pulau kecil masih berparadigma daratan (pembangunan jalan).

Dalam catatan Suhana, perkembangan impor ikan dan produk perikanan Indonesia pada 2012 (Per September) mengandung dua masalah. Pertama, pendekatan volume menjadi ciri khas ikan dan produk ikan yang di impor Indonesia, bukan pendekatan kualitas ikan dan produk perikanan. Hal ini, kata dia, secara sistematis telah berperan dalam menyediakan ikan dan produk perikanan kualitas rendahan bagi penduduk dalam negeri, yakni untuk bahan baku industri ikan asin dan olahan lainnya. Permasalahan kedua, volume impor ikan meningkat terjadi pada saat nelayan nasional “panen ikan” (cuaca baik) sehingga ikan hasil tangkapan nelayan tidak terserap karena kalah bersaing dengan ikan impor yang harga murah.

Sementara itu, terkait dengan perkembangan ekspor ikan dan produk perikanan Indonesia pada 2012 (Per September), Suhana menjelaskan, terdapat beberapa permasalahan krusial. Yakni, pertama, pendekatan kualitas menjadi utama dalam ekspor ikan dan produk perikanan Indonesia ke negara tujuan yang secara sistematis telah berperan dalam meningkatkan pasokan kebutuhan gizi SDM negara-negara tujuan ekspor.

Selain itu, lanjut dia, berdasarkan riset penulis (2010) di Bali dan Kalimantan Barat menunjukan bahwa ikan-ikan yang di ekspor adalah ikan-ikan berkualitas 1 dan 2, sementara untuk konsumsi dalam negeri berkualitas 3 ke bawah. “Pada perkembangan 20 jenis produk ekspor ikan dan produk perikanan Indonesia tahun 2012, kelompok crustacea dan pelagis masih menjadi andalan utama produk ekspor Indonesia,” ungkap Suhana dalam diskusi bertajuk Kelautan dan Perikanan, Evaluasi 2012 dan Proyeksi 2013 di Jakarta Selatan, Kamis (20/12).

Untuk kapasitas produksi terpakai pada industri perikanan Indonesia periode 2008 - triwulan III 2012, dalam penilitian Suhana, menunjukkan meningkatnya ikan impor belum berdampak pada meningkatnya kapasitas industri perikanan nasional. Hal ini berarti impor ikan yang kabarnya diperuntukkan buat industri pengolahan dalam negeri tidak terbukti. “Kemana larinya ikan impor?” tanya Suhana.

Yang sangat ironis, menurut Suhana, banyak bayi kekurangan gizi di sentra perikanan nasional. “Dokumen BAPPENAS (2010) menunjukan bahwa bayi yang masih kekurangan gizi masih sangat tinggi, terutama di provinsi-provinsi berbasis sektor kelautan dan perikanan. Misalnya Maluku (27,8%), Maluku Utara (22,8%), Nusa Tenggara Timur (33,6%), Nusa Tenggara Barat (24,8%), Sulawesi Tenggara (27,6%), Papua (21,2%), Papua Barat (23,2%), Gorontalo (25,4 %), Riau (21,4%), Kalimantan Barat (22,5%), dan Kalimantan Timur (19,3%),”sebut Suhana.

Menurut dia, hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Semester II/2011 silam menyuguhkan adanya permasalahan Minapolitan Tahun Anggaran 2009, 2010 dan Semester 1 2011, yakni penetapan kawasan Minapolitan tidak memperhatikan kondisi kesiapan daerah, pengadaan Kapal Pole Line Fiberglass 30 GT tidak sesuai ketentuan sehingga berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp. 3.394.450.292, dan peningkatan produksi perikanan melalui transpormasi penggunaan kapal tradisional ke kapal Inka belum efektif.

Selain itu, pelaksanaan Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (PUMP) tahun 2011 belum berjalan efektif, perencanaan pembangunan pabrik rumput laut berpotensi tidak efektif, upaya peningkatan kualitas hasil perikanan melalui program sistem rantai dingin belum efektif, serta pengelolaan kawasan minapolitan belum memperhatikan aspek lingkungan. “Berdasarkan kondisi temuan BPK tersebut Kebijakan Minapolitan tidak berjalan efektif dikarenakan tidak melalui perencanaan yang matang dan cermat,” jelas Suhana.

BERITA TERKAIT

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…