Masih Prioritas Perusahaan untuk Program CSRnya - Isu Perubahan Iklim

Isu perubahan iklim tetap menjadi prioritas utama perusahaan dalam menjalankan program CSRnya di 2013 mendatang.  Bukti-bukti terbaru juga menimbulkan interpretasi bahwa dampak perubahan iklim akan lebih parah daripada yang diramalkan sebelumnya, maka wajarlah kalau isu ini menempati peringkat pertama dua tahun berturut-turut.

NERACA

Mengamati perkembangan Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia tentang apa yang bakal menjadi isu-isu terpenting kedepannya, Executive Director Indonesia Business Links (IBL) Yanti Koestoer memaparkan, setidaknya ada 10 isu yang akan menjadi perhatian dunia usaha dalam melaksanakan program CSR mereka.

Isu-isu tersebut adalah lingkungan dan perubahan iklim, regulasi dan peran pemerintah, investasi di masyarakat dan pembangunan yang pro-rakyat miskin, tanggung jawab atas produk, profesionalisasi CSR (termasuk sertifikasi, kualifikasi dan rekognisi) serta suap dan korupsi, tata kelola perusahaan, isu pekerja dan sumberdaya manusia yang mencakup juga hak-hak pekerja dalam rantai pemasok, isu keragaman dan inklusi, dan kemitraan dengan pemangku kepentingan.

“Berdasarkan survey yang telah kami lakukan, banyak perusahaan yang memposisikan environment and climate change (isu lingkungan dan perubahan iklim) sebagai prioritas tertinggi di dalam perusahaan dalam melaksanakan program CSRnya ketimbang isu-isu lainnya,” ungkap Yanti.

Pemanasan global memang sangat berkait dengan aktivitas perusahaan. Bukti-bukti terbaru juga menimbulkan interpretasi bahwa dampak perubahan iklim akan lebih parah daripada yang diramalkan sebelumnya. Dalam Handbook of Indonesia’s Energy Economy Statistics jelas terlihat bahwa dari empat besar penyebab emisi karbondioksida, perusahaan menyumbang tiga yang teratas yaitu industri, pembangkitan listrik dan transportasi, baru kemudian di bawahnya rumah tangga. Belum lagi dengan aktifitas eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) yang dilakukan oleh perusahaan. Pengerukan SDA ini mengakibatkan degradasi lingkungan yang cukup parah dan berdampak pada keberlangsungan hidup masyarakat sekitar.

Maka sudah seharusnya perusahaan-perusahaan bertanggung jawab atas emisi karbondioksida yang mereka lakukan serta kondisi lingkungan hidup dan sosial masyarakat yang kian tergerus akibat perkembangan dunia usaha itu sendiri, dan tanggung jawab tersebut seharusnya masuk ke dalam inisiatif CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan. Wajarlah kalau isu ini mendapat perhatian serius dari korporasi, dan boleh jadi akan terus begitu di tahun-tahun mendatang.

Direktur Sustainable Natural Resource Management A+CSR Indonesia, Wahyu Aris Darmono, juga menyebutkan, peningkatan pelaksanaan CSR di tahun mendatang adalah akibat kesadaran para pemimpin perusahaan terhadap perubahan iklim yang semakin meningkat. Mereka mulai melakukan aksinya dalam mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca, dan langkah-langkah konkret untuk mencapai target tersebut. Selain membawa perusahaannya menjadi green company, perusahaan juga akan memperhatikan faktor lingkungan pada setiap aspek operasionalnya, dan sejauh mana memberikan dampak kesejahteraan bagi komunitas.

Program-program seperti efisiensi energi, reforestasi dan konservasi hutan, penggunaan listrik dari energi terbarukan dan pembelian offset karbon merupakan langkah-langkah yang bisa dilakukan perusahaan dalam CSR mereka. Bagi perusahaan yang benar-benar mau menjalankan CSRnya dalam isu pemanasan global, corporate climate strategy atau strategi perusahaan menghadapi perubahan iklim mutlak diperlukan. Dalam strategi tersebut termuat seluruh hal yang mungkin dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi dampak atas perubahan iklim, atau bahkan membuat dampak bersih positif.

Untuk keperluan itu yang pertama-tama harus dilakukan adalah melakukan pengukuran dan pelaporan atas dampak iklim yang ditimbulkan oleh perusahaan selama ini. Begitu ukuran- ukuran emisi dan efisiensi energi diketahui, maka perusahaan dapat melakukan berbagai macam tindakan yang dapat mengurangi dampak mereka atas perubahan iklim.

Tindakan pertama tentu saja melakukan efisiensi energi yang dilanjutkan dengan melakukan upaya menetralkan dampak atas iklim dengan melakukan carbon offset. Dan yang terakhir, perusahaan harus pula memiliki rencana untuk keluar dari ketergantungan terhadap energi tak terbarukan. Penggunaan energi tak terbarukan adalah sumber dari emisi karbondioksida yang sangat besar, sehingga peralihan ke energi terbarukan merupakan pertanda bahwa perusahaan benar-benar bertanggung jawab atas perubahan iklim.

BERITA TERKAIT

Peduli Lingkungan - SML Resmikan SVM, Penukar Sampah Botol Plastik

Wujudkan komitmen bisnis berkelanjutan dan ramah lingkungan, Sinar Mas Land (SML) melalui Living Lab Ventures (LLV) menggandeng Plasticpay, sebuah startup…

Semarak Halal bil Halal - FIFGroup Berbagi Kebahaagiaan Bersama 35 Panti Asuhan

Setelah perayaan hari raya Idul Fitri 1445 Hijriah, penting untuk tetap menghidupkan semangat kebaikan dan saling berbagi kepada sesama. Dalam…

Gen-Z dan Milenial Pilar Penentu Pengelolaan Hutan Lestari

Generasi muda yang masuk dalam kelompok umur Gen-Z dan Milenial dinilai memiliki kreativitas dan penuh dengan gagasan inovatif serta mampu…

BERITA LAINNYA DI CSR

Peduli Lingkungan - SML Resmikan SVM, Penukar Sampah Botol Plastik

Wujudkan komitmen bisnis berkelanjutan dan ramah lingkungan, Sinar Mas Land (SML) melalui Living Lab Ventures (LLV) menggandeng Plasticpay, sebuah startup…

Semarak Halal bil Halal - FIFGroup Berbagi Kebahaagiaan Bersama 35 Panti Asuhan

Setelah perayaan hari raya Idul Fitri 1445 Hijriah, penting untuk tetap menghidupkan semangat kebaikan dan saling berbagi kepada sesama. Dalam…

Gen-Z dan Milenial Pilar Penentu Pengelolaan Hutan Lestari

Generasi muda yang masuk dalam kelompok umur Gen-Z dan Milenial dinilai memiliki kreativitas dan penuh dengan gagasan inovatif serta mampu…