Jadi Beban Anggota Bursa - Iuran OJK Bagi Emiten Diminta Pukul Rata

NERACA

Jakarta – Keluhan soal pungutan iuran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memberatkan anggota bursa, kembali di suarakan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI). Kali ini, AEI meminta agar iuran emiten dibuat sama rata bukan berdasarkan aktivitas.

Ketua AEI Airlangga Hartarto mengatakan, iuran OJK berdasarkan aktivitas dimaksudkan agar tidak memberatkan keuangan perusahaan, “Dulu waktu Bapepam tidak dikenakan iuran, kenapa sekarang jadi kena iuran," katanya di Jakarta Senin (17/12).

Menurutnya, harusnya OJK bisa lebih baik dari Bapepam-LK, sehingga memberi keyakinan bagi emiten dan perusahaan publik dalam pasar modal. "OJK harus membuktikan bisa lebih baik ketimbang sistem sebelumnya,”tuturnya.

Kata Airlangga, iuran OJK memang dianggap memberatkan sebagai gambaran Mulya Siregar, Dewan Komisioner OJK, pernah mengatakan ada tujuh jenis pungutan yang dikenakan ke industri. Cakupan biaya tersebut mulai dari izin produk, izin aksi korporasi, pengawasan, pengesahan lembaga hingga penyediaan informasi.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif AEI, Isaka Yoga pernah bilang, iuran OJK dalam lima tahun pertama sebaiknya masih dibiayai oleh APBN sesuai dengan undang-undangnya. Di samping karena OJK masih baru, dan emiten belum menerima layanan dari OJK. Karena itu, kalaupun ingin diterapkan harus dilakukan secara bertahap.

Kata Isaka, pemberlakuan iuran tersebut juga harus secara jelas pelayanan apa yang bisa diberikan lebih dari OJK. Karena pada saat tidak diberlakukannya iuran di Bapepam-LK, bisa berjalan dengan baik. “Artinya, keberadaan OJK menambah biaya terhadap pelaku pasar, kenapa dan untuk apa adanya iuran tersebut.”cibirnya.

Dia menambahkan, dengan diberlakukannya iuran tersebut tentu biaya yang harus ditanggung perseroan menjadi ganda, yaitu kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI) ditambah OJK, meskipun nantinya pemberlakuan iuran tersebut akan didasarkan pada aset atau perhitungan lainnya.

Dia menilai, sejauh ini banyak yang mempengaruhi kenapa banyak perusahaan yang belum melaksanakan IPO, apakah hal tersebut akan berpengaruh terhadap pertumbuhan emiten atau tidak, tetapi dapat mengambil kesimpulan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk go public menjadi bertambah mahal.

Di samping itu, saat ini belum diketahui apakah nantinya dengan adanya OJK, birokrasi menjadi lebih panjang. “Mereka bentuknya komisioner, apakah masing-masing komisioner bisa mengambil keputusan, atau harus menunggu (diproses lagi) menjadi keputusan OJK.” jelasnya.

Jika pengeluaran iuran dimaksudkan guna mendukung peningkatan industri pasar modal, hal lebih penting yang dibutuhkan kata Isaka, yaitu pelayanan bagi pelaku pasar yang telah mempercayakan untuk berinvestasi dan menginvestasikan dananya ke pasar modal. “Yang perlu diperhatikan yaitu kecepatan dan ketepatan. Ada kasus harus cepat diatasi, transparansi, dan law enforcement.” tandasnya. (bani)

BERITA TERKAIT

Metropolitan Land Raih Marketing Sales Rp438 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…

Hartadinata Tebar Dividen Final Rp15 Per Saham

Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…

Kenaikan BI-Rate Positif Bagi Pasar Modal

NERACA Jakarta  - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Metropolitan Land Raih Marketing Sales Rp438 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…

Hartadinata Tebar Dividen Final Rp15 Per Saham

Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…

Kenaikan BI-Rate Positif Bagi Pasar Modal

NERACA Jakarta  - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…