Pertumbuhan Ekonomi Dibangun di Atas Pondasi Rapuh

 

 

NERACA

Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia memang tercatat nomor dua di Asia, yaitu sebesar 6,29%, diikuti oleh tingkat inflasi yang moderat di angka 4,32% per November 2012. Namun, pengamat ekonomi dari Institute Development Ekonomi and Finance (Indef) Didik J Rachbini menunjukkan bahwa capaian prestasi kinerja perekonomian tersebut dibangun di atas pijakan pondasi yang rapuh karena stimulus fiskal tersandera subsidi, birokrasi, dan kecanduan utang.

“Dengan tax ratio yang sangat rendah hanya 11,9% pada 2012, padahal Filipina sudah berada mencapai 14,4%,  Singapura 14,2%, Malaysia 15,5 %, Thailand 17,0%, dan Jepang 28,3%, menyebabkan anggaran defisit ditutup oleh utang. Ironisnya, defisit anggaran tidak dipergunakan untuk melakukan optimalisasi stimulus fiskal,” ujarnya pada acara Sarasehan Ekonomi Menyusun Ulang Pembangunan Ekonomi Indonesia 2014, Rabu (12/12).

Secara umum permasalahan serius dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) adalah tidak proposionalnya postur anggaran. Dari tahun ke tahun, sekitar 70% hanya untuk membiayai birokrasi, dan hampir tiap tahun problem klasik pola penyerapan selalu terulang. “Alih-alih berbicara masalah kualitas dan efektifitas stimulus fiskal, untuk melakukan penyerapan anggaran sesuai jadwal dan target saja tidak mampu direalisasikan dengan baik. Belum lagi masih banyaknya pos-pos belanja yang tidak produktif penggunaannya,” tambah Didik.

Dia menghimbau pemerintah agar peningkatan utang diarahkan untuk program-program peningkatan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan melalui peningkatan alokasi anggaran pemerintah pusat maupun daerah. Berdasarkan Rancangan APBN 2013, kontribusi belanja pegawai mengambil porsi 21,17%, subsidi energi 27,75%, dan pembayaran bunga 14,77%, jika ditambah cicilan utang sekitar 22%. Sedangkan belanja modal hanya 17,02%. Belanja subsidi hanya didominasi untuk subsidi energi, untuk BBM Rp137 triliun, dan listrik Rp35,8 triliun.

Sementara itu, subsidi non-energi hanya kurang dari 5%. Subsidi non-energi hanya mengambil porsi di bawah 5%. Kemudian untuk posisi utang total hingga Juni 2012, jumlah utang pemerintah mencapai Rp1.950 triliun. Meski rasio utang terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) menurun, utang per kapita cenderung meningkat. “Dapat dikatakan, dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta maka utang per individu mencapai Rp8 juta,” kata Didik.

Akibatnya, dengan postur APBN didominasi anggaran rutin sehingga ruang gerak fiskal yang notabene sebagai stimulus fiskal menjadi kurang efektif. Serta diperburuk dengan pola penyerapan angggaran, hingga 31 Oktober 2012 realisasi belanja negara baru 69,3%, belanja pemerintah pusat 63,7%, belanja pegawai 79,4%, belanja barang 46,2%, belanja modal 43,7%, subsidi Bahan Bakar Minyak 87,3%, dan subsidi listrik 98,4%.

“Hasilnya, peran pemerintah terhadap perekonomian masih sangat rendah, tidak lebih dari 10% dari PDB. Padahal total anggaran pemerintah hampir mencapai seperempat dari PDB,” pungkas Didik. (novi)

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…