KEN: Belum Saatnya Redenominasi di Indonesia - DINILAI BUKAN KEBIJAKAN PRIORITAS

Jakarta - Komite Ekonomi Nasional (KEN) tidak menyarankan kebijakan redenominasi untuk direalisasikan dalam waktu dekat ini, karena tingkat inflasi di Indonesia masih berada di level wajar dan terkendali. Sementara anggota DPR mempertanyakan anggaran redenominasi yang cukup besar tersebut.

NERACA

“Lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaat jika kebijakan redenominasi diterapkan saat ini. KEN tidak merekomendasikannya,” tegas Ketua KEN Chairul Tanjung, saat pertemuan dengan Forum Pemred di Jakarta, Minggu malam (9/12)

Dia mengatakan, redenominasi biasanya dilakukan apabila sebuah negara sedang alami hyperinflation atau tingkat inflasi sangat tinggi.  “Di Indonesia inflasi terkendali, tidak masalah. KEN melihat ini bukan prioritas,” ujarnya. Redenominasi, menurut dia,  perlu juga mempertimbangkan wilayah dan demografi Indonesia. Tingkat pendidikan pun tidak merata. Maka, diperlukan sosialiasi yang baik dan benar.

Jika sosialisasi tidak dilakukan dengan baik, masyarakat akan menganggap redenominasi sebagai sanering atau pemotongan nilai mata uang. Hal itu akan membuat kepercayaan terhadap rupiah menurun.  

Pada kesempatan pemaparan prediksi ekonomi 2013, Chairul yang didampingi para anggota KEN lainnya seperti Aviliani, Raden Pardede, Didik J Rachbini, Sandiaga Uno, Peter Gontha,  James T Riyadi, Hermanto Siregar, Ninasapti Triaswati, Purbaya Yudhi Sadewa, dan Ishadi SK.

Redenominasi, lanjut Chairul, tidak akan menguatkan nilai tukar rupiah. Dia menilai nilai tukar rupiah akan kuat jika fundamental ekonomi kuat. Oleh karena itu, kebijakan yang dinilai lebih prioritas yaitu undang-undang jaring pengaman keuangan. “Sehingga, kalau terjadi krisis kita punya undang-undang,” pungkasnya.

Di Indonesia, saat ini inflasi masih berada satu digit dan tidak mengalami gejolak. Jadi,  menurut anggota KEN Raden Pardede,  redenominasi rupiah ini tidak tepat bila dilakukan sekarang.  Dia yakin tidak akan ada dampak yang signifikan atas pemberlakuan ini.

Pengertian redenominasi sendiri adalah mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misal Rp 1.000 menjadi Rp 1 untuk menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih kecil. Dengan penyederhanaan itu maka hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang dan proses ini tidak mengubah daya beli masyarakat.

Menurut Raden, redenominasi selama ini memang diberlakukan oleh beberapa negara. Namun, negara-negara yang melakukan itu biasanya mengalami inflasi sangat tinggi (hyperinflation). Seperti Brazil menjalankannya pada 1994 setelah rata-rata inflasi 2000 sampai 3000%, Turki pada tahun 2005 setelah rata-rata inflasi 100% sampai 110 dan Argentina pada tahun 1992 setelah mengalami rata-rata inflasi 3000%.

Soal Anggaran

Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan pemerintah (Menkeu) dan Bank Indonesia (BI) sebenarnya tidak boleh sosialisasi redenominasi sekarang. Karena UU khusus mengenai itu belum ada. Apalagi jika dihubungkan dengan masalah anggaran yang harus dikeluarkan DPR untuk itu.

“Dari mana anggarannya? Kalau dia wacana pemerintah atau BI, itu silakan-silakan saja. Tapi kalau itu menyangkut anggaran, kita tidak perkenankan anggaran itu.Kita baru setuju kalau UU-nya sudah disahkan, baru ada program sosialisasi yang bisa ditentukan berapa lamanya, dan baru pemerintah dan BI bisa bergerak,” katanya.

Dia malah mengusulkan ada UU lain yang mencakup soal redenominasi itu. “Kalau saya pribadi, UU yang harus dibuat adalah tentang inflasi dan nilai tukar, bukan UU redenominasi,” ujarnya.

Kalaupun Menkeu dan BI sudah bergerak untuk mensosialisasikan itu, ujar dia, DPR belum tahu anggaran yang digunakannya dari mana. “Nanti itu akan jadi subyek dari pertanyaan kita, juga pemerintah. Apakah itu mau pakai mulut saja (sosialisasinya), tidak pakai anggaran? Jadi mungkin masuk dalam anggaran pengkajian, tapi tidak khusus anggaran redenominasi. Salah satu kajiannya itu adalah redenominasi,” tuturnya.

Dia menjelaskan bahwa perintah presiden itu bukan sosialisasi, melainkan konsultasi publik. “Jadi itu dua hal yang berbeda. Kalau sosialisasi seolah-olah itu sudah tetap, sedangkan konsultasi publik adalah bagaimana pandangan publik. Jadi itu yang diselewengkan oleh Menkeu Anda kan,” jelasnya.

Gubernur BI Darmin Nasution mengungkapkan, saat ini BI bersama Kementerian Keuangan tengah mengupayakan agar RUU redenominasi segara masuk ke pembahasan program legislasi nasional (Prolegnas) 2013."Sekarang ini sebetulnya kami menyiapkan agar pembahasan RUU masuk dalam prioritas tahun 2013," ujarnya.

Darmin menjelaskan bahwa untuk program sosialisasi sendiri, pihaknya telah berkoordinasi bersama Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Keuangan. Untuk mematangkan rencana redenominasi, tim ini nantinya akan bekerja di bawah pembinaan Wakil Presiden Boediono."Itu ada tim nasional di bawah Wakil Presiden sebagai pembina, sedangkan tim operasional ada tiga, yaitu Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Keuangan, dan Gubernur BI," katanya.

Lebih lanjut lagi, dia mengatakan penerapan program redenominasi membutuhkan waktu yang panjang, sekitar 8 hingga 10 tahun. RUU Redenominasi Mata Uang dimasukkan dalam Prolegnas 2012 sebagai RUU yang digagas pemerintah. Redenominasi tidak perlu dipandang negatif karena di beberapa negara, pelaksanaannya secara bersamaan akan sejalan dengan turunnya harga barang. ‘’Karena itu, prosesnya dilakukan secara bertahap. Yang pertama pengajuan RUU Redenominasi Mata Uang supaya bisa berjalan,’’ ujarnya.

Komentar Pengusaha

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, terkait dengan rencana penyederhanaan nilai rupiah dari Rp 1.000 menjadi Rp 1 perlu dilakukan sosialisasi selama 3 sampai 6 bulan. Sosialisasi tersebut,  menurut dia, perlu dilakukan agar masyarakat tidak kaget ketika penyederhanaan nilai rupiah diterapkan.

"Kita setuju, harus ada sosialisasi dengan pengusaha, jangan sampai kaget, masyarakat yang saat ini punya uang 100juta tiba-tiba hilang nolnya tiga itu akan merasa kaya mereka," ujarnya. Efek psikologis yang ditimbulkan dari penyederhanaan nilai rupiah tersebut harus diperhatikan oleh pemerintah maupun pengambil kebijakan lainnya.

Sofjan menilai penerapan redenominasi tidak berpengaruh signifikan terhadap dunia usaha khususnya operasional perusahaan. Dunia usaha telah memiliki sistem akuntansi tersendiri yang bisa menyesuaikan terhadap peraturan redenominasi. "Saya pikir redenominasi gak terlalu banyak dampaknya ke kita," ujarnya.

RUU tentang redenominasi rupiah diusulkan menjadi prioritas masuk daftar Prolegnas 2013. Usul itu disampaikan langsung Menkeu Agus DW Martowardojo kepada unsur pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Legislasi (Baleg), Kamis (29/11).

Sementara itu Ketua Baleg Dewan Perwakilan Rakyat Ignatius Mulyono menjelaskan, usul itu kemungkinan besar diterima. Apalagi, pemerintah telah menyiapkan naskah akademik sekaligus draf RUU Redenominasi rupiah.

”Ini akan dimasukkan ke Prolegnas 2013,” katanya. Mulyono menilai redenominasi perlu dilakukan untuk memperkuat kurs rupiah terhadap mata uang asing. Redenominasi dimaksudkan untuk menyederhanakan mata uang, bukan memotong nilai mata uang.

Salah satu negara yang sukses melakukan redenominasi mata uangnya adalah Turki. Negara itu tercatat pernah sukses melakukan redenominasi dengan menghilangkan 6 angka nol pada mata uangnya. Jadi redenominasi yang dilakukan Turki adalah mengubah 1.000.000 lira menjadi 1 lira pada  2005.

Namun redenominasi yang dilakukan Turki ini berbeda dengan yang akan dilakukan Indonesia. Seperti dikutip dari situs bank sentral Turki, kebijakan redenominasi ini dilakukan untuk menekan laju inflasi Turki yang sangat tinggi sejak tahun 1970-an. Inflasi yang tinggi ini menyebabkan nilai ekonomi di negara belahan Eropa tersebut mencapai hitungan triliun, bahkan kuadriliun. novi/ria/mohar/fba


BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…