Liberalisasi Jangan Kebablasan

NERACA

Jakarta – Indonesia yang dinilai sudah semakin mengglobal dan liberal harus mempu menjaga keadaan agar tidak melewati batas. Hal tersebut disampaikan oleh Senior Official Indonesia for IMT-GT and BIMP-EAGA Raldi Hendro Koestoer kepada Neraca, Senin (10/12), dalam acara bertema Trade and Employment in a Globalized World.

Raldi mencontohkan krisis yang terjadi pada 2008. Sebelum 2008 itu, Indonesia seperti khawatir terhadap globalisasi karena sektor informal yang dianggap meragukan dan tidak jelas. Tapi ternyata terbukti justru Indonesia selamat karena sektor informal tersebut.

Saat banyak negara terimbas krisis global, Indonesia bertahan. “Jadi keteraturan itu tidak selamanya bagus. Ketika sistem global jeblok, dia bisa ikutan jeblok,” kata dia.

Contoh yang sederhana adalah pada industri sepatu. “Sol sepatu misalnya. Sepatu-sepatu Belly ketika perekonomian global anjlok, dia ikut anjlok. Tapi coba lihat sepatu Cibaduyut. Tidak kena. Karena segala sumber dayanya dari dalam negeri. Buruhnya dari lokal. Ya tidak terpengaruh,” jelas Raldi.

Yang lebih sederhana lagi, Raldi mencontohkan, adalah tukang bakso. “Mau krisis bagaimana juga, tukang bakso Indonesia tidak akan terpengaruh,” kata dia.

Dalam acara tersebut, suara Raldi sangat berbeda dengan para pembicara yang pada umumnya mendorong agar liberalisasi di Indonesia harus terus ditingkatkan untuk mendukung perekonomian nasional.

Pembicara lain, Trade and Imployment Program, International Labor Organization (ILO) David Cheong mengatakan bahwa efek globalisasi dan liberalisasi terbukti positif meningkatkan perekonomian negara-negara berkembang.

“Sebanyak 50% penduduk negara berkembang bergantung pada sektor pertanian. Secara kualitas perekonomian mereka berkembang karena adanya globalisasi,” kata David, mengacu pada besaran pendapatan. Masyarakat pertanian memperoleh pendapatan yang lebih besar ketimbang sebelum masuknya globalisasi.

Perkataan David tidak seirama dengan Raldi. “Kita punya sumber daya dasar pertanian, maka pertanian kita lebih hit dibanding negara lain. Tapi kita lupa bahwa pertanian kita terfragmentasi lahannya. Petani gurem. Untuk Jawa, ketika globalisasi masuk, maka jelas akan kalah. Kita kalah karena gurem,” jelas Raldi.

Namun Raldi tidak sepenuhnya menolak globalisasi dan liberalisasi. “Globalisasi bagus kalau kita sudah siap. Sektor-sektor yang kita sudah siap itu memang salah satunya pertanian. Tetapi pertanian yang sudah estate, seperti CPO,” jelas dia

 

BERITA TERKAIT

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…