Regulasi Harus Mendorong Pertumbuhan UMKM

NERACA

Jakarta - Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) mengharapkan agar Rancangan Undang-undang (RUU) Perbankan dapat mendorong pembiayaan sektor kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

"Kita berharap pembiayaan bisa sampai ke seluruh pelosok daerah dan di sisi lain, kebijakan Bank Indonesia (BI) juga sudah mendorong perbankan nasional untuk membuat pengaturan minimum kredit UMKM berjenjang sebesar 20%," kata anggota ISEI, Mirza Adityaswara di Jakarta, Senin.

Menurut Mirza, perbankan sudah sepatutnya dikontrol, khususnya dalam pemberian kredit. Pasalnya, pemberian kredit tersebut apabila berlebihan maka akan terjadi gelembung (bubble) sehingga pertumbuhan ekonomi tidak berkelanjutan (sustainable). Adapun, kata dia, hal yang paling penting adalah diperlukannya kontrol nontrading activities.

Artinya, perlu kebijakan resolusI dari bank apabila terkena masalah pada saat terjadinya krisis ekonomi. "Apabila ada krisis siapa yang menjadi BPPN? LPS wewenangnya tidak sebesar BPPN, hanya sebagian saja. LPS hanya merekap bank dan tidak bisa mengambil alih aset debitur. Karenanya perlu dipikirkan, apakah perlu dikasih wewenang bagi LPS atau tidak di dalam RUU Perbankan nanti," jelas Mirza.

Dia juga menuturkan bahwa kaitannya dengan rendahnya kredit perbankan bagi UMKM, bank kecil memang tidak memiliki aset pasar surat utang (obligasi), sehingga cost of fund bank kecil menjadi tinggi. Mirza mendorong agar perbankan melakukan konsolidasi akibat suplai kredit UMKM masih rendah.

Sementara ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan mengharapkan funding cost perbankan dapat menurun. Apabila cost menurun maka kredit perbankan akan semakin meningkat. Bank besar funding cost-nya rendah, karena dana masyarakat bisa diparkir di Surat Berharga Negara (SBN). Sedangkan bank kecil funding cost-nya tinggi, sehingga  perlu dipikirkan bagaimana dapat menekan funding cost perbankan nasional.

NPL tinggi

“Apakah kredit harus diatur dengan peraturan untuk meningkatkan sektor riil, memang di satu sisi bisa saja dapat menurunkan pinjaman untuk UMKM. Namun apabila perbankan digenjot dan nonperforming loan (NPL) naik, siapa yang disalahkan?" ungkap Fauzi.

Dia pun mengakui terdapat pergeseran wacana pasca krisis moneter prioritas perbankan menjadi prudent, transparan, ketat, yang ujungnya NPL bisa ditekan. Wacana bergeser agar perbankan mendorong kredit ke sektor riil. Menurut Fauzi, penyaluran kredit oleh perbankan kepada sektor UKM dirasa penting untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkualitas.

Namun, sisi negatif dari didorongnya perbankan menyalurkan sejumlah dana besar kepada sektor UMKM akan menimbulkan NPL yang besar. Hal itu menjadi sebuah dilema karena sulit mencari pihak mana yang bersalah. Memang dirasa baik dan positif mengenai peraturan BI agar perbankan menyalurkan dananya kepada sektor riil, termasuk sektor UMKM.

Apalagi dengan penyaluran tersebut sektor UMKM akan bertumbuh, dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkualitas.“Namun, tidak semua bank itu bisa menyalurkan kredit kepada sektor riil, termasuk UMKM. Apabila mereka dipaksa, dan menyebabkan NPL yang tinggi, siapa yang bertanggung jawab. Banknya yang salah atau apa,” terang dia.

Lebih lanjut Fauzi mengungkapkan, sebesar 20% penyaluran kredit kepada sektor UMKM terbilang besar, dan tingkat risikonya juga berbeda, terutama bagi bank-bank yang tidak memahami sektor UMKM. Dengan demikian perlu ada kajian lagi mengenai peraturan tersebut. [mohar]

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…