Picu Defisit Perdagangan, Kemendag Tak Salahkan Impor Pesawat

NERACA

 

Jakarta - Neraca perdagangan terus mengalami defisit. Penyebabnya adalah aksi maskapai Tanah Air yang mengimpor banyak pesawat baru. Kementerian Perdagangan tidak menyalahkan kegiatan importasi pesawat karena kebijakan maskapai tersebut bukah hal negatif.

Pelaksana Harian (PlH) Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Bahcrul Chairi menilai langkah maskapai Indonesia merupakan investasi jangka panjang yang bakal mendorong pertumbuhan ekonomi. Terutama dengan prediksi tumbuhnya perekonomian Indonesia pada 2030.

"Kita harus apresiasi maskapai penerbangan kita ekspansi (dengan membeli pesawat baru). Pesawat itu nantinya mendorong pertumbuhan logistik, transportasi, dan dunia usaha," ujarnya di Jakarta, Selasa (4/12).

Selain itu, berdasarkan data sampai Oktober 2012, situasi serupa tidak akan berlanjut sampai akhir tahun. Karena impor pesawat yang nilainya mencapai US$ 400 juta telah tuntas dilakukan. "Diharapkan bulan depan tidak ada lagi sehingga mengurangi beban neraca perdagangan kita," ungkap Bachrul.

Bachrul menegaskan pihaknya tetap optimis meski neraca defisit adalah tingginya impor barang modal, seperti mesin dan alat produksi, sebesar 20% kumulatif. Artinya, banyak komitmen investasi asing maupun domestik direalisasikan dan akan menyebabkan pertumbuhan industri serta ekspor produk bernilai tambah.

"Sehingga defisit sekarang tidak bisa diartikan negatif, mesin-mesin baru dan alat-alat baru, nantinya akan membuat kita dapat memproduksi bahan penolong yang belum ada di sini. Ini ciri positif. Dalam perekonomian sebesar kita, defisit adalah bagian dari perkembangan," katanya.

Sebelumnya Deputi Bidang Sosial Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo.mengungkapkan tingginya tingkat konsumsi dan besarnya pasar dalam negeri terbukti mampu menarik perhatian investor asing. Produk asing berbondong-bondong menyerbu pasar dalam negeri.

Impor produk hortikulura seperti sayur dan buah, tak terbendung. Hingga akhirnya pemerintah melalui Kementerian Perdagangan terpaksa mengeluarkan aturan untuk membendung impor produk sayur dan buah.

Impor pakaian juga secara perlahan berusaha menguasai pasar Indonesia. Begitu juga dengan impor produk teknologi informasi, utamanya produk telekomunikasi. Untuk memenuhi kebutuhan pangan, pemerintah juga mengandalkan komoditi impor mulai dari beras, kedelai, daging, dan lainnya.

Kini muncul fenomena baru, Indonesia diserbu impor pesawat seiring makin ketatnya persaingan industri penerbangan di dalam negeri. Maskapai penerbangan dalam negeri ramai-ramai membeli pesawat buatan negara maju seperti dari Kanda, Inggris, Perancis, hingga pesawat buatan Rusia.

Tidak heran jika Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan pada Oktober 2012 yang salah satunya disebabkan karena maraknya impor pesawat. "Pesawat terbang juga menjadi kontribusi terbesar. Pesawat yang di impor sekitar 8 unit dan belum lagi ditambah komponennya," ungkap Sasmito.

Nilai fisik impor pesawat pada Oktober 2012 mencapai US$ 232 juta. Dibanding September 2012, terjadi peningkatan 234%.Tidak heran jika banyak impor pesawat belakangan ini. Defisit neraca perdagangan karena faktor impor pesawat yang tinggi juga terjadi pada Mei 2012. Artinya, impor pesawat sudah dua kali memengaruhi neraca perdagangan.

Neraca Defisit

Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit karena banyaknya jumlah pembelian pesawat baru yang dilakukan sejumlah maskapai penerbangan. "Salah satu penyebab defisitnya itu pembelian pesawat terbang yang banyak sekali, karena itu yang kita perlukan," kata Hatta.

Tidak heran jika melihat tingginya impor pesawat akhir-akhir ini. Dari catatan yang ada, beberapa maskapai penerbangan tengah bersiap menerima kedatangan armada baru. Maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia membeli 18 pesawat boeing jenis CRJ 1000 NextGen dengan Bombardier Aerospace, perusahaan pesawat asal Kanada. Dari 18 pesawat Bombardier seri CRJ 1000 NextGen, lima diantaranya akan diterima Garuda Indonesia mulai Bulan Oktober hingga Desember 2012.

Pada tahun ini juga, Garuda Indonesia akan menerima 4 pesawat B737-800NG dan 1 A330-200 pada bulan Februari. Dengan demikian, jumlah armada Garuda Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 105 pesawat dengan rata-rata usia 5,8 tahun. Maskapai penerbangan pelat merah ini juga telah melakukan perjanjian pembelian 11 pesawat airbus A330-300 senilai US$ 2,5 miliar dengan perusahaan pesawat Airbus Inggris.

Untuk rencana tahun depan, Garuda akan memesan dan membeli pesawat baling-baling atau turbo propheler asal Prancis. pembelian tersebut rencananya akan direalisasikan kuartal I tahun depan. Tidak tanggung-tanggung, perusahaan pelat merah ini berencana memesan 50 pesawat tipe ATR72 dan Q4100 buatan Prancis. Garuda siap merogoh kocek besar untuk mendatangkan pesawat-pesawat tersebut. Nilainya kira-kira US$ 16 juta per pesawat.

Aksi maskapai penerbangan Lion Air juga cukup mengejutkan. Tahun ini, Lion Air akan mendatangkan 39 unit pesawat. Maskapai milik Malaysia tersebut juga telah membuat kesepakatan dengan perusahaan asal Amerika Serikat untuk membeli 230 unit pesawat Boeing senilai Rp 195 triliun. Kesepakatan ini disebut-sebut sebagai pembelian terbesar sepanjang sejarah Boeing.

Pesawat itu terdiri atas 201 jenis 737 Maxz dan 29 next generation 737-900 ERs yang akan datang mulai 2017 hingga 2025. Lion juga telah memesan pesawat Boeing sebanyak 178 pesawat untuk jangka waktu 2007-2017, sehingga total yang akan dimiliki Lion hingga 2025 sebanyak 408 pesawat Boeing. Lion juga berencana membeli 10 pesawat jenis Airbus A330 untuk penerbangan jarak jauh.

Tidak mau kalah, PT Sriwijaya Air yang tengah mengembangkan rute penerbangan ke wilayah yang hanya memiliki bandara dengan landasan atau runway pendek telah menandatangani kontrak dengan produsen pesawat, Embraer asal Brasil. Embraer dipercaya, karena pesawat buatan pabrik Brasil ini bisa mendarat di landasan yang hanya 1.450 meter bisa mendarat. Perseroan telah menyiapkan dana untuk membeli 12 pesawat tersebut. Dengan nilai US$ 50 juta per unit.

Terbaru, maskapai penerbangan Sky Aviation bakal mendatangkan pesawat Sukhoi SJ 100 (SSJ 100) untuk melayani penerbangan dalam negeri di Indonesia. Sky Aviation berencana mendatangkan pesawat buatan Rusia tersebut pada bulan ini. Sky telah memesan 12 pesawat dan akan didatangkan secara bertahap hingga 2015.

Hatta menanggapi positif serbuan pesawat impor. Mantan Menteri Perhubungan ini melihat, serbuan pesawat impor tidak lepas dari kemampuan Indonesia memproduksi pesawat. Dia mengakui, impor pesawat di satu sisi cukup positif.

Sebab, bisa meningkatkan konektivitas antar daerah di seluruh Indonesia. Dengan demikian, masyarakat bisa dengan mudah melakukan perjalanan jauh ke penjuru nusantara. "Meningkatkan connectivity dan kita kita belum bisa membuat pesawat terbang, kita beli banyak sekali ini menyebabkan defisit," tegasnya.

BERITA TERKAIT

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…

UMKM Perikanan Potensial di 12 Provinsi Terus Didorong

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan memberikan dukungan penuh terhadap 376 Unit Pengolahan Ikan (UPI) Usaha Mikro…

Indonesia dan Tunisia Segera Tuntaskan Perundingan IT-PTA

NERACA Tangerang – Indonesia dan Tunisia segera menuntaskan Perundingan Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (IT-PTA) pada 2024. Ini ditandai dengan  penyelesaian…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…

UMKM Perikanan Potensial di 12 Provinsi Terus Didorong

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan memberikan dukungan penuh terhadap 376 Unit Pengolahan Ikan (UPI) Usaha Mikro…

Indonesia dan Tunisia Segera Tuntaskan Perundingan IT-PTA

NERACA Tangerang – Indonesia dan Tunisia segera menuntaskan Perundingan Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (IT-PTA) pada 2024. Ini ditandai dengan  penyelesaian…