PAPARAN DATA BPS - Harga Cenderung Naik Tapi Inflasi Menurun

NERACA
Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan adanya penurunan laju inflasi pada bulan November 2012. Sepanjang bulan ke-11 itu, inflasi secara nasional hanya tercatat 0,07%. Angka ini jauh menurun dibanding inflasi pada Oktober yang mencapai 0,16%. Data BPS juga memperlihatkan, laju inflasi sepanjang periode Januari-November 2012 sebesar 3,73%, lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu (yoy) sebesar 4,32%.

Hanya saja, data BPS tersebut tidak sesuai dengan kecenderungan yang ada. Beberapa indikator justru memperlihatkan fakta yang berbeda. Harga beras yang merupakan lokomotif harga misalnya, pada minggu pertama dan kedua November, harga beras di kalangan pedagang eceran kawasan Ciamis, Jawa Barat, masih berada di kisaran Rp 7.500 per kg. Namun pada Minggu ketiga dan keempat harganya merangkak naik ke kisaran Rp 7.700 per kg.

Fakta serupa juga terjadi di Dataran Tinggi Gayo, Aceh. Selama dua pekan terakhir harga beras di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah bergerak naik sekitar 10% per sak.
Data BPS Jawa Barat memperlihatkan, harga beras mengalami kenaikan harga hampir di semua kota/kabupaten. Di Bogor misalnya, harga beras naik 1,3%. Begitupun di Kota Bandung. Harga beras naik tipis. Beras IR 64 misalnya, di jual Rp8.335 per kg, Jember Rp9.194 per kg, Pandan Wangi Rp9.495 per kg. Pada November 2012, kenaikan harga beras memberi andil terhadap inflasi sebesar 0,05 %.

Bukan hanya beras, harga telur juga ikut melonjak. Di Pasar Inpres Kebon Melati Tanah Abang, misalnya, harga telur merangkak dari Rp228 ribu per peti, menjadi Rp 230 ribu per peti, dari sebelumnya. Sedangkan untuk ukuran per kilogram, harga telur dijual sekitar Rp17 ribu, dari harga sebelumnya Rp16 ribu per kg.

Direktur Statistik Harga BPS, Yunita Rusanti mengatakan, kenaikan bawang merah, beras, tarif angkutan udara, daging sapi, bawang putih dan wortel, nasi dan rokok memberikan kontribusi terjadinya inflasi. "Bawang merah naik 22%, kontribusinya 0,08%, beras naik 0,04%, angkutan udara naiknya 1%, daging sapi naik sebesar 23%, dengan kontribusi terhadap inflasi sebesar 0,03%. Selain itu wortel naik 18% dan kontribusi sebesar 0,02%," katanya kepada wartawan di Jakarta, Senin (3/12).

Menurut dia, pemicu lain inflasi adalah transportasi, komunikasi dan jasa keuangan dengan mencapai 1,93% atau kontribusi ke inflasi sebanyak 0,23%. Dia menjelaskan selama tahun 2012, ini kali pertama inflasi lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.

Yunita menyatakan, inflasi terjadi di 33 kota, sementara itu 33 kota lainnya mengalami deflasi. Inflasi terendah terjadi di Jember dengan 0,03%. Sedangkan inflasi tertinggi terjadi di Pontianak dengan tingkat inflasi sebesar 0,96%. Adapun, deflasi tertinggi terjadi di Manokwari dengan minus 0,96%, dan deflasi terendah adalah Singkawang dengan 0,01%.

Dia mengatakan, harga bahan makanan yang naik lebih disebabkan karena jalur distribusi dan pasokan yang kurang merata, sehingga hanya daerah-daerah tertentu yang mengalami inflasi. “Pasokan yang berlebih seperti daging ayam dan cabai yang di Jember inflasi turun karena harga relatif turun di sana. Sehingga tergantung supply dan demand," ujarnya.

Namun, para pedagang buah di Pasar Palmerah Jakarta Barat membantah adanya penurunan harga sayuran dan buah-buahan. Bahkan, harga buah-buahan ternyata masih mahal.
Seorang pedagang megaku, harga buah belum menunjukkan indikasi penurunan. Bahkan apel sudah dua bulan terakhir mengalami kenaikan dan kini bertengger di angka Rp20 ribu per kilogram. Padahal, dua bulan silam masih sebesar Rp15 ribu/kg.

Di tempat terpisah, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Gunaryo mengungkapkan, selama November 2012 harga yang tinggi hanyalah daging sapi sementara bahan pokok lainnya relatif turun. Sehingga tidak terlalu mempengaruhi inflasi, karena harga yang naik hanya komoditas tertentu saja, bukan bahan pokok.

Gunaryo memaparkan, kenaikan harga daging sapi tidak mempengaruhi inflasi karena daging sapi bukan makanan pokok masyarakat Indonesia. “Mereka bisa mengganti daging sapi dengan daging ayam atau ikan,” tuturnya.

Tidak Transparan

Namun kalau yang naik itu bahan pokok, ujar Gunaryo, akan sangat mempengaruhi kenaikan inflasi, seperti beras, cabai dan bawang merah. Sedikit saja harga bahan pokok tersebut naik,sudah pasti mempengaruhi tingkat inflasi.

Berbeda dengan pendapat pengamat ekonomi FEUI Eugenia Mardanugraha. Menurut dia, data yang dikeluarkan oleh BPS itu tidak pernah transparan dalam memberikan data mentahnya dalam mengambil penelitian. Data yang dikeluarkan oleh BPS banyak yang menyimpang dari realita yang terjadi di masyarakat.”Kita tidak bisa mengetahui data mentahnya sehingga adanya dugaan manipulasi data,” katanya kemarin.

Menurut Eugenia, BPS tidak pernah transparan dalam pengambilan data yang dilakukan oleh BPS. Seharusnya data yang dikeluarkan oleh BPS bisa diketahui oleh masyarakat sehingga bisa mengetahui data yang telah diambil itu.”Proses transparansi BPS tidak pernah kita dapatkan selama ini, kita tidak mengetahui bagaimana BPS mendapatkan data,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Indef Prof. Dr. Ahmad Erani Yustika menilai, tidak ada yang aneh dengan data tersebut. “Itu wajar, karena memang sudah terbukti krisis ekonomi internasional menekan inflasi negara kita. Karena ekspor kita tidak besar,” jelas Erani. “Kita diuntungkan dengan adanya krisis ekonomi.”
Lebih-lebih, tidak terjadi kenaikan BBM dalam setahun ini. Maka tidak ada yang mengejutkan dengan data penurunan inflasi.

Kalaupun terjadi kenaikan harga komoditas, ujar Erani, itu sifatnya hanya sporadis dan hanya terjadi di pada komoditas-komoditas tertentu saja. “BPS itu konsisten. Dari tahun ke tahun metode yang digunakannya tidak berubah. Jadi kalau kita mengkritisi data inflasi tahun ini, maka kita juga harus mengkritisi data tahun lalu,” ujarnya.

Namun demikian, Erani merasa ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dari BPS untuk penghitungan inflasi. “Komoditasnya harus diperbanyak dan pengambilan sampelnya juga harus diperluas supaya merepresentasikan seluruh Indonesia. Selama ini kan hanya sekitar 60 kabupaten/kota,” jelas Erani.
Dia mencontohkan, kalau sampel yang diambil hanya Surabaya dengan mengabaikan Pacitan dan Trenggalek, maka data menjadi kurang representatif.

Dengan penambahan komoditas dan wilayah sampel, berarti menambah biaya survei. Mengenai penambahan biaya ini, Erani merasa tetap harus dilakukan. “Daripada dengan data yang kurang baik kemudian menghasilkan kebijakan yang tidak benar, sehingga beban biaya akan lebih besar lagi, lebih baik investasi di survei,” ujarnya. iqbal/novi/mohar/kam

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…