Aksi Buruh Picu Kerugian Usaha Rp190 Triliun - SWEEPING BURUH BERDAMPAK NEGATIF

 

NERACA

Jakarta - Kerugian akibat aksi buruh selama 2012 yang menuntut kelayakan Upah Minimum Provinsi (UMP) di seluruh Indonesia telah menimbulkan kerugian sedikitnya Rp 190 triliun. Sementara munculnya sejumlah kebijakan pemerintah baru-baru ini juga dinilai merugikan kalangan pengusaha. 

"Kerugiannya (aksi buruh, red) ditaksir mencapai Rp 190 triliun atau US$20 miliar," kata Ketua Hubungan Industrial dan Advokasi Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hasanuddin Rahman di Jakarta, Rabu (28/11).

Menurut Hasanuddin, akibat aksi itu, kapasitas produksi tidak bisa penuh dan absensi buruh turun. Akibatnya, tingkat produksi rata-rata di kawasan industri turun 50% dari kapasitas produksi normal.

Kerugian lain akibat aksi tersebut juga dari banyaknya keluhan pembeli karena orderan tidak kunjung diterima. Dan, jika satu sektor berhenti berproduksi, itu akan berpengaruh pada sektor industri lainnya.

Namun pengamat perburuhan yang juga guru besar Universitas Indonesia, Hasbullah Tabrani, menilai angka tersebut terlalu besar.

Tabrani menganalisis, pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia adalah Rp 8.500 triliun. Porsi dari sektor formal terhadap PDB tidak lebih dari 50%, yaitu sekitar Rp 4.000 triliun. “Katakanlah jumlah hari kerja dalam setahun sebanyak 300 hari. Berarti kontribusi PDB sektor formal sekitar Rp 13 triliun per hari,” ujarnya kepada Neraca, Rabu (28/11).

Jadi, jika seluruh pabrik berhenti bekerja dalam satu hari, bisa dikatakan kerugiannya akan sebesar Rp 13 triliun. “Tetapi kan demonstrasi yang terjadi tidak sampai menghentikan seluruh pabrik di Indonesia,” jelas Tabrani.

Adanya demonstrasi selama ini, menurut Tabrani, tidak berarti hanya pengusaha yang dirugikan. “Buruh juga bisa berkurang bonusnya karena produksi berhenti,” ungkap Tabrani.

Di tempat yang berbeda, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan bahwa buruh yang mengikuti demonstrasi adalah buruh yang sudah meminta izin kepada perusahaan tempat dia bekerja. “Kita mengikuti prosedur,” kata dia.

Pengamat ekonomi Universitas Atma Jaya A Prasetyantoko menyebutkan aksi sweeping  buruh yang dilakukan di beberapa wilayah dapat melumpuhkan sektor industri Indonesia dan membuat kerugian yang cukup banyak. “Namun untuk jumlah kerugian akibat aksi sweeping tersebut hanya bisa dihitung oleh perusahaan masing – masing,” ujarnya.

Menteri Kordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan tidak boleh ada pemaksaan oleh kaum buruh dan hukum harus ditegakkan demi keamanan perusahaan.

"Aturan harus ditegakkan. Kapolri akan menjaga agar iklim usaha kita tetap terjaga. Masih ada beberapa yang terkait mengenai UKM dan labor incentive masih dalam pembahasan bersama Menperin dan Menakertrans. Arahan Bapak Presiden tetap kita mengacu agar buruh terus mencapai angka yang layak. Namun perusahaan juga kita jaga," kata dia.

Hal itu diamini oleh Prasetyantoko yang mengatakan bahwa aksi sweeping buruh membutuhkan respon yang lebih luas dari pemerintah.

“Pemerintah dan tentunya aparat yang berwajib harus membuat suatu kebijakan sehingga persoalan buruh tersebut tidak membebani sektor industri. Aksi sweeping ini akan berdampak negatif terhadap perekonomian," jelas Prasetyantoko.

Managing Director Econit Hendri Saparini juga berpendapat bahwa aksi buruh pasti akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Namun dampaknya hanya dirasakan oleh beberapa sektor industri karena aksi tersebut langsung dirasakan oleh sektor industri yang bergerak di bidang tekstil dan elektronik.

"Sebenarnya bagaimana pemerintah menyikapi. Sekarang ini swasta tahu pemerintah tidak punya konsep. Jadi mereka melakukan sesuatu itu berdasarkan case by case tapi penjelasan secara komprehensifnya tidak ada," pungkas Hendri

Opportunity Loss

Anggota Komisi IX DPR RI Poempida Hidayatullah mengungkapkan, perhitungan kerugian Rp 190 triliun itu karena pengusaha memasukan unsur opportunity loss, tidak saja kerugian fisik. Kerugian terbesar dalam aksi buruh ini dialami oleh industri berat yang pekerjanya banyak melakukan aksi buruh dalam setahun ini.

”Padahal, Undang-Undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan mengatakan bahwa buruh bisa melakukan aksi mogok maksimal lima hari dalam setahun. Ini bisa dilihat apakah buruh tersebut melakukan pelanggaran aturan itu apa tidak,” katanya.

Namun Poempida mengatakan, dengan adanya tafsiran kerugian akibat aksi buruh ini, seolah-olah buruh yang disalahkan. Memang, kata dia, para pelaku usaha dirugikan atas aksi buruh tersebut namun mereka tidak sepenuhnya bersalah dalam aksi-aksi tersebut karena mereka menuntut hak dan kesejahteraan.

”Seharusnya pemerintah yang disalahkan karena tidak transparan dalam memunculkan angka-angka pertumbuhan ekonomi di mana pertumbuhan ekonomi berhasil membuat daya beli masyarakat tinggi. Hal ini memunculkan aksi buruh yang ingin mendapatkan kesejahteraan yang baik bagi mereka,” ungkapnya.

Lebih lanjut lagi, dia mengatakan, permasalahan buruh di manapun tidak akan mengakibatkan resesi ekonomi maupun menimbulkan kerugian ekonomi yang akan menguncang perekonomian Indonesia.”Perlu dimaklumi, memang ini kerugian bagi para pengusaha, tetapi kerugiannya tidak akan mengancam ekonomi Indonesia. Hal yang paling penting adalah kesejahteraan buruh,” ujarnya.

Poempida menuturkan, pemerintah harus menjembatani kedua belah pihak sehingga tidak sampai menimbulkan kerugian di antara mereka. Menurut dia, buruh berdemonstrasi karena marah terhadap kebijakan perusahaan mereka.”Oleh karena itu, sangatlah wajar apabila marahnya buruh ini mengakibatkan para pengusaha akan merugi dalam menjalankan usahanya,” tambahnya

Kecam Pemerintah

Di sisi lain, pengusaha juga mengecam sikap pemerintah daerah yang menaikkan upah secara sepihak dengan rata-rata kenaikan 30%."Kemudian, pemerintah juga menaikkan UMP sebanyak rata-rata 30%. Itu apa gunanya," kata Hasanuddin.

Kalangan pengusaha juga mengkritik kebijakan pemerintah terkait keluarnya Permenakertrans No 19/2012 mengenai alih daya dan No 20/2012 mengenai jaminan sosial. Kedua Permen baru ini jelas memberatkan pengusaha dalam menentukan arah strategi bisnisnya.

"Kita lakukan gugatan pemerintah karena melihat diskriminasi terhadap pengusaha. Itu (Permenakertrans No 19/2012) menurut UU No 13/2003 ada kata antara lain, berarti ada lainnya bukan hanya 5 pekerjaan nanti banyak yang gulung tikar penyedia jasa ketenagakerjaan. Juga tentang jaminan bagi tenaga kerja kita menemukan diskriminasi yang sangat tinggi," jelas Hasanuddin. novi/iqbal/iwan/mohar/doko

 

BERITA TERKAIT

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BAPPEBTI TERBITKAN SE 64/2024: - Upaya Memperkuat Ekosistem Aset Kripto

NERACA Jakarta – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 64/BAPPEBTI/SE/04/2024 tentang Penegasan Implementasi Penyelenggaraan Perdagangan…

CIPS: Lartas Impor Berpotensi Lemahkan Daya Saing - PERMENDAG NO 3/2024 PERLU DITINJAU ULANG:

Jakarta-Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai aturan pelarangan terbatas (Lartas) impor berpotensi melemahkan daya saing produk dalam negeri. Menurut…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BAPPEBTI TERBITKAN SE 64/2024: - Upaya Memperkuat Ekosistem Aset Kripto

NERACA Jakarta – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 64/BAPPEBTI/SE/04/2024 tentang Penegasan Implementasi Penyelenggaraan Perdagangan…

CIPS: Lartas Impor Berpotensi Lemahkan Daya Saing - PERMENDAG NO 3/2024 PERLU DITINJAU ULANG:

Jakarta-Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai aturan pelarangan terbatas (Lartas) impor berpotensi melemahkan daya saing produk dalam negeri. Menurut…