KODECO KUASAI 20% SAHAM BLOK MINYAK WEST MADURA - KPK Dituntut Selidiki Indikasi Kerugian Negara

Jakarta – Satu hari sebelum kontrak pengelolaan blok minyak dan gas West Madura Offshore (WMO) berakhir, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memutuskan Pertamina menguasai 80% dan Kodeco berhak atas 20% sisanya. Sedangkan operator diserahkan pada Pertamina dari sebelumnya Kodeco. Adapun kontrak bisnis berlaku hingga 2031 atau selama 20 tahun.

NERACA

Pengamat perminyakan Kurtubi menilai keputusan itu keliru dan menunjukkan pemerintah lalai karena memberikan potensi pendapatan negara pada pihak asing yaitu Kodeco yang berasal dari Korea. Bahkan, dia mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelisik kerugian negara.

”Pemasukan negara menjadi tidak 100%. Ini berarti potensi pendapatan negara hilang dan sekaligus menguntungkan pihak asing. Ini sudah cukup bagi KPK untuk masuk,” tegas Kurtubi ketika dihubungi Neraca, Kamis (5/4). Padahal, setelah kontrak migas berakhir, seharusnya semua aset, infrastruktur dan cadangan migas di dalamnya dikembalikan ke negara. Dengan sebagian porsi saham jatuh ke Kodeco, menurut dia, berarti ada aset negara yang menuntungkan asing sekaligus merugikan negara.

Menilik proses berliku hingga bermuara pada penandatangan kontrak baru dengan komposisi saham yang masih melibatkan perusahaan asing, Kurtubi menuding adanya indikasi rekayasa. Bahkan, hal ini makin menunjukkan tidak adanya pemihakan pemerintah terutama kementerian ESDM dan BP Migas kepada perusahaan migas nasional. ”Melihat pernyataan dari BP Migas, mereka makin jelas terlihat jadi alat untuk merugikan negara,” tukas pengajar pascasarjana Universitas Indonesia itu.

Senada, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (Iress) Marwan Batubara menolak keputusan tersebut dan tetap menuntut agar Blok WMO diserahkan kepada Pertamina 100%. Alasannya, tidak ada ketentuan dalam joint operating agreement (JOA) WMO yang mewajibkan Indonesia untuk memperpanjang kerjasama dengan Kodeco.

Selain itu, ”BP Migas telah menyatakan melalui surat tertanggal 13 April 2011 bahwa Kodeco akan mendapatkan saham 10%, dan jika ternyata diberi saham 20%, hal ini berpotensi memberi kesempatan kepada penumpang gelap untuk memiliki saham di WMO dengan cara yang mudah, sangat murah dan tidak sah,” papar Marwan dalam keterangan tertulis yang diterima Neraca, kemarin.

Menurut Marwan, kepemilikan saham 20% untuk Kodeco sama dengan kerugian negara bernilai sama. Hitung-hitungan Iress, pemerintah melalui Pertamina kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan akibat sahamnya berkurang 20% sebesar US$ 2,185 miliar.

Selain itu, pemerintah kehilangan kesempatan untuk memperoleh bonus tandatangan 20% saham Kodeco di NWO sekitar US$ 440 juta. Hal ini diperoleh dengan membandingkan dengan bonus tandatangan ONWJ yang nilainya US$ 280 juta untuk pemilikan saham sebesar 16,5%.

Pihaknya juga telah melaporkan dugaan korupsi dan kehilangan pendapatan negara ini kepada KPK Kamis (5/5). ”KPK akan memanggil Kepala BP Migas pada Jumat besok (hari ini),” ujarnya.

Penandatanganan Kontrak Kerja sama Wilayah West Madura Offshore sendiri merupakan pengganti Production Sharing Contract JOA  pada wilayah kerja ini. Investasi yang akan ditanamkan untuk periode 2011 s/d 2031 diperkirakan sebesar US $ 1 Milyar. Produksi migas blok seluar 6500 km2 memasok kebutuhan Pembangkit PLN di Gresik, PGN Jawa Timur, Petrokimia Gresik dan PT. Media Karya Sentosa.

Sedangkan komitmen eksploitasi yang akan dilaksanakan pada tahun pertama (2011 -2012) dalam rangka meningkatkan produksi dari lapangan existing antara lain meliputi kegiatan pemboran 18 sumur pengembangan, workover & stimulation 2 sumur produksi dan pengembangan fasilitas produksi dengan nilai sebesar US $ 250,5 juta. Staf Ahli Menteri ESDM Kardaya Warnika usai penandatangan mengungkapkan, perpanjangan kontrak merupakan upaya mempertahankan produksi minyak nasional

Secara terpisah, anggota komisi VII atau komisi energi DPR RI Romahurmuzy menilai komposisi saham atau participating interest WMO itu merupakan kompromi antara kepentingan nasional dan upaya mempertahankan iklim investasi migas.

Menurut dia, dominasi saham Pertamina menunjukkan kepeberpihakan pemeritah pada BUMN migas itu karena negara mendapat dividen dan manfaat pasokan migas. Lantas, dipertahankannya Kodeco demi menjaga atmosfer kondusif iklim investasi. ”Selain itu, kesepakatan itu sejalan dengan komitmen pemerintah mencapai lifting atau produksi minyak siap jual sebesar 970 ribu barel untuk 2011 ini,” ujar Romi kemarin.

”Ada dua hal lainnya yang sama penting. Kontorversi ikut sertanya dua perusahaan baru akhirnya berakhir dan hubungan diplomatik dengan Korea tetap baik karena Kodeco dipertahankan,” kata Romi, panggilan akrab Romahurmuzy. Sebelumnya, keberadaan PT. Sinergindo Citra Harapan, dan Pure Link Investment yang memiliki masing-masing memiliki 12,5% saham dipertanyakan karena tidak memiliki latar belakang dan pengalaman sebagai perusahaan migas.

Sementara menyoal adanya kemungkinan Kodeco mengalihkan sahamnya kepada perusahaan lainnya, Romi menegaskan hal itu hanya bisa dilakukan melalui persetujuan Pertamina selaku perusahaan afiliasi atau pemegang saham WMO. ”Apalagi sesuai dengan PP 35 tahun 2004, penjualan saham kepada perusahaan non-afiliasi harus ditawarkan terlbih dulu pada perusahaan nasional. Artinya jelas, Pertamina harus mendapat prioritas!” katanya.

Romi juga mengingatkan, blok Mahakam di Kalimantan Timur juga akan menyusul masa kontraknya pada 2017. Untuk itu, dia mendesak Pertamina belajar dari kasus WMO dengan lebih agresif mendapatkan 100% saham dari pemegang kontrak selama ini yaitu Total Indonesie E%P asal Prancis. Inung

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…