Penyelidikan Impor Tepung Terigu - KPPI Bertentangan Dengan Perjanjian Safeguard WTO

 

Jakarta - Penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) terhadap produk impor tepung terigu bertentangan dengan Perjanjian Safeguard WTO dan merugikan kepentingan nasional Indonesia secara keseluruhan. Seperti telah diketahui bersama, KPPI telah mengambil prakarsa untuk melakukan Investigasi safeguard pada 24 Agustus 2012 atas impor tepung terigu berdasarkan permintaan APTINDO.

Hal yang sangat disayangkan adalah Asosiasi Eksportir, Produk Gandum, Kacang-Kacangan dan Minyak Sayur Turki baru mendapat informasi dari media bahwa KPPI telah merekomendasikan kepada Kementerian Perdagangan untuk memberlakukan pajak safeguard sementara sebesar 20% atas tepung terigu dan Menteri Perdagangan sudah menandatangani rekomendasi tersebut. Rekomendasi tersebut baru berlaku setelah disetujui Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian.

Ketua Asosiasi Eksportir, Produk Gandum, Kacang-Kacangan dan Minyak Sayur Turki Turgay Unlu dalam siaran persnya menyatakan, walaupun pengacara telah meminta, belum ada informasi yang disampaikan kepada pihaknya, sesuai dengan prinsip keadilan dan keterbukaan investigasi seperti yang diamanatkan Perjanjian Safeguard WTO.

“Persatuan eksportir kami akan terus menyampaikan kekhawatiran dan penolakan mereka atas investigasi ini yang bertentangan dengan Perjanjian Safeguard WTO dan kepentingan nasional Indonesia secara keseluruhan”, tandas Unlu.

Pernyataan Unlu tersebut disampaikan menanggapi rekomendasi pengenaan BMTPS pada tepung gandum impor sebesar 20 %. Menurut peraturan WTO, negara anggota hanya dapat memberlakukan tindakan safeguard apabila memenuhi empat persyaratan.

Yaitu, pertama, terbuktinya peningkatan volume impor. Kedua, terdapat bukti adanya kerugian serius bagi industri dalam negeri secara keseluruhan atau adanya ancaman kerugian yang serius. Ketiga, terdapat hubungan sebab-akibat antara kenaikan impor dengan kerugian serius atau ancaman kerugian serius. Keempat, muncul perkembangan yang diluar dugaan.  “Kami melihat bahwa tidak ada satupun dari kriteria ini yang dipenuhi dalam permintaan APTINDO,” tutur Unlu.

Pertama-tama, bahkan data yang diberikan APTINDO jelas-jelas menyatakan bahwa impor total tahun 2011 menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Sama halnya, apabila data lima bulan untuk 2012 telah diproyeksikan dan dianualisasi untuk sepanjang tahun 2012, kelihatan bahwa terdapat penurunan impor yang besar tahun 2012 dimana total impor 2011 telah turun 11% dibanding tahun sebelumnya.

Mengingat kecenderungan impor tepung terigu ke Indonesia, sangatlah tidak akurat untuk mengatakan bahwa telah terjadi peningkatan impor tepung terigu yang cukup baru, cukup mendadak, cukup tajam and cukup signifikan, baik dari segi volume dan nilai, sehingga mengancam akan terjadinya kerugian serius, mengingat penurunan signifikan tahun 2011 yang berlanjut tahun 2012.

Kedua, tindakan safeguard hanya dapat dibenarkan ketika akibat perkembangan tak terduga seperti perubahan kecenderungan konsumen atau teknologi, industri lokal menjadi tidak dapat bersaing dan ketinggalan di luar perkiraan. Sangat mengejutkan bahwa tidak ada satu katapun yang menyatakan perkembangan tak terduga dalam permohonan APTINDO.

Ketiga, sesuai dengan peraturan internasional mengenai pelaksanaan tidakan safeguard, impor harus menyebabkan kerugian serius atau mengancam akan menyebabkan kerugian serius. Disamping itu, “kerugian serius” harus dimengerti sebagai “kerugian menyeluruh yang signifikan” atas industri dalam negeri.

Namun berdasarkan indikator yang disampaikan APTINDO kepada KPPI dalam permohonannya, jelas terlihat industri dalam negeri tidak menderita kerugian akibat impor, bahkan sebetulnya kinerja mereka lumayan bagus.

APTINDO dalam pemberitaan di media selalu menyoroti empat perusahaan penggilingan terigu, yaitu PT Panganmas, PT Lumbung Nasional, PT Golden Grand Mill dan PT Berkat Indah Gemilang, dengan maksud memperlihatkan kerugian yang dialami.

Padahalnya, Perjanjian Safeguard tidak memperbolehkan pemisahan oleh pihak-pihak yang mengajukan petisi karena ketentuannya secara khusus merujuk pada produsen secara keseluruhan dari produk sejenis atau yang bersaing. “Sudah terbukti bahwa APTINDO dan pihak-pihak yang mengajukan petisi menyadari bahwa mereka tidak memiliki dasar hukum atau teknis untuk meminta tindakan atas impor tepung terigu,” tegas Unlu.

 

Tak Mampu Bersaing

Menurut Unlu, tuduhan adanya kerugian oleh para pengusaha penggilingan Indonesia yang baru ini mungkin merupakan akibat dari ketidakmampuan mereka bersaing dengan produsen tepung terigu besar karena tidak mendapatkan economies of scale (perbandingan antara unit biaya dan ukuran usaha)   yang memadai.

Misalnya, harga bahan mentah mereka akan lebih tinggi dari pada pemain besar karena pemain kecil membeli gandum dalam kontainer sedangkan penggilingan besar membeli dengan curah.

Perlu diingat bahwa penggilingan gandum di seluruh dunia adalah industri yang digerakkan oleh efisiensi dan economies of scale sehingga empat perusahaan yang ditonjolkan APTINDO kurang beruntung dalam bersaing dengan usaha penggilingan besar yang mendapat economies of scale lebih tinggi.

Paralelitas antara kecenderungan volume impor dan penurunan faktor ekonomi industri domestik merupakan satu elemen yang sangat penting untuk menentukan hubungan sebab-akibat dalam berbagai Laporan Badan Tingkat Banding WTO.

Mengenai hal ini Unlu menyatakan pandangannya dengan mengatakan, ”Dalam pengaduannya, tuduhan kerugian juga dihubungkan dengan impor; namun tuduhan ini sama sekali tidak didukung alat bukti. Sebaliknya, tidak terdapat hubungan sebab-akibat antara impor dan tuduhan kerugian.”

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…