Irman Alvian Zahiruddin, Direktur Konsumer BTN - Berpegang Teguh Pada Filosofi Hidup

 

Perombakan sistem yang dilakukan Irman di tubuh BTN ternyata membuahkan hasil cukup memuaskan. Karena dengan seleksi alam yang berlaku pada sistem itu, kini terlihat mana karyawan yang perform dan mana yang tidak.

NERACA

Memberi kontribusi penting adalah filosofi Irman dalam berkarir di Bank Tabungan Negara (BTN), terbukti dengan berpegang teguh pada filosofi itu, kini dia dipercaya mengemban sebuah jabatan penting di BTN. Tak hanya itu, dengan persiapan-persiapan matang yang dimiliki, Irman mampu mewujudkan visi misi BTN sebagai bank pembiayaan perumahan terkemuka di Indonesia.

“Kalau dibilang ingin membuat BTN menjadi bank pembiayaan perumahan terkemuka, ya sejak dulu sudah seperti itu. Tetapi intinya saya ingin terus mengembangkan BTN. Untuk itu, saya harus memberikan kontribusi penting pada perusahaan ini,” sebut Irman.

Nah, karena itu Irman tak mau setengah-setengah dalam bekerja. Segala sesuatunya selalu dipersiapkan dengan matang. Sampai-sampai Irman melakukan perombakan ditubuh BTN. Lantas, apa perombakan yang dilkaukan Irman di tubuh BTN? Dalam hal ini, dia melakukan Perombakan sistem dan Sumber Daya Manusia (SDM) BTN.

Dalam konteks ini, dia mulai memperbaiki SDM dengan cara terjun langsung ke arena SDM. Hal pertama yang diperbaiki adalah memberlakukan punish and reward kepada SDM dalam hal bonus akhir tahun. “Kalau dahulu kan, bonus akhir tahun itu dibagi sama rata. Misalnya, dapat bonus satu kali gaji, ya semua ngikut. Tapi, apa yang terjadi dengan pembagian bonus yang sama ini? ternyata tidak mampu meningkatkan kinerja para karyawan,” tegas dia.

Kenapa demikian? Irman beralasan, jika smua karyawan BTN diberikan bonus serupa justru akan membuat kinerja karyawan semakin rendah. Masuk akal memang, karena jika kondisinya seperti itu, pasti para karyawan akan berfikir untuk apa perform jika rekan kita yang tak perform diganjar dengan bonus yang sama. “Kalau bonus rata diberikan kepada seluruh karyawan, pasti akan terlintas dipikiran karyawan, untuk apa perform toh nanti dapat bonusnya juga sama,” tegas Irman.

Kondisi-kondisi inilah yang diubah Irman, dalam hal ini ia menginginkan psosisi 6-0 untuk karyawan yang perform. Maksudnya, kalau seorang karyawan itu baik dan memiliki performanya sangat tinggi, ya, kasih bonusnya enam kali. Begitu juga sebaliknya. Kalau dia tak perform, maka tak ada bonus sama sekali.

Di sisi lainnya, Irman sadar betul kalau semua itu tak dapat dilakukan dengan mudah. Tetapi ia berupaya merealisasikannya secara perlahan. Maklum, bonus bagi sebagian karyawan merupakan shock therapy. Dimana, sebagian dari mereka, memasukkan unsur bonus ke dalam konteks pembayaran kebutuhan mereka.  Seperti untuk membayar kebutuhan sekolah anak dan lain sebagainya, maka yang terlintas dipikiran mereka adalah bagaimana memperoleh bonus. “Nah, kalau sudah seperti itu tentunya mereka akan memberikan yang terbaik bagi perusahaan,” kata dia.

Dengan strategi yang dilakukan, ternyata membuahkan hasil. Kini mulai terlihat atas seleksi alam yang terjadi, mana karyawan yang perform dan mana yang tidak? Dengan demikian, karena kebutuhan hidup karyawan, maka karyawan yang belum perfom akan terpancing untuk turut pula memberikan yang terbaik bagi perusahaan.

Apalagi bagi nasabah-nasabah prioritas BTN, tentunya mereka juga harus mendapatkan prioritas dalam hal pelayanan. Untuk itu, Irman mengharuskan semua karyawannya untuk balik ke rumah pada pulul 21.00. “Seperti karyawan yang mengisi pos credit analysis misalnya. Itu bukan sesuatu hal yang baru di BTN,” ujarnya.

Menyenangi Koleksi Jam

Bagi sebagian orang, barang koleksi adalah cerminan pribadi si kolektor itu sendiri. Irman pun demikian, karena sangat menghargai waktu barang koleksinya tak jauh-jauh dari yang namanya jam. Alhasil, puluhan jam baik itu jam klasik ataupun modern ia miliki sebagai barang koleksi. “Kenapa Jam? Ya karena Story of Time saja, saya sangat menghargai waktu, makanya saya sangat menyenangi untuk mengoleksi jam,” jelas pria yang juga menggilai olahraga golf dan sepeda ini.

Ngomong-ngomong soal jam, menurut dia jam bermesin umumnya lebih collectibel. Namun koleksi yang ia miliki tak hanya itu, karena ia juga memiliki jam yang harus diputar, kemudian jam dengan energi baterai, otomatik, pakai stopwatch, jam regulator. “Memang sih jam bermesin lebih collectibel, tetapi saya juga punya koleksi jam lainnya,” beber Irman.

Salah satu koleksi termahal miliknya adalah sebuah jam klasik keluaran Patek Philippe buatan Swiss 1928. Kabarnya, Harganya berada pada kisaran US$700 ribu, atau US$817 ribu, bahkan bisa mencapai sampai US$3 juta. “Harganya memang gila, bahkan jam merek Patek Philippe lainnya ada yang senilai Rp45 miliar,” kata dia..

Hobi ini, telah dilakukan Irman sejak duduk di bangku SMP. Alasannya cukup simpel, menurutnya perhiasan pria itu ada 2, kalau bukan pulpen/cincin pasti jam. Dan dia merupakan salah satu sangat menyenangi koleksi pulpen dan jam. 

BERITA TERKAIT

Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah

  Yudi Candra  Pakar Membaca Wajah  Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah Memang garis takdir manusia sudah ditentukan oleh tuhan.…

Tanamkan Cinta Tanah Air dan Bela Negara

Prof. Dr. Erna Hernawati, Ak., CPMA., CA., CGOP.Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Predikat KARTINI MASA KINI pantas disematkan…

Selamatkan Masa Depan 250 Ribu Siswa Keluarga Ekonomi Lemah

KCD Wilayah III‎ Disdik Jawa Barat, H.Herry Pansila M.Sc    Saatnya Untuk selamatkan 250 Ribu Siswa dari Keluarga Ekonomi tidak…

BERITA LAINNYA DI

Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah

  Yudi Candra  Pakar Membaca Wajah  Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah Memang garis takdir manusia sudah ditentukan oleh tuhan.…

Tanamkan Cinta Tanah Air dan Bela Negara

Prof. Dr. Erna Hernawati, Ak., CPMA., CA., CGOP.Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Predikat KARTINI MASA KINI pantas disematkan…

Selamatkan Masa Depan 250 Ribu Siswa Keluarga Ekonomi Lemah

KCD Wilayah III‎ Disdik Jawa Barat, H.Herry Pansila M.Sc    Saatnya Untuk selamatkan 250 Ribu Siswa dari Keluarga Ekonomi tidak…