Lahan Masih Bermasalah - Kemenhut Data Lahan Untuk Perluasan Kebun Tebu

NERACA

Jakarta – Kementerian Kehutanan sedang mendata lahan hutan produksi yang penggunaannya masih bisa dialihkan untuk areal perkebunan tebu guna mendukung upaya pencapaian swasembada gula tahun 2014.

Menurut Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan Kementerian Kehutanan Tri Joko Mulyono, sesuai peta masih ada 16 juta hektare lahan yang bisa digunakan.

“Kami sedang mendata mana yang benar-benar bisa dikonversi. Kami juga sedang mengevaluasi izin prinsip penggunaan lahan hutan produksi,” kata Tri Joko di sela seminar tentang investasi industri gula di Jakarta, kemarin.

Dia menambahkan, lahan dengan izin prinsip lebih dari lima tahun yang sudah tidak bisa diperpanjang, akan diprioritaskan untuk perkebunan tebu. “Tanggal 21 Maret lalu kami sudah umumkan 182 izin prinsip lebih dari lima tahun yang belum memenuhi syarat. Kami akan evaluasi, kalau tidak dilanjutkan akan kami batalkan untuk diberikan ke investor yang serius, termasuk untuk perkebunan tebu,” jelasnya.

Tri Joko mengungkap, luas areal dari ke-182 izin prinsip pengelolaan itu sekitar 103 ribu hektare. Pada tahun 2010 pemerintah telah menerbitkan izin prinsip pengelolaan lahan seluas 40 ribu hektare di Merauke untuk perkebunan tebu.

Pada awal 2011, imbuhnya, satu pemerintah kabupaten di Sumatera Selatan juga telah mengalihkan izin pengelolaan lahan seluas 40 ribu hektare untuk areal perkebunan tebu. “Pemerintah pusat juga telah mendorong pemerintah daerah yang lain untuk memrioritaskan lahan untuk perkebunan tebu,” terangnya.

Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia Kementerian Perindustrian Benny Wahyudi mengungkap, paling tidak 500 ribu hektare tambahan lahan diperlukan guna mendukung pencapaian swasembada gula. Lahan tersebut diperlukan untuk membangun setidaknya 20 unit pabrik gula beserta perkebunan tebu baru untuk menambah produksi gula sesuai target.

Menurut peta jalan yang sudah dibuat pemerintah, revitalisasi industri gula nasional dilakukan dengan target produksi gula nasional yang pada 2009 sebanyak 2,6 juta ton dan turun jadi 2,2 juta ton tahun 2010, bisa naik menjadi 5,7 juta ton, sesuai kebutuhan nasional, pada 2014.

“Kalau lahan untuk itu sudah ada akhir tahun ini, kami optimis swasembada tercapai, tapi kalau sampai pertengahan tahun depan belum tersedia akan sulit karena untuk membangun pabrik butuh setidaknya dua tahun, menyiapkan perkebunan tebu sampai menghasilkan juga butuh waktu dua tahunan,” terang Benny.

Menurutnya, masalah utama dalam melakukan proses revitalisasi industri gula dan tebu di Indonesia adalah terkait dengan persoalan lahan yang hingga kini masih banyak lahan yang belum jelas penggunaannya karena tidak ditertibkan.

Kebijakan Kemenhut untuk mengalokasikan lahan terlantar bagi perkebunan tebu, lanjut Benny, meski terlambat tetapi merupakan sebuah langkah yang tepat dalam mencapai tujuan revitalisasi industri gula.

Benny juga menuturkan, pada saat ini memang terdapat jutaan hektar yang awalnya dialokasikan untuk perkebunan tetapi kini sebagian lahan tersebut ada yang terlantar, dikuasai rakyat, atau dipindahtangankan tanpa pemberitahuan ke pemerintah pusat.

Untuk itu, lanjutnya, langkah penertiban yang sedang dilakukan terkait dengan lahan patut untuk didukung agar sistem pendataan terkait penggunaan lahan dapat lebih jelas lagi.

Dia mengemukakan, pihak Kementerian Perindustrian saat ini memfasilitasi berbagai rapat atau pertemuan dengan sejumlah pihak terkait dengan revitalisasi industri gula tersebut.

Selain menuturkan soal lahan, Benny juga menginginkan adanya kebijakan bea masuk yang fleksibel yang sangat diperlukan mengingat dinamisnya pergerakan harga gula pada saat ini. “Kalau terlalu tinggi kasihan konsumen, tetapi kalau terlalu rendah kasihan petani,” katanya.

Kementerian Perindustrian saat ini juga sedang membahas insentif fiskal terkait dengan infrastruktur dalam program revitalisasi industri gula dan tebu tersebut.

Benny juga mengutarakan harapannya agar program revitalisasi industri gula dan tebu dapat berjalan baik dan pihaknya terbuka terhadap masukan.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…