Praktik Outsourcing Banyak Menyimpang

NERACA

 

Jakarta – Para aktivis perburuhan menilai praktik alih daya (outsourcing) masih banyak menyimpang dari aturan yang seharusnya.

“Sudah banyak dilakukan penelitian. Kesimpulannya, outsourcing banyak meniadakan atau mengurangi hak-hak pekerja. Dan itu terjadi di berbagai sektor industri,” kata Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar, Rabu (21/11).

Menurut Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) menilai, pelanggaran aturan outsourcing itu harus diluruskan. “Ini adalah salah satu yang akan menjadi pendorong demonstrasi MPBI besok (hari ini, red),” kata anggota Presidium MPBI Said Iqbal.

Jika merunut pada Permenakertrans No.1 tahun 1999, definisi upah minimum adalah gaji pokok ditambah tunjangan tetap. “Tunjangan tambahan tidak masuk dalam perhitungan upah minimum,” kata Timboel.

Selama ini, tambah Iqbal, banyak perusahaan yang menganggap upah minimum itu sama dengan take home pay.

Pelanggaran lain adalah pada UU No.3 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa perusahaan wajib memberikan jaminan sosial. “Sementara kenyataannya, banyak pekerja alih daya yang tidak mendapatkan jeminan sosial,” ujar Timboel.

Seharusnya jaminan sosial itu didapat pekerja sejak awal masuk, bukan baru setelah kerja enam bulan atau setahun. “Yang terjadi, pekerja alih daya, kalaupun mendapat jaminan sosial, baru didapat setelah beberapa bulan bekerja. Alasannya kontrak hanya enam bulan. Ini salah,” jelas Timboel.

Timboel juga mempermasalahkan tentang pekerja alih daya yang sering kebingungan mengadu ke mana ketika mendapati masalah. “User (pengusaha, red) bilang, kamu kan bukan pekerja saya.” Hal ini membuat pekerja alih daya kesulitan berserikat.

Menurut Timboel, praktik-praktik tersebut bukan dilakukan satu dua agen alih daya atau pengusaha. “Ini adalah praktik yang sudah masif,” kata dia.

Borok Sampoerna

Di sisi lain, sebuah lembaga swadaya masyarakat bernama Partisipasi Indonesia baru saja menyelesaikan penelitian tentang praktik kerja kontrak dan alih daya di PT HM Sampoerna. Perusahaan tersebut adalah industri rokok nasional yang mempunyai pangsa pasar terbesar (34%) dan juga memiliki jumlah karyawan terbanyak.

Salah satu strategi Sampoerna, selain inovasi produk dan promosi dan memperluas pasar, adalah meningkatkan produksi dengan metode berbiaya murah. Caranya adalah dengan menyerahkan produksi rokoknya pada pihak ketiga. Sistem kerja sama produksi seperti ini disebut Mitra Produksi Sigaret (MPS).

Sampoerna mempunyai 38 MPS yang tersebar di Pulau Jawa. Total pekerja MPS adalah lebih dari 60.000 karyawan sementara jumlah karyawan tetap Sampoerna yang mengoperasikan delapan pabrik rokok dan mendistribusikannya ke 65 kantor penjualan di seluruh Indonesia adalah sebanyak 28.300 karyawan.

Tugas MPS adalah melinting rokok yang semua bahan bakunya dipasok dari Sampoerna. Inilah yang menjadi permasalahan. “Melinting rokok itu kan masuk dalam core business industri rokok, bukan penunjang. Jadi tidak boleh outsourcing,” jelas Iqbal.

Timboel mencurigai, jangan-jangan MPS yang berelasi dengan Sampoerna tidak mempunyai legalitas yang semestinya. Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari LSM Partisipasi Indonesia yang mengatakan bahwa sebagian MPS di jawa Timur berada di bawah pesantren dan koperasi. “Ini jelas tidak boleh,” kata Timboel.

Anggota DPR Komisi IX Nur Suhud berjanji akan mengangkat kasus Sampoerna ini ke lembaganya. “Saya akan mengusulkan memanggil Philip Morris (sebagai pemilik Sampoerna), walaupun kemungkinan kalah dengan sindikat Sekjen DPR yang kuat,” kata Suhud.

BERITA TERKAIT

Sadari Potensi Dunia Digital, Raih Cuan Jutaan dari Jualan Online

  NERACA Magetan – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) menyelenggarakan kegiatan Chip In #MakinCakapDigital2024 bertema “Etika Bebas Berpendapat di…

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Sadari Potensi Dunia Digital, Raih Cuan Jutaan dari Jualan Online

  NERACA Magetan – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) menyelenggarakan kegiatan Chip In #MakinCakapDigital2024 bertema “Etika Bebas Berpendapat di…

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…