Kita terkejut saat mendengar pernyataan Menkumham Patrialis Akbar di Jakarta, pekan ini, bahwa UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang ada saat ini dianggap terlalu “keras” dan belum mengakomodasi seluruh pemangku kepentingan, sehingga perlu direvisi. Ini tentu sangat mencengangkan bagi para penggiat antikorupsi di negeri ini.
Jelas, pernyataan Menkumham itu belum menunjukkan keberpihakan terhadap pemberantasan korupsi di negeri ini. Apalagi sejumlah jaksa yang menangani perkara Tariq Khan terkait kasus Bank Century dijatuhi sanksi disiplin tingkat berat oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Sanksi tersebut mulai dari penundaan kenaikan pangkat hingga penurunan pangkat. Karena para jaksa tersebut telah menjatuhkan vonis ringan atas kasus korupsi di bank tersebut.
Selain itu, kita tentu masih ingat penetapan tersangka dan penahanan 26 politisi dalam kasus suap pemilihan deputi senior Gubernur Bank Indonesia, kemudian KPK kembali menangkap tangan pelaku suap sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga.
Namun, poin pentingnya bukanlah terletak hanya pada deskripsi kasus-kasus tersebut. Dengan pendekatan ekonomi politik, kita bisa paham, betapa besar “risiko” KPK ketika mulai memutuskan masuk secara serius pada kasus-kasus yang punya dimensi ekonomi politik. Ini menggambarkan perbuatan korupsi telah melibatkan unsur pemerintahan (birokrasi kelas atas), politisi, pengusaha, dan bahkan aparat penegak hukum.
Indonesian Corruption Watch (ICW) menengarai ada 15 kali upaya pelemahan signifikan yang dilakukan berbagai kekuatan terhadap KPK. Salah satu bentuk pelemahan yang diperkirakan akan berdampak paling serius adalah penghilangan, pengaburan, dan pelemahan kewenangan KPK melalui jalur legislasi atau perubahan aturan hukum. Salah satunya adalah merevisi UU KPK dan UU Tipikor.
Revisi undang-undang, atau upaya pembatalan dasar hukum pembentukan lembaga seperti KPK adalah strategi untuk membunuh KPK tepat di “jantungnya”. Betapa tidak, jika UU KPK diotak-atik, kewenangannya dilemahkan, niscaya nama KPK hanya tinggal sebuah nama dan legitimasi formal semata.
Indikasi persekongkolan kekuatan non-negara yang menjadikan kewenangan politik dan birokrasi sebagai target yang harus dipengaruhi, ini mirip dengan konsepsi shadow state”. Sebuah argumentasi teoritis yang pertama kali dibangun oleh William Reno (1995) berdasarkan risetnya di Sierra Leone,Afrika. Kondisi ini terjadi di negara yang lemah, di mana kewenangan aparatur negara diperjualbelikan melalui “informal economy”, dengan tujuan merekayasa kebijakan dan regulasi untuk keuntungan pemain di pasar gelap politik bisnis.
Rasanya kita menemukan penjelasan teoritis, kenapa begitu banyak kebijakan, alokasi anggaran, alih fungsi hutan, izin pertambangan, dan proyek pembangunan tendensius cenderung memfasilitasi kemewahan pejabat dan menguntungkan segelintir kelompok bisnis tertentu. Kita juga melihat adanya relasi antara penyumbang dana kampanye partai politik dengan arah kebijakan, regulasi, dan sikap para penyelenggara negara. Praktik itulah yang mulai dijamah oleh KPK.
Sehingga publik tidak heran, jika ada argumentasi normatif politisi yang mengatakan revisi UU KPK maupun UU Tipikor hanya dilakukan dalam kerangka harmonisasi hukum dengan UU lain terdengar basi dan mengada-ada. Kita perlu waspada di level yang paling sensitif terhadap kemungkinan pelumpuhan KPK oleh politisi melalui rencana revisi UU tersebut.
Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…
Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…
Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…
Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…
Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…
Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…