Industri Kaca "Diselamatkan" Sektor Otomotif dan Properti

NERACA

 

Jakarta – Kendati pasar produk kaca dalam ranah global masih dalam keadaan krisis, akan tetapi permintaan kaca di dalam negeri masih cukup bagus. Terutama permintaan dari industri otomotif dan properti. Oleh karena itu, Asosiasi Industri Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) merasa optimis penjualan kaca pada tahun ini mencapai 1,2 juta ton atau naik 6,5% ketimbang volume penjualan kaca tahun 2011 yang mencapai 1,1 juta ton.

Ketua Unit Kaca Pengaman AKLP Yustinus H. Gunawan mengatakan bahwa perkiraan ini lebih baik dari perhitungan sebelumnya yang hanya memproyeksikan kenaikan sebesar 4-5% dikarenakan adanya krisis global. “Volume penjualan kaca mencapai 840.000 ton. Penjualan kaca pada kuartal ketiga tahun ini diperkirakan mencapai sekitar 890.400 ton,” ujar Yustinus di Jakarta, akhir pekan kemarin.

Di sisi lain, AKLP juga mengkhawatirkan kemungkinan turunnya penjualan mobil hingga akhir tahun ini akibat kebijakan menaikkan uang muka (down payment/DP) kendaraan seperti yang diperkirakan oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Jika penjualan mobil merosot, maka penjualan kaca di sektor automotif pun dipastikan bakal menurun hingga 5%. Saat ini, sektor properti dan automotif adalah kontributor terbesar terhadap penjualan kaca. "70-75% penjualan kaca di sektor properti. Sedangkan sisanya automotif. Kalau pasar automotif turun,kita juga menjadi khawatir. Kemungkinan akan terjadi penurunan penjualan 5%," paparnya.

Menurut dia, dengan membaiknya perekonomian Indonesia telah memacu pertumbuhan berbagai industri lainnya di dalam negeri tak terkecuali industri otomotif dan properti yang menjadi pasar untuk produk lembaran kaca. “Alhasil, industri kaca nasional pun ikut sumringah. “Kedua industri itu merupakan konsumen utama industri kaca,” jelasnya.

Lebih lanjut dikatakan dia, produsen semakin mengandalkan pasar dalam negeri. Karena permintaan kaca di pasar dalam negeri ini malah bisa mensubstitusikan penurunan penjualan mereka di pasar eskpor. Penjualan kaca ke luar negeri memang menunjukkan tren turun, karena imbas krisis di Eropa. Krisis memicu industri kaca di luar negeri menjual dengan harga murah. padahal, di sisi lain biaya produksi kaca di Indonesia justru kian membengkak akibat kenaikan harga gas sebagai sumber energi utama.

Alhasil, daya saing produk kaca buatan Indonesia pun melemah. “Permintaan ekspor di kuartal tiga tahun ini melorot sekitar 10% dibanding periode yang sama tahun lalu, karena turunnya daya saing kita,” papar Yustinus.

Kenaikan Harga Gas

Sekadar gambaran, kenaikan harga gas sebesar 35% bagi industri berdampak pada kenaikan biaya produksi sebesar  12%. Nantinya, beban operasional industri kaca nasional akan semakin berat, sebab tahun depan harga gas akan kembali naik 15%, dan tarif listrik juga akan naik.

Hal ini juga dialami PT Asahimas Flat Glass (AMFG). Akibat rencana kenaikan harga gas dan tarif listrik tahun depan maka telah menambah biaya produksi industri kaca. Sekretaris Perusahaan AMFG Rusli Pranadi menjelaskan bahwa perseroan tahun depan perseroan akan terkena imbas kenaikan harga gas sebesar 15% pada April. Padahal, tahun ini harga gas sudah naik 35%.

Selain itu, rencana pemerintah untuk menaikkan tarif listrik tahun depan juga akan menambah beban operasional. ”Selain itu melemahnya nilai mata uang Rupiah terhadap USD menyebabkan naiknya bahan baku yang berasal dari impor,” ujar dia.

Dia menambahkan, perseroan mendapatkan bahan baku di daerah Belitung berupa pasir silika. Sedangkan bahan baku impor berupa soda ash yang didapatkan dari China, India dan Amerika Serikat. ”Selain itu, biaya produksi juga digunakan untuk para tenaga kerja sebesar 11-12%,” kata dia.

Di sisi lain, perseroan juga menghadapi tantangan dari dalam negeri. Biaya operasi perseroan yang tinggi membuat produk kaca AMFG kalah saing dengan produk impor dari China yang lebih murah. ”Dampak krisis global yang melanda Eropa dan Amerika menyebabkan permintaan ekspor produk kaca lembaran menurun,” kata dia.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…