Ledakan Pensiunan PNS - 2025, Anggaran Negara Terkuras Rp175 T


NERACA

Jakarta  - Wakil Menteri Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara (PAN) dan Reformasi Birokrasi (RB) Eko Prasojo mengatakan, 2025 merupakan puncak Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjalani pensiun yang akan menguras anggaran negara sebesar Rp 175 triliun.

Sebagai catatan, saat ini setiap tahunnya rata-rata pengeluaran negara untuk pegawai pensiun adalah sebesar Rp67 triliun.

Dana pensiun ini dibayarkan sepenuhnya oleh pemerintah melalui iuran bulanan PNS. Menurut Eko, iuran pensiun PNS sebesar 1,98% dari gaji pokok. "Angka ini sangat kecil dan pemerintah sedang mengumpulkan masukan untuk skema pensiun baru," ujarnya di Jakarta, akhir pekan kemarin.

Poin tentang skema pengelolaan pensiun di pemerintahan akan masuk dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Aparatur Sipil Negara (ASN).

Namun, Eko mengaku, pihaknya belum menemukan formulanya dan masih meminta masukan dari berbagai pihak. Saat ini DPR dan pemerintah masih membahas batasan usia pensiun. Dalam draft RUU ASN tercatat batas maksimal usia pensiun adalah 58 tahun. Namun, pemerintah berpendapat batas usia maksimal pensiun adalah 56 tahun. Pemerintah ingin batasan lebih rendah supaya terjadi regenerasi di setiap lembaga pemerintahan.

Dia menjelaskan, apabila tidak diantisipasi sejak sekarang dan tidak dipikirkan solusi pembayaran uang pensiun ini, hal itu akan mempngaruhi fiskal negara yang bisa menyebabkan kebangkrutan. "Kas negara akan tersedot banyak hanya untuk bayar uang pensiun. Belum lagi membayar gaji pegawai. Alhasil belanja pegawai memakan porsi APBN paling banyak," ujarnya.

Pengelolaan pensiun perlu diperbaiki karena jumlah yang harus dikeluarkan pemerintah untuk membayar pegawai dan pensiunan terus meningkat. Peningkatan pembayaran uang pensiun yang setara dengan kenaikan gaji PNS memang dikhawatirkan akan semakin menjadi beban fiskal.

Perbaiki Pengelolaan

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Agus Martowardojo mengatakan, pengelolaan pensiun perlu diperbaiki karena jumlah yang harus dikeluarkan pemerintah untuk membayar pegawai dan pensiunan terus meningkat. Jika tidak dikelola dengan baik, maka akan semakin menjadi beban pemerintah. “Saat ini kan kenaikan gaji pensiun sejalan dengan kenaikan gaji pegawai. Itu mengakibatkan pembayaran yang besar,” katanya.

Menurut Agus, nantinya akan dilihat apakah sistemnya masih tepat dengan keadaan saat ini. Jika memang tidak tepat, pemerintah akan melihat sistem mana yang tepat untuk digunakan. “Apakah menggunakan define benefit, atau bisakah jika menjadi define contribution, bagaimana perhitungan perwaliannya, bagaimana pengaturan jumlah pegawai yang bisa berhak mendapatkan pensiun, itu akan kita lihat nanti,” ujarnya.

 

BERITA TERKAIT

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…