BI Balikpapan Larang Praktik Biaya Transaksi

NERACA

Balikpapan - Bank Indonesia (BI) melarang adanya praktik menaikkan harga barang dengan alasan mengenakan biaya transaksi (surcharge) saat dibayar dengan kartu kredit, meskipun tiga persen, tegas Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan, Tutuk SH Cahyono di Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (6/11). Jumlah tiga persen adalah jumlah yang lazim ditarik oleh pemilik gerai barang atau jasa atas pembayaran melalui kartu kredit.

Dengan begitu, harga barang Rp1 juta akan menjadi Rp1.030.000 di toko yang mengenakan surcharge ini. Padahal, lanjut Tutuk, pedagang sudah pasti mendapat untung sekian persen dari harga yang Rp1 juta. “Sebelum menetapkan harga pembayaran dengan kartu kredit, pedagang mestinya sudah dapat menghitung jumlah keuntungannya tanpa harus menambah lagi biaya dengan alasan biaya transaksi,” jelas Tutuk.

Pelarangan itu tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012, sebagai perubahan atas PBI Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.

Mengenakan biaya transaksi kepada pembeli yang membayar dengan menggunakan kartu kredit dianggap merugikan pembeli tersebut dan juga bank penerbit kartu kredit tersebut. Pedagang dilarang menarik biaya transaksi kepada pedagang karena sesungguhnya bank sudah membayar harga barang atau jasa tersebut, termasuk sudah memberi keuntungan kepada pedagang sesuai jumlah yang wajar dari barang atau jasa tersebut.

“Jadi tidak pada tempatnya pembeli kemudian disuruh menanggung biaya transaksi, meski hanya tiga persen,” tambahnya. Apalagi sesungguhnya membeli dengan kartu kredit bukan berarti gratis. Si pemegang kartu kredit hanya diberikan kemudahan untuk membayar tanpa harus mengeluarkan uang tunai. Pemegang kartu kredit terikat perjanjian dengan bank untuk membayar apa yang sudah dibelinya lengkap dengan bunganya.

Sebab itu pula, Bank Indonesia meminta bank-bank penerbit kartu kredit melakukan edukasi dan pembinaan kepada mitranya agar tidak melakukan hal tersebut. Bank sentral juga meminta bank menghentikan kerja sama dengan pedagang yang terbukti melakukan pelanggaran melakukan tindakan yang merugikan tersebut. “Bahkan pedagang tersebut bisa dimasukkan dalam daftar hitam atau merchant blacklist,” papar Tutuk. [ant/ardi]

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…