Rumor Lembaga Kliring

Oleh : Ahmad Nabhani

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Kehadiran industri bursa berjangka di negeri ini belum banyak dilirik masyarakat sebagai alternatif investasi. Pasalnya, sosialisasi dan edukasi masih minim dilakukan PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), yang memiliki peran bagaimana meningkatkan jumlah investor. Alhasil, bisa dihitung dengan jari jumlah investor bursa berjangka saat ini. Ini tidak bisa dipungkiri dampak minimnya informasi yang lengkap soal industri bursa berjangka, akhirnya membuat masyarakat menilai negatif soal investasi bursa berjangka.

Meski industri bursa berjangka dalam negeri minim transaksi, tidak membuat ciut BBJ mematok target transaksi lebih besar. Tahun ini, BBJ menargetkan peningkatan volume transaksi mencapai 1.500 lot per hari dan sejauh ini, namun kenyataannya transaksi di bursa komoditas tersebut masih di bawah target yaitu 850 lot per hari.

Tercatat total transaski BBJ pada Agustus mencapai 599.021 lot atau naik 0,9% dibandingkan pada Juli. Dari total tersebut hanya sebanyak 16.091 lot yang merupakan transaksi multilateral dan selebihnya merupakan transaksi bilateral. Volume transaski di BBJ masih didominasi oleh transaski bilateral yang mencapai 25.000 lot per hari, dibandingkan transaksi multilateral.

Rupanya, industri bursa berjangka dalam negeri perlu bekerja lebih keras lagi bagaimana meningkatkan volume transaksi dan termasuk jumlah investor. Belum juga target ini tercapai,  BBJ dikabarkan mendirikan lembaga kliring baru yang berada di bawah langsung otoritas BBJ. Padahal, selama ini setiap kliring yang terjadi di BBJ harus dicatatkan di PT Kriling Berjangka Indonesia (KBI). Sehingga munculnya lembaga baru dengan fungsi yang sama itu (jika benar), tentunya akan menimbulkan permasalahan sendiri, karena dapat menimbulkan potential lost fee yang diperoleh KBI.

Apapun alasan yang dilakukan BBJ dengan mendirikan lembaga kliring yang baru, tentunya harus disampaikan dikomunikasikan terlebih dahulu dengan KBI sebagai mitra selama ini, dan bukan sebaliknya dilakukan secara diam-diam. Sebab, hal ini akan memperburuk kordinasi antar lembaga dan ujungnya akan merugikan investor lantaran ada dua lembaga kliring yang sama-sama dimiliki BBJ.

Bila masalah ini belum terpecahkan, maka tidak mustahil investor akan meninggalkan investasi di sektor ini lantaran dinilai tidak efisien, tidak transparan dan cost yang tinggi karena adanya dua lembaga dengan fungsi yang sama. Tentu, imbasnya akan mempengaruhi daya saing lembaga BBJ terhadap negara tetangga. Merespon hal tersebut, Bapepeti sebagai regulator sejatinya harus bisa mengambil sikap dan meminta kejelasan soal munculnya dua lembaga baru agar tidak menjadikan polemik yang panjang bagi investor.

Tentu banyak pekerjaaan rumah (PR) yang harus dilakukan BBJ, selain meributkan dua lembaga baru yang sama. Sebut saja, masalah klasik adalah tuntutan menghadirkan produk baru selain produk komoditas dan yang terpenting adalah bagaimana Indonesia dengan produksi komoditas terbesar di dunia menjadi patokan pasar dan bukan sebaliknya, menjadi pengikut harga komoditas dari negara lain.

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…