Jelang ASEAN Economic Community 2015 - Pengusaha Minta Pemerintah Wujudkan Swasembada Pangan

Jakarta - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) meminta pemerintah untuk mengatasi masalah produksi pangan dengan mempercepat realisasi program swasembada pangan.

"Saat ini, masalah penyempurnaan tata ruang wilayah serta perbaikan infrastruktur merupakan salah satu kendala untuk mewujudkan program swasembada pangan. Dukungan pembiayaan dari sektor perbankan harus segera diwujudkan untuk pembangunan sektor pertanian," kata Ketua Umum Gapmmi, Adhi S. Lukman, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Ketersediaan pangan, menurut Adhi, sangat penting sebagai dasar kerja sama antar negara ASEAN. "Selama ini kelemahan cadangan pangan ASEAN disebabkan tidak tersedianya lumbung pangan bersama. Jika kondisi negara di ASEAN mengalami bencana alam, maka stok pangan yang ada akan terganggu," paparnya.

Tingkat keamanan pangan dan kondisi masyarakat di negara-negara ASEAN, lanjut Adhi, sangat bervariasi. Oleh sebab itu, sangat penting menyelaraskan hal ini di tingkat regional ASEAN, dan mengambil keputusan standar minimal yang harus diterapkan pada saat masuk ASEAN Economic Community (AEC) 2015 untuk memenuhi permintaan pasar global.

"Tentunya standar minimal keamanan pangan itu jangan sampai mengorbankan pelaku usaha pangan di suatu negara anggota, terutama UMKM yang tidak bisa memenuhi standar minimal pada saat memasuki AEC, sehingga mengubah dari pelaku usaha menjadi penonton di kancah bisnis pangan ASEAN," ujarnya.

Untuk mewujudkan stabilitas pangan di ASEAN, pemerintah harus menyempurnakan tata ruang wilayah serta fokus pada pengembangan komoditas unggulan. Pada sektor pembiayaan, perlu pendirian bank khusus sektor pertanian dan pemberian asuransi pertanian.

Sementara itu, Ketua Serikat Petani Indonesia Ahmad Yakub meminta semua aparatur negara fokus dalam pencapaian swasembada pangan di tahun 2014, salah satunya dengan pengembangan ekstensifikasi lahan pertanian dalam kerangka program pembaruan agraria nasional.

"Peluang kita untuk swasembada pangan sangat besar, namun semua aparatur negara fokus ke arah sana, seperti Kemenko Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Badan Pertanahan Nasional," kata Ahmad.

Menurut Ahmad, program pembaruan agraria nasional sudah dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu dengan perluasan lahan pertanian yang dikuasai petani. Untuk itu dia meminta program itu dijalankan secara fokus dan maksimal, jangan mengejar pembangunan infrastruktur semata melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). "Satu sisi ingin swasembada pangan, tapi di sisi lain membuat MP3EI, ini kan terlalu kontradiktif," ujarnya.

Menurut Ahmad, Indonesia sebenarnya sudah memiliki UU perlindungan lahan pertanian berkelanjutan untuk mempersulit konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian. Kebijakan itu menurut dia perlu dilaksanakan dengan tegas sehingga 100.000 konversi lahan pertanian ke non- pertanian tiap tahun tidak terjadi lagi. Dia mencontohkan, lahan pertanian pangan yang ingin dikonversi jadi non-pangan akan sangat sulit atau harus dipindahkan dengan lahan setara sebesar 10 kali lipat.

"Lahan seluas itu jika ditanami padi dengan rata-rata dua kali panen setahun, bisa menghasilkan 1 juta ton gabah kering. Pemerintah daerah perlu buat peraturan untuk perlindungan lahan pertanian juga," ujarnya.

Ahmad juga mengatakan, pemerintah juga perlu memberikan insentif bagi petani yang mempertahankan lahan pertaniannya, yaitu dengan kepastian harga beli, kepastian benih unggul, dan dari sisi moneter. Menurut dia, jika hal itu dilakukan, maka Indonesia akan mencapai swasembada pangan 2014.

Di sisi lain Ahmad menekankan pentingnya pelaksanaan intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian salah satunya mengembangkan pengetahuan bibit unggul. Dia mengatakan, pengetahuan pertanian dalam negeri sangat potensial untuk dikembangkan seperti pengembangan pupuk cair di Institut Pertanian Bogor. "Misalnya pengetahuan di bidang pupuk cair yang dikembangkan IPB. Saya yakin kalau tenaga difokuskan pada pelayanan masyarakat tani maka akan tercapai swasembada," ujarnya.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…