BP Migas Harus Aktif Siapkan Kontrak Blok Migas

NERACA

Jakarta – Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana menyatakan, BP Migas harus mengambil peran lebih aktif agar kontrak-kontrak minyak dan gas dengan kontraktor asing bisa lebih menguntungkan negara.

“Lawyer-lawyer BP migas menyiapkan draf untuk kontrak migasnya, jangan perusahaan kontraktornya yang menyiapkan,” ujar Hikmahanto dalam seminar Kedaulatan Migas sebagai Modal Dasar Pembangunan Nasional di Jakarta, Rabu.

Menurut Dia, sumber daya alam dimiliki negara dan dikelola pemerintah yang kemudian menunjuk BP migas. Lembaga ini sebagai badan pelaksana, yang merupakan badan yang ditugaskan oleh pemerintah untuk berkontrak dengan perusahaan. "Jadi bukan pemerintah berkontrak langsung dengan perusahaan seperti dalam pertambangan," katanya.

Dia menyebut, risiko yang ada akan sangat besar jika membiarkan pemerintah atau negara langsung berkontrak dengan perusahaan. Kondisi ini, lanjutnya, tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Sementara itu, Mantan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Rachmat Sudibyo menilai, Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi masih relevan untuk menjadi acuan bagi pengelolaan sumber daya migas nasional.

Dia mengatakan UU Migas yang dibuat sudah mempertimbangkan aspek kepentingan nasional termasuk meminimalkan risiko yang harus ditanggung negara.

"Negara jelas berdaulat atas minyak dan gas bumi sampai titik penyerahannya. Selain itu, negara tidak menanggung risiko yang muncul dalam investasi ini," katanya.

Rahmat yang juga mantan Kepala BP Migas mengatakan, UU Migas jauh lebih baik dibandingkan UU sebelumnya di mana negara hanya mendapatkan royalti dari minyak dan gas yang dikelola.

"Rezim sebelumnya negara hanya mendapatkan royalti sedangkan saat ini kita membagi hasil yang didapatkan, sehingga lebih menguntungkan negara," ujarnya yang juga terlibat langsung dalam penyusunan UU Migas.

Sebelumnya, Kepala BP Migas R. Priyono mengaku gusar ada pihak-pihak yang ingin agar BP Migas dibubarkan karena alasan lifting minyak tak tercapai.

Menurutnya, belum tercapainya produksi minyak bukanlah disebabkan ketidakmampuan BP Migas menggenjot produksi tersebut, tetapi kondisi alam yang tidak memungkinkan untuk membuat produksi tersebut naik.

"Apa-apa bubarkan BP Migas, ada nenek-nenek kejepit, bubarkan BP Migas, pokoknya ada yang salah di masyarakat, arahnya salahkan BP Migas. Saya dapat amanah dari Presiden dan DPR makanya saya akan bertahan, untuk negara saya bertahan,” tegasnya.

Menurut Priyono, pihaknya telah mengupayakan agar produksi minyak tidak terlalu merosot hingga 12% per tahun. “Saya berhasil menurunnya jangan sampai 12%, jadi ditahan sampai 3% saja, jadi tidak bisa naikin 1% karena kita berhadapan dengan alam, ribuan sumur minyak dari Sabang sampai Merauke,” ujarnya.

Priyono juga mengungkapkan dirinya juga sangat mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan apapun. Termasuk masalah negosiasi hasil gas dan minyak dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

"Pada praktiknya, kami telah lakukan aturan perminyakan asing. Kalau tidak menuruti tata aturan, maka saya minta antar oleh imigrasi dengan sopan ke bandara. Kalau tidak aturan pemerintah, misalnya anda tidak mau memberikan gas ke Jawa dari Total, kami ajukan ditjen imigrasi untuk antar orang itu ke bandara tidak bawa apa-apa atau tanda tangan anda kirim gas ke Jawa Bali. Besoknya dia tanda tangan kirim gas ke Jawa Bali," ujarnya.

"Ada kasus di Batam, gelap gulita, dan waktu itu Pak Poernomo (Menteri ESDM) tanya Pri bagaimana ini Batam gelap sedangkan Singapura terang benderang. Oke Pak, besok akan terang. Saya panggil pengusaha Singapura itu, Anda mau kontrak jangka panjang atau pendek. Kalau jangka panjang kasih gasnya kamu ke Batam dulu. Kalau jangka pendek, biarkan Batam gelap, tapi saya tidak akan kasih gas lagi ke Singapura. Akhirnya langsung nyala Batam, beres. Caranya injek kakinya," tambah Priyono.

Priyono menambahkan negosiasi itu bukanlah perkara mudah. Bahkan ia berani mempertaruhkan jabatannya untuk kepentingan negara. "Taruhan saya tidak menjadi kepala BP Migas, tidak apa-apa, asal harga diri bangsa ini tidak diinjak-injak. Kalau urusan negara tidak ada tawar menawar bisa tanya ke duta besar Singapura dan Malaysia," tukasnya.

BERITA TERKAIT

Sorotan Terhadap Rekam Jejak Hakim MA Suharto, Pakar: Keputusan Harus Berlandaskan Merit

NERACA Jakarta - Herdiansyah Hamzah, pakar Hukum Pidana yang dikenal dengan nama Castro, menegaskan bahwa jika rekam jejak seseorang sudah…

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Sorotan Terhadap Rekam Jejak Hakim MA Suharto, Pakar: Keputusan Harus Berlandaskan Merit

NERACA Jakarta - Herdiansyah Hamzah, pakar Hukum Pidana yang dikenal dengan nama Castro, menegaskan bahwa jika rekam jejak seseorang sudah…

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…