Negara Alami Kerugian Rp 311,4 Triliun - Ribuan Pertambangan dan Kebun Sawit Beroperasi Tanpa Izin

NERACA

Jakarta – Kementerian Kehutanan dan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum menemukan bukti, sebanyak 1.236 perusahaan tambang dan 537 perusahaan perkebunan sawit di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat beroperasi tanpa izin.

“Potensi kerugian negara akibat kegiatan ilegal yang dilakukan sejak sejak 10-15 tahun lalu tersebut mencapai Rp311,4 triliun,” kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hassan, di Jakarta, Rabu.

Menurut Menhut, beberapa dari perusahaan tersebut adalah perusahaan besar karena memegang konsensi lahan yang mencapai ribuan hektare. Namun Menhut tak mau menyebut nama-nama grup perusahaan yang dimaksud.

Data Kemenhut menunjukan, di Kalteng terdapat 629 perusahaan tambang dan 282 perusahaan perkebunan, di Kalbar 384 perusahaan tambang dan 169 perusahaan perkebunan, dan di Kaltim 223 perusahaan tambang dan 86 perusahaan perkebunan.

Temuan pelanggaran perizinan tersebut diperoleh dari laporan bupati/wali kota dan gubernur di tiga provinsi tersebut.

Untuk provinsi Kalimantan Tengah, hasil temuan dari laporan bupati/wali kota dan gubernur itu sudah dikaji dan didalami tim dari Kementerian Kehutanan dan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum.

Berdasarkan laporan bupati/wali kota dan Gubernur di Kalimantan Tengah, menurut Menteri, ditemukan 282 unit perusahaan perkebunan yang beroperasi tanpa izin dengan total luas lahan yang digunakan 3.934.963 hektare, sedang untuk perusahaan pertambangan sebanyak 629 unit dengan luas lahan yang digunakan 3.570.518,20 hektare.

Temuan kepala daerah di Kalteng ini kemudian didalami dan dikaji tim dari Kementerian Kehutanan dan Satgas pemberantasan Mafia Hukum.

Tim gabungan tersebut, sambung Menhut, telah mendalami sembilan perusahaan yang membuka tambang di kawasan hutan lindung, yaitu PT BBP, PT AKT, PT BST, PT DSR, PT SKEJ, PT HM, PT KPS, PT RC, PT KSK.

Selain itu, ada 54 perusahaan perkebunan yang tidak mengantongi izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan dengan luas mencapai 623.001 hektare.

Rinciannya, di Kabupaten Barito Utara satu kasus seluas 5.000 ha, Kabupaten Barito Selatan satu kasus seluas 20.000 hektare, dan Kabupaten Barito Timur tiga kasus dengan luas 19.500 hektare.

Selain itu, Kabupaten Kapuas 9 kasus dengan luas 150.410 hektare, Kabupaten Gunung Mas 6 kasus dengan luas 83.770 hektare, dan Kabupaten Katingan 5 kasus seluas 71.900 hektare.

Untuk Kabupaten Kota Waringin Timur ada 13 kasus dengan luas 107.276 hektare, Kabupaten Seruyan enam kasus seluas 40.445 hektare, Kabupaten Kotawaringin Barat empat kasus seluas 38.700 hektare, dan Kabupaten Lamandau enam kasus seluas 86.000 hektare.

Beberapa perusahaan perkebunan tersebut, di antaranya PT MASK (20.000 hektare), PT MSS (19.500 hektare), PT SP (15.000 hektare), PT RASR (20.000 hektare), PT KAL (20.000 hektare), PT DAM (20.000 hektare), PT ATA (15.000 hektare), PT TPA (15.000 hektare), PT MSAL (15.000 hektare), PT KKK (17.000 hektare), PT KDP (17.500 hektare), PT GRMK (16.200 hektare).

Zulkifli mengatakan nama-nama perusahaan tersebut sengaja dirahasiakan untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut. “Kami tidak sebut lengkap namanya karena baru indikasi tentu akan ditindaklanjuti nantinya,” jelasnya.

Untuk Kalimantan Timur, perusahaan perkebunan sebanyak 86 unit seluas 720.829,62 hektare dan perusahaan pertambangan sebanyak 223 unit dengan luas 774.519,45 hektare.

Di Kalimantan Barat, kasus yang melibatkan 169 unit perusahaan perkebunan dengan luas mencapai 2.145.846,23 hektare dan perusahaan pertambangan sebanyak 384 unit dengan luas 3.602.263,30 hektare.

Untuk kasus di Kalbar dan Kaltim belum diungkapkan nama-nama perusahannya sebab masih didalami oleh Pokja Kementerian Kehutanan dan Satgas pemberantasan mafia hukum.

Menindaklanjuti temuan tersebut, Menhut membentuk tim gabungan yang melibatkan Kementerian Kehutanan, Badan Reserse dan Kriminal,Jakasa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Kementerian Lingkungan Hidup serta Kejati dan Polda.

Tim gabungan ini dibentuk untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan atas pelanggaran penggunaan kawasan hutan di tiga provinsi tersebut.

Menhut mengungkap, proses penyelidikan dan penyidikan lanjutan ini dilakukan selama tiga bulan. “Saya minta Satgas pemberantasan mafia hukum memonitor ini agar jangan sampai ‘masuk angin’,” kata Menhut.

Kemenhut, tuturnya, juga minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan penyalagunan wewenang, korupsi, dan kolusi oleh aparat di daerah terkait dengan penerbitan izin kepada perusahaan-perusahaan tersebut. "Prioritasnya untuk enam kabupaten," katanya.

Menhut hanya mengungkapkan inisial keenam kabupaten tersebut, yakni Kabupaten B dan Kabupaten S di Kalimantan Tengah, Kabupaten K dan K di Kalimantan Timur, dan Kabupaten M dan M di Kalimantan Barat.

“Kami tidak sebutkan kabupaten mana, khawatir salah paham karena ada yang bupatinya baru menjabat selama 3 bulan ikut disebutkan, dikira bupati itu yang bersalah. Ini bisa jadi sarana politik. Karena itu, kami tidak sebut kabupaten mana,” terang Menhut.

Dia menegaskan, belum tentu bupati yang sedang berkuasa sekarang yang bersalah sebab perusahaan-perusahaan yang melanggar prosedur perizinan itu sudah beroperasi sejak 10-15 tahun lalu.

Selain tindak lanjut secara hukum, kata Anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa, kelompok kerja gabungan Kemenhut dan Satgas Pemberantasan Mafia hukum merekomendasikan empat hal lainnya.

Rekomendasi itu adalah memaduserasikan tata ruang provinsi dan tata guna batas hutan dan penyelesaian tata batas kawasan hutan, pembentukan organisasi dan penguatan kapasitas Kesatuan Pengelolahan Hutan (KPH), perizinan terintegrasi baik antara sektor maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan pendataan dan transpransi pemberian izin di atas kawasan hutan.

Mengenai keterkaitan perusahaan-perusahaan ini dengan group perusahaan besar, Mas Achmad Santoso hanya mengatakan, "Mungkin saja ada bagian dari kelompok-kelompok usaha besar, tapi sebaiknya kita tidak menekankan soal itu karena di mata hukum semua sama," katanya.

Menanggapai hal itu, Menteri Kehutanan dengan tegas mengatakan, "Pak Ota (Mas Achmad Santosa) masih normatifdan malu-malu menjawabnya, kalau saya terang-terang saja menjawabnya, orang kalau buka 20.000 hektare. Nggak mungkin perusahaannya nggak besar, kalau satu atau dua hektare itu rakyat dan kalau sudah 20.000-30.000 hektare itu berarti perusahaan dengan modal besar."

Menurut Direktur Penyidikan dan Perlindungan Hutan Kementerian Kehutanan, Raffles Panjaitan, total potensi kerugian negara di tiga provinsi itu mencapai Rp311,4 triliun dengan rincian di Provinsi Kalimantan Tengah Rp158,5 triliun, Provinsi Kalimantan Timur Rp31,5 triliun, dan Provinsi Kalimantan Barat Rp121,4 triliun.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…